chapter 6

1093 Words
Falisha memasuki kantor dan dia langsung melihat aura berbeda saat ia masuk ke dalam lobby. Ada banyak mata yang menatapnya dan ada banyak mata juga yang seakan ingin menusuknya dengan pisau. Mungkin karena dia berhasil mendapatkan Candra? Bukannya dia sombong, tapi yang ia dapatkan bukan orang biasa. Melainkan seorang direktur sekaligus kepala redaksi, pemilik dari kantor tempat dia bekerja sekarang. Tapi menjadi kekasih seorang Candra bukan berarti di mendapatkan kartu as, dia malah mendapatkan kartu kematian. Sofia berjalan di sampingnya dan mereka memasuki lift bersama beberapa orang. Falisha melihat adegan ini seperti ada di sebuah film horor. Di mana beberapa mata menatapnya dengan terang-terangan dan siap mengulitinya hidup-hidup. Falisha ingin segera keluar dari lift ini dan sepanjang di dalam lift dia hanya bisa menunduk dan tersenyum kikuk.   Kejadian kemarin memang ada diluar gedung dan mungkin yang melihat hanya beberapa satpam, atau orang yang kebetulan sedang lewat gedung samping. Seperti ingin pergi ke studio foto, atau melakukan wawancara dengan narasumber di tempat terbuka. Namun, sedikitnya orang-orang yang melihat itu bisa menjadi berita yang dengan cepat merebak.   Baru saja dia merasa lega setelah keluar dari lift, jantung Falisha hampir saja copot saat letusan party popper berbunyi secara bergantian. Wajah Falisha memucat sementara teman-teman kantornya tersenyum dan memberikan selamat atas hubungannya dengan Candra. Mereka seperti sedang menyerahkan Falisha pada iblis untuk memudahkan seluruh pekerjaan mereka. Lagi-lagi Falisha hanya bisa tersenyum kikuk dan masuk ke dalam ruangannya.             “Gila Dar! Lo udah kayak artis, famous banget!” ucap Sofia.             “Lo berniat untuk ngejerumusin gue juga?” tanya Falisha. Sofia masih mengikuti Falisha dan duduk disampingnya.             “Kalian itu udah ditakdirin bersama. Buktinya aja, nama kalian itu kalo di gabungin bisa jadi Canda. Penuh dengan tawa canda,” ucap Sofia.             “Sialan,” ucap Falisha dan candaan Sofia itu berhasil membuat Falisha sedikit rileks. Tapi tetap saja masih ada rasa takut. Falisha takut dia menggunakan hatinya. Dan pada akhirnya dia yang akan terluka saat Candra berniat meninggalkannya. Dia harus mengunci hatinya rapat-rapat, agar dia tidak terluka nantinya.   Falisha mengalihkan seluruh pikirannya dengan bekerja. Dia meminta bagian wardrobe untuk menyiapkan barang-barang yang ia perlukan. Dan hari ini akan ada sesi foto dan dia pun harus ada di tempat untuk mendandani para model sesuai dengan apa yang ia mau.   Falisha merasa ponselnya bergetar, tapi dia mengacuhkannya. Dia sudah sangat yakin kalau itu pasti Candra. Dia sudah memberi pesan untuk memberitahu Falisha itu adalah nomornya. Tapi Falisha tidak membalas pesan pria itu dan memilih tidur. Bahkan saat ini pun dia tetap mengacuhkan pesan pria itu dan menenggelamkan diri pada pekerjaan. Dia tidak bisa mengganggu pekerjaannya hanya karena dia seorang direktur. Karena bagaimana pun Falisha masih memiliki team dan semua juga menunggu dia. Setelah selesai dan bagian wardrobe sudah membalas permintaannya, Falisha pun pergi ke bagian fotografi bersama Sofia dan dua pekerjanya.   ****   Falisha meyakinkan seluruh style, makeup dan aksesoris sudah cukup, ia pun langsung menggiring model itu ke tempat pemotretan. Beberapa kali dia membenarkan posisi aksesoris agar terlihat dengan jelas. Dan juga pakaian yang mereka kenakan. Karena itu juga bagian dari sponsor. Ernest pun mulai mengarahkan model dan siap dengan senjatanya, mengeker kamera terbaiknya pada model yang sudah bergaya dengan sangat anggun dan mengambil beberapa foto.   Falisha pun memperhatikan jempretan Ernest dan meminta Ernest untuk mengambil dibeberapa bagian lagi. Agar nanti lebih banyak pilihan untuk team editor. Setelah puas Falisha dan Ernest pun mengakhiri sesi foto dan Falisha pun membantu model untuk mengganti pakaiannya. Dan dia tinggal bersiap-siap untuk foto beberapa narasumber untuk majalah.   Dia kembali merapihkan seluruh barang-barang. Dan mengizinkan dua pekerjanya untuk pergi makan lebih dulu. Sofia pun sudah lebih dulu pergi karena panggilan alam. Falisha mengira masih ada orang karena dia mendengar suara langkah seseorang masuk ke dalam ruang foto. mungkin Ernest yang masih merapihkan kameranya. Falisha menutup box makeupnya dan berbalik. Tapi saat itu juga dia menjatuhkan box saat melihat pria dengan wajah dingin dihadapannya.             “Kenapa kamu gak membalas pesanku?” tanya Candra.             “Maaf, pak. Saya sedang banyak pekerjaan,” balas Falisha.             “Aku mengirim pesan dari semalam Falisha!” nada bicara Candra terdengar meninggi dan itu membuat Falisha tidak senang.             “Kalau anda mengingkan perempuan yang bisa anda atur, mohon maaf itu bukan saya!” bentak Falisha. Dia mengambil box makeupnya dan pergi meninggalkan Candra. Pria itu pun segera menangkapnya dan membuat wanita itu kembali menatapnya.             “Aku tidak mengatur kamu! Aku hanya tidak suka kamu mengacuhkanku!” balas Candra.             “Kenapa bapak harus marah? Saya punya kehidupan sendiri...”             “Kamu pacarku, Falisha!”             “Hanya pura-pura, bapak Candra!” balas Falisha yang semakin kesal dengan nada pria ini yang sangat arogan. Dia bukan barang yang bisa dia mainkan sesukanya. Dan semua yang mereka lakukan bukanlah sesuatu yang nyata. Dan lagi juga siapa yang akan menyukai perempuan kecil sepertinya? Semua pria yang sering ia temui, lebih suka dengan wanita yang sintal dengan p******a dan b****g yang besar.             “Mungkin bagi kamu ini hanya pura-pura! Tapi bagi aku tidak, Falisha,” ucap Candra dengan nada yang terdengar dingin. Falisha pun tersenyum dingin dan menarik tangannya dari cengkraman Candra.             “Karena apa? Apa karena one night stand yang kita lakukan? Bagi saya itu tidak berarti apa pun, bapak Candra. Bahkan saya tidak mengingat apa pun yang sudah kita lakukan,” ucap Falisha. Perempuan itu pun berbalik dan meninggalkan Candra yang masih menatapnya dan terlihat sangat marah.     Candra mengejar Falisha, tapi saat keluar dari ruangan sesorang sudah lebih dulu mendekati Falisha. Candra tidak tahu apa yang terjadi pada dirinya, dia tidak pernah seperti ini pada wanita. Tapi kenapa dia merasa sangat terobsesi pada Falisha? Candra menarik napas dan menghelanya.   Suara panggilan mengalihkan pikirannya. Dia mengeluarkan ponsel dari saku celana dan melihat foto bayi kecil di ponselnya. Candra mengangkat ponselnya dan melihat anak umur tiga tahun yang sedang mengoceh padanya,” papa... Kalya gak mau mam.” Candra tersenyum mendengar celoteh balita itu.             “Kenapa?” tanya Candra.             “Bubul oma pait,” jawabnya merajuk. Candra semakin mengembangkan senyumnya. Malaikat yang tidak terduga dalam hidupnya.             “Kalau Kalya habisin buburnya, nanti papa beliin coklat, gimana?” tanya Candra.             “Benel?” tanya balita bernama Kalya itu.             “Bener sayang...” setelah mendengar janji dari sang papa, Kalya langsung meminta disuapin oleh oma. Candra melihat oma mengurus bayi itu dengan sangat baik. Saat kemarin dia mendengar Kalya sakit, Candra langsung panik dan membiarkan Falisha pulang dengan taksi. Kemungkinan perempuan itu marah karena itu. Kalya itu titipan Tuhan untuknya dan dia selalu ingin menjaganya dengan sangat baik. Setelah ia melihat Kalya makan sampai habis, Candra pun mematikan panggilan video. Ada urusan yang harus ia selesaikan di sini.   ****    
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD