Berubah Drastis

2218 Words
1 Minggu Kemudian... Peter melangkahkan kaki dengan wajah sumringah. Beberapa hari terakhir, hubungannya dan Jasmine berubah. Mereka kembali mesra, tidak lagi berada dalam puncak ketegangan. Jasmine selalu manis bahkan mengekorinya ke mana-mana layaknya bodyguard dan itu membuatnya senang. Seperti saat ini, Jasmine setia menggelayuti lengannya saat dia akan menemani Anna untuk jalan-jalan. Semalam, Ayah Anna menghubunginya dan memintanya untuk mengajak Anna jalan-jalan melihat kondisi putrinya yang suram layaknya Awan hitam. Jasmine sendiri juga tak mengerti. Kehamilannya membuatnya berubah drastis. Dia tidak mau berjauhan dengan Peter barang sebentar saja, sehingga dia layaknya anak Ayam yang mengekori induknya. "Akhir-akhir ini kau selalu memakai dress longgar, biasanya kau senang memakai jeans ke mana pun kau pergi, " ucap Peter saat sampai di depan pintu Mansion keluarga Anna. Jasmine menghentikan langkahnya. Melirik sebal ke arah Peter yang secara terang-terangan mengomentari penampilannya. "Kenapa? Aku ingin memakai dress. Jika kau keberatan, setelah ini, aku pakai bikini saja," cebiknya lalu melepas pegangan tangannya yang tadinya memeluk lengan kekar Peter. "Kalau kau ingin aku memakai jeans, suruh saja Anna yang memakainya.” sungutnya lalu masuk ke dalam mansion sambil menghentakkan kakinya. Peter mengernyit sambil menggaruk tengkuknya yang tidak gatal. Dia kan hanya bertanya, lalu kenapa Jasmine jadi merasa kesal dan menyemprot nya dengan begitu banyak jawaban? Aneh. Bahkan bawak-bawak Anna segala. Jasmine menoleh kilas. Saat ini dia sudah duduk di ruang tamu saat seorang pelayan mempersilakannya untuk duduk. Keadaan Mansion masih terlihat sepi, mungkin Anna dan ibunya masih di dalam dan pelayan tadi sedang memanggil mereka. Tangannya refleks memukul bibirnya pelan, mengingat ujaran kekesalannya hanya karna pertanyaan simpel Peter. "Astaga, Hormon kehamilan, juga bisa membuat BUMIL muda itu sensitif dan Baperan, ya?" lirihnya. Tiba-tiba, langkah tegap Peter mendarat di depannya. Jasmine enggan mendongak. Dia terlanjur merasa malu mengingat ke cerewetannya tadi. Akhir-akhir ini dia memang sangat sensitif. Sebentar-sebentar marah, lalu berubah ceria. Mudah menangis dan sangat posesif jika berkaitan dengan Peter. "Yakin mau pakai bikini?” tanya Peter, dengan nada yang masih terdengar menjengkelkan di telinga Jasmine. "Itu artinya kau rela toko tempat kau membeli barang itu aku ratakan dengan tanah, Sayang." lanjutnya, lalu duduk angkuh berseberangan dengan Jasmine setelah membisikkan sesuatu yang membuatnya terperangah. Jasmine secepat kilat berdiri dan duduk mendempet Peter di sofa. "Kau bercanda kan?" tanyanya. Peter menaikkan sebelah alisnya sambil menatapnya. "Menurutmu?" "Ayolah, aku hanya bercanda. Aku bahkan tidak pernah membayangkan memakainya." "Yakin?" "Ya. Tentu saja. Aku pastikan, tidak akan pernah membeli dan memakainya," ucapnya sambil mengacungkan sebelah tangannya. Tentu saja aku tidak akan memakainya. Bisa-bisa perutku kelihatan buncitnya. Peter tersenyum tipis. Melihat raut ketakutan Jasmine hanya karna ancaman ringannya. Dia suka. Jasmine nya terlihat manis jika tak membantahnya dan itu membuatnya tidak tahan, "Mucch!" "Peter, apa yang kau lakukan?" protes Jasmine saat dengan berani Peter mengecup bibirnya. "Kau tidak bisa melakukannya di sini. Lihat situasi dan kondisi dulu Peter. Ini rumah Anna, bagaimana jika ada yang melihat?" cicitnya sambil celingak-celinguk bagai maling kesiangan. "Tidak akan sayang. Tenang saja My GF," jawab Peter sambil mencubit pipi Jasmine yang terlihat semakin berisi, terlihat imut di pandang. "GF? Apa itu?" tukas Jasmine keheranan. "Girl friend yang artinya kekasih ku. Bukankah benar begitu?" goda Peter sambil mengedipkan sebelah matanya. Jasmine memukul pelan keningnya. Kenapa kekasih dingin nya berubah alay begini? "Ku sarankan kau jauh-jauh dari Justine. Dia membuatmu tidak waras!" cebiknya. "Hahaha ... " Peter tertawa keras. Jika saja dia tidak paham sikon alias situasi dan kondisi, sudah dia tarik Jasmine dalam pelukan dan mencumbunya hingga lemas. Jika saja ada yang melihat atau pun mendengar, lebih-lebih Anna atau orang tuanya, itu malah lebih bagus, Sayangku. Sandiwara ini berakhir, dan aku tidak perlu repot-repot berjauhan denganmu. Seseorang yang tampa mereka sadari, melihat dan mendengar semuanya. Harapan Peter benar-benar terjadi. Merry di balik tembok pembatas dapur menatap kebersamaan mereka sambil menutup mulutnya tak percaya, "Kalian mengkhianati putri ku. Tapi, aku tidak akan membiarkan semua ini berlanjut sampai Anna tau dan terluka ... " lirihnya lalu pergi dari sana. "Peter?" Suara seseorang membuat Peter dan Jasmine menoleh bersamaan. Jasmine bangkit dan menghampiri Anna yang berdiri dengan kursi rodanya. "Bagaimana kondisimu?" tanyanya lembut sembari menyentuh tangan Anna. Anna tersenyum tipis. Senyuman yang terkesan di paksakan melihat kondisinya. "Kau lihat sendiri. Aku masih lumpuh. Aku tidak bisa berjalan dengan kaki ku, Jasmine." "Jangan bersedih Anna. Kau akan segera sembuh. Bukankah kau memiliki kami yang akan selalu menemanimu ke mana pun kau mau?" ucapnya. Tapi belum sempat Anna jawab, suara Merry sudah bergema di sana. "Eh, rupanya Peter sudah datang ya?" ucap Merry yang tiba-tiba melangkah dari arah persembunyiannya tadi. Peter hanya mengangguk sambil tersenyum tipis. "Eh, ada Jasmine juga di sini?" "Ya Bibik. Aku juga ingin menemui Anna, jadi aku ikut dengan Peter saat dia bilang akan kemari," jawabnya sambil tersenyum manis. "Oh begitu," lirih Merry. "Jadi kalian siap untuk berangkat?" ucapnya. "Tentu saja ibu. Peter sudah di sini. Apalagi yang aku tunggu?" kata Anna dengan berbinar senang. "Baiklah, dan kau Jasmine. Kau disini saja ya. Jika kau ikut, kau hanya akan mengganggu!" Perkataan Merry yang terdengar sinis, membuat Jasmine menunduk dengan mata berkaca-kaca. Entahlah apa yang terjadi pada Anna dan ibunya. Mereka tak sehangat dulu. Mereka mulai menghindar dan seperti menyulut api permusuhan dengannya. Sontak tangannya terangkat dan mengusap perutnya pelan. Sayang. Hari ini, kita harus rela membagi ayahmu dengan Aunty Anna ya? Tidak apa-apa kan? Hanya sebentar saja kok, batinnya. Merry tertawa pelan. Jasmine sudah berani bermain api di belakang Anna, dan dia akan dengan senang hati untuk menyingkirkannya. "Nah. Pergilah Anna, selamat bersenang-senang," ucap Merry dengan raut wajah bahagia saat Peter membawa Anna keluar dari Mansion tampa memperdulikan Jasmine. Jasmine memalingkan muka. Peter sama sekali tak berniat mengajaknya. Peter begitu saja melupakannya seakan dirinya hanya boneka pajangan disana. Tega kau Peter! Berengsek! Setelah kau pulang nanti, akan ku timpuk kepalamu dengan balok kayu! Jasmine mengusap air mata yang kembali mengalir di sudut matanya. Ini yang dia sesalkan. Kenapa efek kehamilannya harus membuatnya lemah dan bergantung pada ayah bayinya yang sama sekali tak berperi ke bapak an? Sialan! Maaf ya sayang. Tutup telingamu. Ibu sedang memaki Ayahmu yang menyebalkan itu. Tapi ingat, jangan pernah meniru ya. Dur-ha-ka. batinnya. "Eh, Peter kenapa kembali?" Suara Merry yang terkejut di belakangnya, membuat Jasmine kembali membalikkan badannya. Dia penasaran apa yang ketinggalan sampai Peter kembali menampakkan Batang hidung menyebalkannya lagi. "Apa ada yang ketinggalan?" tanya Merry sambil menatap sekeliling nya. Grep! Jasmine ternganga saat tiba-tiba Peter memegang tangannya. "Tidak ada. Saya menjemput Jasmine. Kami pamit Bibik. Saya dan Jasmine akan pulang sekarang," jawabnya dengan sopan tapi terkandung maksud di dalamnya. Merry mengernyit bingung. "Kenapa pulang? Bukannya kau dan Anna akan jalan-jalan?" tanyanya. "Saya membatalkannya beberapa menit yang lalu. Silahkan Anda yang mengantarkannya, karna saya tidak akan pergi jika Jasmine tidak ikut serta." Deg. Merry membatu, begitupun dengan Jasmine yang mengerjap tak percaya. Merry melirik Jasmine yang sok polos di depannya. Dia semakin tidak suka. Jasmine si gadis miskin lebih dia banggakan karna selalu membahagiakan Anna, dari pada Jasmine si Puteri penguasa yang akan merebut kebahagiaan putrinya. Tunggu saja, tanggal mainnya. Kita lihat. Kau atau aku yang akan menang. "Peter apa-apaan ini?" ucap Jasmine saat Peter menariknya keluar. Peter diam. Dia ingin melihat, alasan apa lagi yang akan ibu Anna buat untuk menjauhkan dia dan Jasmine nya. "Kalian bisa pergi. Jasmine bisa ikut. Temani Anna. Jangan buat dia sedih dan kecewa," ucap Merry dengan tersendat. Mencoba menelan pahitnya saliva kekalahan yang terpaksa masuk ke tenggorokannya. Peter tersenyum tipis, dia kembali menarik Jasmine yang masih juga belum peka akan situasi yang terjadi. Kepolosan dan kebaikannya, membuatnya tidak menyadari kebusukan macam apa yang sedang ibu Anna rencanakan. Baguslah wanita jahat itu mengalah. Jangan harap, kau akan mempermainkanku seperti ibuku. Aku tidak perduli siapa dirimu, jika kau berani menyakiti Jasmine ku. Kau akan lihat seberapa kejamnya Peter putra Alexander. "Peter. Kau tidak sopan!" sungut Jasmine sambil mengikuti langkah besarnya. "Ajari aku sayang." jawabnya membuat Jasmine mendengus kesal. Bukan itu jawaban yang dia mau. "Ih, Kau menyebalkan!" sungutnya. "Tapi kau Cinta kan ... " Jasmine memilih diam. Peter akan selalu memenangkan perdebatan, jadi untuk apa dia repot-repot melawan. Beradu argumen dengannya hanya akan membuat perutnya lapar. Anna sudah menunggu mereka di mobil. Senyuman tipis nampak di wajahnya. "Seharusnya kau ikut untuk meramaikan suasana, " ucapnya begitu Jasmine masuk ke mobil dan duduk di depan. Di samping Peter karena Peter mendudukkan Anna di jok belakang. Mobil pun melaju meninggalkan halaman Mansion yang sempat terjadi ketegangan. Jasmine mendesah lega. Dia salah sangka. Ternyata Peter tak melupakannya. Bahkan Peter sampai berdebat dengan ibu Anna karna dirinya. Dia merasa bersalah karna sudah memaki dan merencanakan sesuatu yang buruk untuknya. Sayang, kita koreksi rencana tadi. Ayahmu tak melupakan kita, jadi kita harus membuatnya senang. Kau tau, dia ayah terbaik di dunia. Usia kehamilannya sudah menginjak 5 bulan. Perutnya semakin besar dan dia tidak akan bisa terus menutupinya dari Peter. Entah harus pada siapa dia berkeluh kesah? Dia tidak mungkin menceritakannya pada ibunya. Mengingat ibu dan ayahnya sedang berlibur dan heboh nya mereka jika sampai tau. Apalagi Ayahnya, pasti Maxime akan langsung meluncur ke Paris dan mengucapkan selamat pada putra kesayangannya itu. Jika di pikir-pikir, takdir hidupnya dan kedua orang tuanya bisa di bilang, Aneh, unik, ekstrem, rumit dan entah apalagi sebutannya. Bertemu secara kebetulan, merasa saling terikat, mengalami sebuah tragedi hingga terpaksa berpisah dan kembali di persatukan oleh Cinta. Ya, benar. Cinta yang menyatukan mereka. Tak perduli sekuat apa tembok yang memisahkannya, lambat laun kekuatan Cinta dengan jalan takdir Tuhan akan merobohkannya. "Sudah sampai," lirihan Peter membuat Jasmine tersadar dari lamunannya. Mereka sampai di sebuah taman kota dengan kafe yang berjejer asri di sekelilingnya. Jasmine tersenyum senang. Dia lekas membuka pintu dan turun lalu membuka pintu belakang mobil yang di tempati Anna. "Aku akan membantumu," ucapnya sambil mengulurkan tangan hendak memegang tangan Anna. "Tidak perlu Jasmine. Ada Peter, lagi pula kau tidak akan kuat menggendongku," jawab Anna. "Oiya, kau benar." Jasmine melangkah mundur. Membiarkan Peter mengangkat Anna lalu meletakkan Anna di kursi rodanya. Mereka berjalan beriringan. Peter yang Setia mendorong kursi roda Anna dan Jasmine yang melangkah sambil menunduk di belakangnya layaknya bodyguard. Cemburu. Jasmine kembali merasakannya walaupun tak seharusnya. Sudah selayaknya Peter melakukannya karna keterbatasan fisik Anna yang sekarang. Mungkin suatu saat nanti, Anaknya benar-benar tak ingin lepas dari Ayahnya. Mengingat masih di dalam kandungan saja, sudah seperti ini kehebohan yang di ciptakannya. Grep! Jasmine harus kembali dibuat terperangah bercampur kesal. Harus berapa kali dia bilang? Pahamilah situasi dan kondisi sebelum Peter memeluknya. Peter bahkan seenak jidat merengkuh pinggang nya. Dan dengan terpaksa dia memilih diam saja atau Anna akan curiga jika dia kembali membuat kegaduhan dengan protes atas ke tidak setujuannya. Orang-orang yang melihatnya pun, ada yang tersenyum samar dan ada pula yang mendengus tak suka. Mungkin sebagian mereka menganggap, ini adalah kisah Cinta segitiga, di mana dirinya adalah tokoh wanita utama yang selalu mengalah dan sebagian lagi, menganggapnya adalah tokoh antagonis, sang perebut kebahagiaan wanita lainnya. Peter membawa mereka duduk di sebuah kafe dengan rerimbunan pohon yang rindang, "Kalian ingin memesan makanan apa?" tanyanya setelah memanggil seorang pelayan. "Aku ingin pasta!" ucapnya pada pelayan yang tak melepaskan pandangan darinya. "Aku juga ingin pasta sepertimu. Dan minumnya, aku ingin Green tea saja," jawab Anna sambil menyentuh tangan Peter yang elegant di atas meja dengan jam tangannya. Peter menarik tangannya. Takut-takut jika Jasmine sampai melihatnya dan kembali murung. Dia tau Jasmine sudah berubah drastis. Dia menjadi sangat sensitif dan dia yakin sesuatu sudah terjadi. Hanya saja, Jasmine merahasiakannya dan dia akan segera memastikannya. Tapi pemikiran nya salah. Jasmine malah sedang menatapi gambar makanan yang sedang di pegang oleh salah seorang pengunjung di sampingnya. "Jasmine, kau ingin memesan apa?" tanya Peter "Aku ingin Ayam panggang yang di potong kecil-kecil dan di beri bumbu hitam seperti gambar di sana!" jawab Jasmine dengan semangat bahkan sampai menahan nafas. "Namanya sate. Dan Itu bumbu kacangnya Nona," jawab pelayan itu sambil terkikik geli, "Lalu Anda ingin minum apa?" Jasmine nampak menimbang-nimbang lalu ... "Aku ingin Es krim 5 rasa. Coklat, Strawberry, Anggur, Vanila dan pisang," jawabnya dengan gusar. Ingin cepat-cepat menikmati varian 5 rasa itu meleleh di mulutnya. "Anda hamil ya Nona?" Celetukan pelayan itu sontak membuat Peter dan Anna menoleh pada Jasmine bersamaan. Sorot mata mereka meminta penjelasan darinya. Apalagi Peter yang sepertinya ingin langsung memberondong nya dengan sejuta pertanyaan beracunnya. "Eh, tidak. Aku memang suka makan. Lihat, aku gendut kan?" Jawab Jasmine dengan cengiran khas mati kutunya. Apa-apaan pelayan itu? Dapat ide dari mana menyimpulkan kondisinya yang memang benar tengah berbadan dua? Pelayan itu pun pergi. Jasmine memilih melarikan tatapannya pada sekumpulan anak kecil yang asyik bermain di depan sana. Sehat terus ya sayang. Pada saatnya nanti, kami akan menemanimu bermain di sana, batinnya sambil mengusap lembut perutnya. Tak lama, pesanan pun datang. Dan mereka makan dengan lahap, terkecuali Peter yang memfokuskan objek pandangnya pada Jasmine yang semakin menunjukkan gelagat keanehannya. Aku akan membuktikan jika kau salah sudah merahasiakannya dariku, Jasmine. **** Hari sudah malam. Peter sudah mengantarkan Anna dan saat ini sedang menuju jalan pulang. Jasmine sudah terlelap di sampingnya. Benar saja. Nafsu makan Jasmine bertambah 2x lipat. Di kafe tadi saja, tangannya harus merasakan kekejaman sendok, karna berniat mencicipi makanan bernama sate yang dipesannya. Kau hanya belum tau siapa aku. Aku THE KING'S OF THE WORLD. Jangankan rahasiamu, rahasia dibalik rahasia masa lalu orang tua kita yang sudah 22 tahun lamanya bisa aku bongkar. Apalagi rahasiamu sayang? Besok. Tampa persetujuan mu, aku akan membawamu ke dokter dan mengetahui semuanya. Lihat saja nanti...
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD