Di sumur yang sudah tercemar aroma tubuh Slamet, Marchel mengangsu dan menghuni salah satu bilik bangunan permanen, yang pinggirnya ditutup menggunakan terpal sekaligus anyaman daun kelapa, dan memang sudah menjadi sumur identik di sana tak ubahnya toilet umum. “Nah … orang jahat memang harus dihukum begini biar tahu rasa! Pantas saja jiwanya tertukar. Ternyata ini alasannya?” ucap Krystal mantap. Ia jongkok tak jauh dari bilik ruang keberadaan Marchel, persis di bawah pohon bambu kuning yang tumbuh rimbun di sana. “Tapi bentar, deh,” batin Krystal lagi yang menopang dagunya menggunakan tangan kanan. Sesekali, ia melirik dinding terpal yang menjadi keberadaan Marchel di tengah kegelapan malam. “Si Marchel kan penjahat berdarah dingin. Bisa jadi, dia sudah terbiasa hidup susah. Dia sudah