chapter 4

1575 Words
Falisha berusaha untuk melupakan semua yang sudah terjadi. Walau dia tidak mengingat apa yang terjadi dengan dia dan Candra. Tapi dari saat pria itu memberikan antingnya dan membuatnya gila karena tidur dengan bosnya sendiri. Dan akhirnya. Falisha kembali pada kesadarannya. Dia harus mengerjakan pekerjaannya. Jadi dia tidak perlu memikirkan apa pun.   Falisha sudah membuat konsep baru. Tetap dengan bohemian style yang akan dia pakai, tapi terlihat lebih elegan dengan make up yang glamour. Dia juga memberikan beberapa contoh foto yang dia ambil. Dan kali ini dia berharap tidak akan teguran lagi dari Candra. Semua sudah berkumpul di ruang rapat dan semua masih berharap agar Candra tidak datang lagi, tapi sepertinya doa mereka kurang kuat. Candra datang lebih cepat dari biasanya dan duduk di bangku kerajaannya. Satu persatu maju dan mengajukkan proposal konsep untuk majalah bulan depan. Dan saat Falisha maju dia berusaha untuk tidak merasa gugup,  tapi otaknya malah memikirkan apa dia menyentuh bibir pria itu. Dan apa dia menarik rambut tebalnya? Dan apa rasa tubuh tegapnya saat memeluknya?   Falisha benar-benar sudah gila. Dia memikirkan hal yang tidak masuk akal dan seluruh konsentrasinya buyar. Dia mencoba menarik napas dan menghelanya. Dengan perlahan ia pun menjelaskan seluruh konsepnya dengan sangat rinci. Dan tentunya dia selalu menghindar dari tatapan Candra.   Sesekali Adara masih memperhatikan tubuh pria itu. Candra memiliki tubuh yang tegap dan tinggi. Bahu lebar dan juga otot di balik kemeja putihnya. Apa dia menyentuh otot itu saat mereka berhubungan? Atau dia menggigit lengah pria itu saat klimkas? Falisha memaki dalam hati, kenapa otaknya begitu m***m? Setelah selesai menjelaskan konsepnya dan tidak ada lagi penolakan dari si bapak yang seperti menjadi es batu di tengah kutub selatan.             “Baik, lanjutkan!” ucap Candra yang meninggalkan ruang rapat. Mereka pun langsung bernapas lega saat Candra pergi. Sementara Falisha masih terkungkung dengan pemikirannya yang sangat kotor. Sepertinya dia harus menyiram kepalanya dengan air es untuk menghentikan pemikirannya itu.   ****   Kalau saja tidak dalam ruang rapat. Candra ingin sekali mengurung perempuan sialan itu dan membuatnya terdiam. Bibir merahnya yang terus bergerak dengan gestur tubuh yang sangat membuatnya terasa terbakar. Berbeda saat mereka bertemu di bar, saat itu perempuan yang bernama Falisha itu memakai dress mini berwarna kuning terang. Sementara saat bekerja dia memakai celana bahan berwarna hitam, blouse dan kemeja hitam. Rambut hitam kecoklatannya di gelung membuat lekukan lehernya terpampang dengan jelas. Sepertinya dia kurang memberi tanda di leher itu, karena tanda yang ia berikan sudah hilang padahal belum sampai tiga hari mereka bertemu.   Setelah dia selesai berbicara dan kembali duduk, Candra hanya terdiam dan perlahan dia berkata,” baik, lanjutkan!” lalu dia beranjak keluar. Candra berjalan ke toilet pria dan menyalakan keran. Dia membasuh wajahnya dengan air. Isi otaknya sudah tidak bisa dia kendalikan. Dia menginginkan perempuan itu lagi di kasurnya. Tapi bagaimana cara dia mengatakan, sementara wanita sialan itu pun meninggalkan apartemenya secara diam-diam dan tanpa permisi. Ego Candra sedikit terluka karena kelakuan wanita itu, tapi hasratnya pun tidak mau mengalah.   ****   Falisha memasuki lift kantor di saat jam masih sangat pagi. Baru ada segelintir orang disana. Falisha sengaja pergi pagi-pagi, hanya untuk menghindar dari Candra. Jika dia pergi sedikit lebih siang, pria itu akan masuk ke dalam lift bersamanya dan beberapa karyawan lain. Seakan sengaja ingin meneroronya. Dan dia harap tidak bertemu dengan pria itu hari ini.  Tidak berapa lama lift kembali terbuka dan menampakan Candra dengan wajah tegasnya. Falisha terkejut saat melihat pria itu, tapi dia berusaha untuk menyapanya dengan sopan. Namun, pria itu bersikap acuh padanya.   Dan saat lift berjalan naik. Dengan tiba-tiba pria itu menghentikan lift, berbalik pada Falisha dan menciumnya dengan sangat rakus. Falisha berusaha untuk menyentuhnya, tapi Candra menahan tangannya di atas kepalanya dan masih menciumnya lebih ganas. Bibirnya melumat bibir Falisha tanpa jeda, menggigit bibir bawah dan atas secara bergantain dan mengaitkan lidah merah. Falisha merasa napasnya seperti memburu karena pria dihadapannya, tapi suara ponsel mengacaukan semuanya.   Falisha membuka matanya dan ia menyadari itu hanyalah mimpi. Dan saat Falisha sadar dia melihat laptopnya masih menyala dan menayangkan mr. Grey yang selalu terlihat b*******h. Falisha mematikan film sialan itu yang membuat otaknya menjadi sangat rusak.   Falisha beranjak dari kasur dan masuk ke dalam kamar mandi. Dia mengisi air bathtub, menggelung rambutnya dan menatap tubuhnya yang hanya memakai kaos dan celana pendek. Falisha merasa tubuhnya sangat tidak menarik. Dia pendek dan terlalu kurus. Sudah berulang kali dia mencoba menaikkan berat badannya, tapi sepertinya selalu berakhir dengan sia-sia. Karena dia sendiri tidak tahu kemana makanan yang dia makan. Karena berat badannya hanya akan berhenti di lima puluh lima dengan tinggi seratus lima puluh lima. Bahkan mantan kekasihnya pernah bilang, kalau p******a Falisha terlalu kecil. Apa karena itu dia tidak pernah awet dengan kekasihnya?   Falisha menoleh saat air bathtub sudah hampir penuh. Dia mematikan keran dan menuang bubble bath ke bathtub. Falisha menggosok kulit tubuhnya yang kuning langsat. Terkadang dia sangat iri pada Sofia. Sofia memiliki tubuh yang padat dan tinggi yang cukup. Bahkan ukuran bra Sofia lebih besar dari Falisha. Kalau kata Sofia ukuran bra Falisha hampir sama seperti ukuran anak SMA. Padahal usianya sudah mencapai dua puluh tujuh tahun. Menyedihkan bukan?   ****   Pagi ini Falisha sedikit merasa lega karena tidak harus bertemu dengan Candra. Lagi juga untuk apa pria itu terus mengikutinya. Tentu saja dia memiliki pekerjaan dan pasti ada banyak wanita yang lebih bisa memuaskan dari pada dirinya. Falisha sangat berterima kasih karena pria itu tidak mengomentari tubuhnya. Dan entah Falisha memuaskannya atau tidak. Dia takut pria itu akan berbicara dengan orang-orang kantor dan mengatakan kalau ia tidak pintar dalam ‘bermain’.   Falisha menghela napas dan sebisa mungkin menjauhkan pikiran over thinkingnya itu dari kepala. Dia masih banyak pekerjaan dan semua harus rampung sebelum akhir bulan. Jadi sekarang dia memilih untuk mengerjakan pekerjaannya. Ketimbang memikirkan ‘permianannya’ dengan Candra.   Tiba-tiba saja resepsionis menghubungi ruangannya dan mengatakan kalau ada seorang pria yang ingin menemuinya. Falisha mengerutkan kening dan bertanya-tanya siapa yang ingin bertemu dengannya? Falisha pun segera turun dan menemui orang itu di lobby.  Dan  dia pun dikejutkan oleh kedatangan Rio di kantor. Dia sudah tidak ingin bertemu dengan b******n itu lagi. Tapi masalahnya dia membuat Falisha merasa tidak enak dengan seluruh staf di kantor terutama bagian resepsionis. Dia sudah menyuruhnya untuk pergi, tapi cowok itu tetap keukeuh tidak akan pergi sebelum Falisha mau bicara dengannya. Memang cowok tidak punya otak. Jadi mau tidak mau Falisha menarik Rio dari lobby dan membawanya keluar gedung kantor.   Tanpa permisi lelaki itu langsung merangsek mendekati Falisha dan berniat untuk memeluknya. Tapi Falisha langsung mengelak dan memberi peringatan pada Rio untuk menjauh darinya.             “Sayang, aku mohon maafin aku. Saat itu aku hilaf,” ucap Rio.             “Gue gak peduli,” ucap Falisha.             “Sayang, aku tahu kamu masih sayang sama aku. Kalau bukan aku, siapa lagi yang bakal nerima kamu,” ucapan Rio membuat Falisha semakin kesal.             “Eh jangan salah! Gue udah dapet pengganti lo!” ucap Falisha. Mendengar perkataan itu Rio tertawa terbahak.             “Falisha... Falisha... kalau bohong tuh jangan kelewatan. Bikin aku ketawa aja. Mana ada cowok yang mau sama kamu, masih untung aku minta balikan sama kamu,” perkataan Rio membuat Falisha semakin marah. Dia ingin membuktikan kalau dirinya bisa mendapatkan yang terbaik dari cowok ini, tapi bagaimana caranya? Siapa yang bisa dia jadikan pacar pura-puranya. Dan tiba-tiba saja satu tangan terasa melingkar di pinggang Falisha. Dia menoleh dan mendapati Candra yang berdiri di sampingnya.             “Ada apa, sayang?” tanya cowok itu. Spontan Falisha dan Rio ternganga. Tapi beruntung Falisha dengan cepat memahami permainan Candra.             “Dia terus mengganggu aku,” ucap Falisha dengan nada manja.             “Falisha, kamu pasti becanda. Gak mungkinkan...”             “Apa yang harus saya lakukan agar anda percaya?” tanya Candra. Dia menoleh pada Falisha kembali menatap dingin Rio, lalu berkata,” apa perlu saya mencium Falisha?” belum sempat Falisha mengelak. Candra sudah lebih dulu mencium bibirnya dengan begitu lembut, tegas dan gairah. Demi Tuhan! Falisha seperti tidak memiliki tulang. Tidak pernah ada pria yang menciumnya seperti ini. Beruntung pria ini memeluknya, kalau tidak sudah pasti dia akan terjatuh begitu saja.             “Bagaimana? Anda sudah percaya? Sekarang anda ingin pergi dengan sukarela atau perlu saya panggilkan satpam?” tanya Candra. Rio menatap keduanya masih dengan tatapan tidak percaya. Candra yang tidak ingin berlama-lama, dia langsung memanggil satpam dan menyuruhnya untuk membawa lelaki itu keluar dari kantor.   Sementara Falisha masih merasa degup jantungnya terasa sangat cepat dan sesak. Pria ini menciumnya. Dan bukan jenis ciuman yang singkat. Ciuman Candra seakan menghisap seluruh akal sehatnya. Menyiksanya dengan harapan pria itu memberikannya lagi dan tidak melepaskannya. Tapi Falisha sadar, ini bukanlah kenyataan pria ini hanya mempermainkannya. Dia memanfaatkan keadaan. Falisha melepaskan pelukan Candra.             “Terima kasih atas bantuannya, pak,” ucap Falisha. Dia sudah berniat untuk pergi, tapi Candra sudah lebih dulu menarik lengannya.             “Aku tidak butuh ucapan terima kasih,” balas pria itu. Falisha mengerutkan kening dan menatap pria yang ada dihadapannya.             “Maksud bapak?” tanya Falisha.   Tanpa berkata apa pun Candra membawa Falisha ke parkiran mobil dan menyuruhnya masuk. Falisha yang masih terlihat sangat bingung benar-benar pasrah dan mengikuti perintah pria itu. Mobil audi putih itu keluar dari gedung kantor dan melaju di jalan protokol Jakarta. Falisha tidak tahu pria ini akan membawanya ke mana.             “Kita mau kemana?” tanya Falisha. Namun pria itu seakan bisu dan tuli. Dengan wajahnya yang terlihat kesal dan dipenuhi amarah, Candra membawa mobilnya dan tidak memberikan kejelasan sedikit pun pada Falisha. Membuat perempuan itu bertanya-tanya dan berpikir kalau dia akan dijual oleh pria disampingnya ini.      
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD