Beberapa menit kemudian, perjanjian pun dibuat. Tak ubahnya perjanjian yang dilakukan oleh sesama manusia, perjanjian antara Marchel dan Krystal juga didasari hitam di atas putih lengkap dengan materai, persis seperti perjanjian antar manusia. Marchel sampai terheran-heran karenanya.
Akan tetapi, yang lebih membuat Marchel heran lagi, tak lain jumlah uang yang harus ia bayar hanya untuk mendapatkan kesempatan menjalani misi terakhir dari Krystal.
“Uang sebanyak itu aku dapatkan susah payah. Bahkan karena uang juga, aku nekat menjadi anggota mafia dan menjadi pembunuh bayaran. Astaga … jika mendapatkan uang cukup semudah Angel, … hm … duniaku pasti akan damai tanpa kekerasan apalagi pembunuhan!” batin Marchel sembari menandatangani surat perjanjian mereka.
Mendengar itu, Krystal yang tak kuasa mengakhiri senyum bahagianya, langsung berkata, “Keikhlasan akan membuatmu mendapatkan kelancaran.” Sambil menatap Marchel dengan sangat ramah, ia melanjutkan. “Semoga misi rahasiamu berhasil, ya, agar kamu bisa kembali hidup dan melanjutkan rencana pernikahanmu dengan Yiara.”
“Kamu bersikap manis seperti itu, karena kami sudah menguras semua uangku!” cibir Marchel sembari meletakan pena yang ia gunakan untuk tanda tangan.
Krystal tertawa riang. “Kurang lebih memang seperti itu. Astaga … kamu benar-benar pintar!”
Seorang pelayan datang membawa dua gelas oren jus dan satu piring pisang masak. Satu gelas oren jus disuguhkan kepada Marchel, sisanya untuk Krystal yang seketika meraih sebuah pisang, mengupasnya, kemudian menyantapnya dengan sangat santai.
“Silahkan. Diminum dulu. Karena setelah kamu meminum itu, kamu akan segera keluar dari koma,” ucap Krystal yang masih menyikapi Marchel dengan sangat ramah.
“Sepertinya pisang itu enggak asing. Apa, ya?” Marchel menerka-nerka sambil menatap Krystal.
“Astaga … jangan sampai … jangan sampai Marchel ingat penyebabnya jatuh justru aku!” batin Krystal yang seketika kehilangan senyumnya. “Ah … hahaha. Ini memang favorit. Ehmm … cepat minum itu agar kamu enggak kehilangan banyak waktu. Ingat, empat puluh hari dari kamu menjadi arwah penasaran. Kamu jangan sampai melebihi batas waktu. Kami akan kembali ke tubuhmu, tapi kamu harus menjadi orang baik. Dan melalui kesempatan ini, kamu juga harus mendapatkan sekaligus menemukan cinta sejati.”
Marchel mengernyit tak mengerti. “Maksudnya ‘cinta sejati’ ini, bagaimana? Yiara, kan?”
Krystal meraih segelas oren jus-nya, kemudian meminumnya sedikit. Ia melakukannya dengan sangat elegan, tak kalah elegan dari penampilan khususnya kecantikannya. “Kita lihat saja nanti. Intinya, wanita itu akan memberimu cinta tulus, dan karena cinta tulusnya juga, kamu mendapatkan kehidupanmu sepenuhnya.”
Ketika Marchel menjadi bertanya-tanya mengenai cinta sejati yang harus dapatkan dan seolah itu bukan hanya akan Marchel dapatkan dari Yiara, di tempat berbeda, bersama anak buahnya, Grim Reaper tengah kewalahan mengejar-ngejar Slamet. Tak hanya karena mereka melakukannya sambil muntah-muntah karena mabok aroma busuk Slamet, melainkan Slamet yang terus berlari kencang lolos dari kejaran.
“Apa-apaan, mereka. Satu lawan puluhan!” cibir Slamet. Karena semakin ia menghindar, semakin banyak pula pasukan berjubah hitam yang mengejarnya.
Gelegar guntur berhias kilat yang menyertai angin kencang di tengah mendung yang menguasai langit, Slamet yang terus berlari menelusuri trotoar jalan raya, memilih menepi. Slamet memasuki sebuah rumah sakit elite yang juga menjadi tempat Marchel dirawat.
Setelah lari dan berharap segera menemukan perlindungan, sebuah ruang rawat VIP, menjadi menjadi tujuan Slamet bersembunyi demi menghindari kejaran di belakangnya dan masih dipimpin oleh Grim Reaper.
“Ya ampun, bukankah dia … Marchel?” batin Slamet terperangah, menatap tubuh Marchel yang terbaring di tempat rawat.
Bisa Slamet pastikan, tak ada orang lain termasuk orang yang menjaga Marchel lantaran suasana ruang rawat Marchel sangat sepi. Dan Slamet yang penasaran dengan Marchel, mengendap-endap mendekati.
“Si Marchel ganteng banget, ya? Duh dadanya kokoh, luas kayak lapangan gitu? Andai, aku yang jadi Marchel, pasti aku enggak bakalan sulit jodoh.” Slamet terus menatap Marchel penuh binar, takjub.
Di hotel selaku tempat Marchel menandatangani perjanjian dan baru Marchel ketahui merupakan hotel milik Krystal, di mana, hotel tersebut akan menampung semua arwah yang menjadi klien guardian angel tersebut, Marchel beranjak berdiri mengikuti intruksi Krystal yang juga sudah berdiri dari tempat duduknya. Satu gelas oren jus telah Marchel habiskan, sedangkan kini, tubuh Marchel dihiasi cahaya yang perlahan membuat sebagian tubuhnya hilang. Marchel seolah akan menghilang tersedot lorong waktu yang sudah terbuka di belakangnya.
“Ingat, waktumu hanya empat puluh hari dan itu sudah terpotong dua hari. Kamu harus menjalani hidup menjadi orang baik, di mana kamu juga harus menemukan cinta sejatimu.” Krystal memberi intruksi sambil terus menikmati pisangnya.
“Jangan lupa untuk terus memantau dan membantuku,” tegas Marchel.
“Tentu. Selamat berjuang!” Krystal melepas kepergian Marchel dengan senyum ramah.
Tersedot lorong waktu membuat Marchel merasa sangat tegang. Sebelumnya, Marchel belum pernah merasa tegang layaknya sekarang. Pun meski dari penuturan Krystal, setelah ini dan terbilang dalam waktu sekejap, Marchel akan kembali memasuki tubuhnya.
“Masalahnya, kenapa aku enggak yakin? Kenapa firasatku justru semakin lama semakin buruk? Apakah memang ada yang salah?” pikir Marchel.
Tanpa di duga, di tempat berbeda dan itu ruang rawat Marchel, arwah penasaran Slamet yang masih menatap takjub penampilan Marchel dengan jarak yang begitu dekat, Slamet menatap saksama setiap lekuk wajah Marchel yang memiliki ketampanan sempurna baginya.
“Tuhan ... jika Engkau Memang ada, tolong biarkan aku hidup menjadi laki-laki seperti Marchel, agar Hamba bisa yakin, Engkau benar-benar ada bahkan adil!” batin Slamet
Mendadak, arwah Slamet tersedot lorong waktu. Arwah Slamet panik luar biasa, tapi ia justru memasuki tubuh Marchel. Sedangkan arwah Marchel yang awalnya sudah akan masuk, justru mental dan terlempar ke lorong waktu lain. Arwah Marchel menempati tubuh Slamet yang terbujur lemah di sebuah amben ruang gelap sekaligus sederhana, berdinding bilik kusam.
Jadi, jiwa Marchel dan Slamet tertukar di luar kendali Krystal. Arwah Slamet menempati tubuh Marchel, sedangkan arwah Slamet menempati tubuh Slamet.
Tak berselang lama, kedua mata Marchel maupun Slamet kompak mengepak.
“Aku kembali?” ucap Marchel dan tentunya Slamet.
Tak berselang lama, Grim Reaper dan rombongan mendadak menerobos masuk ruang rawat Marchel.
“Aromanya berhenti di sini,” seru Grim Reaper terengah-engah.
Grim Reaper menatap tak mengerti tubuh Marchel yang telah tersadar.
“Pria ini? Jadi, dia sudah menandatangani perjanjian dengan pedagang asongan itu?“ batin Grim Reaper sambil menatap tak percaya tubuh Marchel yang perlahan beranjak bahkan duduk.
Dalam tubuh Marchel, Slamet bisa melihat Grim Reaper berikut rombongan malaikat maut tersebut. Itu juga yang membuatnya syok, tapi Slamet berpura-pura dirinya tidak melihat mereka. Yang membuat Slamet tak percaya, ia mendapati warna kulit tangannya yang kelewat putih sekaligus putih bahkan terbilang mulus minim “kapal”
“Ini ... kok aku jadi putih mulus gini?” batin Slamet kebingungan tapi cenderung girang.
“Sepertinya, tadi dia melihatku?” pikir Grim Reaper yang kemudian menggiring anak buahnya dan jumlahnya ada tujuh orang, untuk pergi dan mencari Slamet ke tempat lain.
“Akhirnya!” batin Marchel bersemangat. Meski keadaan langit-langit di atasnya, langsung membuatnya mengernyit bingung. Sebuah genteng tua berwarna hitam dan sepertinya karena efek asap, penuh sarang laba-laba.
“Harusnya aku di rumah sakit, kan?” pikir Marchel yang kemudian sibuk mengendus. “Kok bau busuk banget, ya? Dan baunya, kayak enggak asing?” pikir Marchel lagi.
Tak berselang lama kemudian, Marchel langsung berteriak dan merasa sangat syok dengan penampilannya. Marchel menatap syok jemarinya yang menjadi dekil, di mana masing-masing dari jarinya juga dihiasi cincin besar bermata batu akik!
“Ini tangan siapa? Ini bukan tanganku!” Merasa ada yang tidak beres, Marchel langsung beranjak dan turun dari amben.
Marchel berlari sambil mencari-cari cermin. Marchel ingin memastikan penampilannya di cermin. Anehnya, ruangan yang Marchel lalui justru merupakan ruang sangat sederhana yang terbilang kosong, tanpa disertai barang-barang khusus apalagi mewah. Bahkan, lantainya saja berupa tanah.
“Ini aku di mana?” Marchel terus berteriak dalam hatinya. Dan ketika Marchel keluar dari rumah hingga ia menemukan ember berisi air, dari sana, Marchel mendapati wajahnya berubah menjadi wajah orang lain dan parahnya wajah Slamet.
“Perjaka bau?!” Marchel mendelik kemudian terduduk lemas nyaris jantungan. “Apa-apaan, ini? Kenapa jadi begini? Kenapa aku justru ada di tubuh pria bau ini?”
Sementara itu, di ruang rawat VIP Marchel, Slamet yang kegirangan sampai loncat-loncat di ranjang rawat. Tak peduli meski tangan Marchel yang ia tempati, masih diinfus.
Bersambung ….