Bab 5 I’m Just a Little Girl

1534 Words
            Hujan mengguyur bumi asrama sejak semalam. Menyisakan dingin yang membuatku mematikan AC di atas kasur. Sejak semalam Kak Erlan tidak pulang. Kelihatannya dia sibuk sekali akhir-akhir ini. Kudengar memang akan ada kunjungan Pangdam ke kesatuan ini. Sebenarnya Mbak Rahman menyuruhku untuk ikut di kegiatan kunjungan. Namun, apa daya demam tinggi melandaku sejak kemarin. Akhirnya, aku disuruh untuk istirahat saja di rumah.             Kubuka mataku yang berat ketika sebuah suara ketukan terdengar dari pintu depan. Dengan cepat kukenakan jilbab katun untuk menutupi rambut panjang lurusku. Agaknya aku mulai terbiasa menutupi auratku. Kulangkahkan kakiku yang lemas ke pintu depan. Siapa gerangan yang mengetuk pintu? Mataku menangkap sosok yang sangat menyebalkan itu. Dia terlihat cantik dengan balutan jilbab pita besar. "Masuklah!" ujarku pelan pada Kak Nindy yang membawa sebuah tas plastik. Kak Nindy masuk ke dalam ruang tamu rumah dinas yang selalu rapi ini. Aku sempat melirik pada Pak Amir, supir keluarga yang mengantar Kak Nindy. "Kata mama kamu sakit. Aku ke sini untuk mengantar beberapa lauk matang. Mama tidak bisa ke sini karena sibuk kunjungan ke Manado," ujar Kak Nindy kalem yang tak kutanggapi. Aku membuang tatapanku ke arah lain. "Dek, kamu tidak ke dokter saja? Kamu sangat pucat." Kak Nindy berusaha menyentuh dahiku. Namun, aku mengibaskan tangannya halus. "Tidak usah sok perhatian, Kak. Kak Nindy yang membuat hidupku seperti ini," vonisku. Dia menunduk. Sesaat kemudian, kudengar tangisnya. "Sampai kapanpun kamu tidak akan bisa memaafkan Kakak ya, Dek? Kesalahan Kakak padamu memang besar," ujar Kak Nindy sendu. Aku tak mau menoleh ke arahnya. "Gimana bisa aku segampang itu maafin orang yang sudah menghancurkan masa mudaku, Kak. Gak!" sahutku keras. Kak Nindy berlutut di depanku. "Dek, Kakak tidak pantas meminta maaf padamu. Kesalahan Kakak memang besar, Dek" ujar Kak Nindy sambil memijat-mijat lututku. Aku masih tak mau memandang wajahnya. "Kak, bayangin dong perasaanku! Aku jadi tumbal keluarga kita. Aku masih ingin senang-senang dengan duniaku. Aku masih ingin kuliah sampai S2. Aku masih ingin kerja. Kenalan dengan lelaki sana sini. Aku masih ingin liburan tanpa beban. Dan Kakak sudah hancurkan itu semua! Kakak sudah hancurkan masa mudaku dengan keegoisanmu!" teriakku makin keras.  "Mana ada yang mau nikah dengan lelaki seperti itu, Kak? Siapa yang mau menikah dengan cara seperti ini? Kamu saja tidak mau kok!" ujarku kembali menyindirnya. Kakak Nindy berusaha memelukku.  "Maaf Dek. Maafkan Kakak, Sayang," ucapnya berulangkali.  "Gak semudah itu, Kak!" ujarku lemah. Kak Nindy tak lagi memaksaku. "Kakak tahu kesalahanku sangat fatal, Dek. Kakak cuma berharap kalau Kak Erlan adalah yang terbaik untukmu. Kakak selalu berdoa semoga pernikahan ini suatu hari nanti adalah pernikahan impian kalian. Yakinlah Dek, Allah sudah menggariskan semua ini," ucap Kak Nindy pelan. "Gak usah ceramahi aku, Kak. Allah itu menghukumku karena ketidaktaatanku selama ini!" "Sssttt, jangan mengolok Allah, Sayang. Itu dosa besar. Allah sebaik-baiknya penolong," ucapnya sesaat sebelum berpamitan pergi.             Aku menangis sejadinya. Ya Tuhan, ampunilah hambaMu ini. Banyak sekali dosa dalam lisan dan ucapkanku. Jika memang pernikahan ini adalah hukuman, maka akan kuterima sebagai pelebur dosaku. Aku cuma seorang gadis kecil di duniamu yang besar ini, Tuhan. Aku cuma seorang gadis kecil di pernikahan ini, Tuhan. Aku tak dewasa. --- "Ckck, seharian kamu ngapain saja. Kok rumah sampai berantakan?" seloroh sebuah suara yang berasal dari Erlan.             Kapan masuknya makhluk satu ini? Tahu-tahu sudah menyindir. Aku hanya diam sambil memaksa tubuhku membereskan barang-barangku dari ruang TV. "Lagian, kamu manja sekali sih. Minta kiriman makanan dari rumah segala. Makanya belajar masak sana. Jangan cuma tidur saja kerjamu!" ucapnya dingin. Aku tak tahan lagi! Kubanting remot TV yang sedang kupegang. Dia menoleh dan melirikku tajam. "Udah ngomelnya? Udah marahnya? Kakak tuh gak ada kerjaan lain selain marah ya? Kakak tahu gak sih, aku itu sakit sejak kemarin sore. Sampai aku minta izin ke Mbak Rahman karena tak ikut kegiatan di depan. Apa kamu peduli? Sejak malam saja, kamu gak pulang! Apa kamu tahu sejak kemarin aku gak makan apapun. Aku cuma minum air mineral. Roti juga gak ada. Pedagang makanan juga gak ada yang lewat. Mau telepon kamu, aku gak berani," uraiku marah sambil menurunkan air mataku sederas-derasnya. Air mataku yang tertahan semenjak aku dinikahinya pun tumpah.             Air muka Erlan berubah. Wajah dinginnya mendadak lemas. Seperti seorang tahanan yang merasa bersalah. Dia kemudian meraih tangan dinginku. Disentuhnya dahiku dengan tangan besar halusnya itu. Aku menampiknya. Aku tak butuh dirinya yang sok perhatian. Gak usah sok baik padaku. "Sepuluh, tidak boleh ada kontak fisik yang tak perlu!" sahutku lemah sambil beranjak pergi. Langkah beratku kupaksa keluar dari rumah dinas ini. Aku sempat menyapa danyon yang kebetulan sedang lewat dengan mobilnya sebelum pandanganku gelap tak bersisa. --- "Nabilla? Bel?" panggil sebuah suara yang membuatku memaksa mataku terbuka.              Hidungku mulai menghirup aroma minyak kayu putih yang menyengat. Kulihat wajah Erlan sudah cemas duduk di sebelahku. Aku mengerjapkan mataku agar terasa jelas. Kupaksa tubuhku untuk duduk bersandar. "Jangan bangun kalau kamu pusing, Bel," ujarnya pelan sambil membantuku bangun dari tidur. "Tidak boleh ada kontak fisik yang tak perlu!" tolakku hendak mencabut jarum infus yang menempel di tanganku. "Jangan dicabut! Kamu mau darahmu kemana-mana? Gak usah ikutan sinetron deh!" ujarnya judes. Hem mulai lagi! "Maaf, maksudku jangan cabut infusmu. Kamu membutuhkan ini karena malnutrisi. Kamu mau makan untuk memulihkan tenagamu?" ralatnya sedikit lunak. "Nanti aku bisa makan sendiri kok, Kak." Kata-kataku terdengar malu dan sungkan.  "Ya udah. Kalau gitu kamu istirahat saja. Kalau butuh apa-apa telepon saja. Aku memang sibuk di depan. Tapi, kuusahakan untuk merawatmu juga," ujarnya pelan. "Untuk apa merawatku?" sahutku pendek. "Ya iyalah harus, Bel. Aku ini suamimu. Salah satu kewajibanku adalah merawat dan menjagamu. Walau kita menikah tanpa cinta, setidaknya aku menikahimu atas nama Tuhan. Aku tidak mau berdosa karena membuat istriku menderita." Kata yang diucapkan Erlan bagai fatamorgana. Kalimat itu mampu membuatku percaya bahwa dia suamiku walau untuk sesaat.             Nabilla oon, sadar dong kalau dia itu cuma jaga nama baiknya saja. Ingat gak sih tadi kamu pingsan di depan danyonnya! Pasti sikap baiknya tadi hanya berdasarkan alasan supaya kamu gak marah lagi. Supaya gak ada pertengkaran di antara kalian lagi. Pasti dia gak mau nama baiknya tercoreng di depan komandannya. That's it! Hatiku berteriak menyadarkanku. Ya ya ya. Di antara kami belum ada hal yang dinamakan perhatian. ---             Aku berhasil menguasai meja makan ketika rumah sepi. Kuisi perutku sekenyang-kenyangnya dengan masakan mama yang dibwakan kakak jahat. Sate padang, balado telur, sayur sop brokoli, dan beberapa potong rolade sapi berhasil masuk ke perutku. Rakus benar diriku. Ah biar saja. Lagian kesedihanku karena Kak Nindy dan sikap Erlan mendadak terlupa untuk sesaat dengan potongan makanan itu.             Aku juga bebas memberantakkan ruang makan rumah ini. Kesempatan mumpung gak ada Erlan yang super duper rapi itu. Kalau ketahuan juga aku bisa memasang wajah melas dan lemas. Sudah terbukti kalau dia tak tega melihatku sakit. Hihihi.             Setelah puas mengacak-acak ruang makan, aku duduk selonjoran di ruang TV. Masih dengan infus yang melekat di tangan sebenarnya. Ya, infusnya masih setengah botol. Aku juga takut melepasnya karena nanti darahku bisa keluar ke mana-mana seperti kata Erlan, ngeri.             Mau apa ya setelah perutku kenyang? Tidur juga tak bisa lagi. Tunggu, bukannya kata Dea, Erlan sempat mengunggah video pernikahan kami di instagramnya. Benar gak sih? Akhirnya, aku memuaskan rasa penasaranku dengan membuka instagramnya lewat ponselku. "Serius ini akunnya Erlan? Wah followernya sampai ribuan. Selebgram gitu ceritanya!" gumamku nyaris tak percaya ketika melihat akun bernama Airlangga Handojo itu.             Akun itu bertaburan love alias like bertubi-tubi dari para gadis penyuka tentara dan sejenisnya. Iyalah secara dia suka mengunggah fotonya ketika berseragam kok. Banyak sekali fotonya mulai dari foto ketika masih jadi taruna hingga dia menjadi perwira muda. Banyak juga foto ketika bersama kawan karibnya. Gak nyangka kalau sosok seperti dia punya teman juga. Dia bisa juga ya tertawa lepas seperti ini? Bisa ketawa model gitu lagi. Banyak yang tak kutahu tentang lelaki ini.               Mulutku tiba-tiba hanya bisa melongo melihat isi instagramnya. Mengapa bisa ada fotoku ketika mengantuk di ruangan danyon saat pengajuan? Foto itu bisa ada di akunnya! Kapan dia memotretku? Padahal aku saja tak sadar dengan foto itu. k****a caption di bawahnya 'My sleepy baby'. Hah? Bayiku yang mengantuk? Aku? Bayi? Bayinya dia? Dia gak habis kesamber petir kan? Foto itu diunggah di tanggal sehari setelah pernikahan kami.             Foto selanjutnya adalah foto candid saat aku sedang mencomot buah stroberi di hari pernikahan kami. Aku sedang berhadapan dengan mama yang menyodoriku sepiring buah asam manis itu. Aku memang sedang melahapnya dengan cepat saat itu. Maklum aku tegang karena pernikahan itu hingga hanya buah yang bisa kutelan. Di bawah fotonya ada caption yang tak kalah membuatku tersedak, 'An Adorable Bride and Her Strawberry'. Uhuk. Rasanya aku gagal napas. Ini beneran akun milik lelaki itu kan? Milik lelaki cuek, judes, menyebalkan itu kan?             Sebuah video pernikahan kami juga ada di deretan bawah setelah foto-foto konyolku. Benar kata Dea, dia memang langsung mengunggah potongan video pernikahan kami. Aku sempat garuk-garuk kepala melihat tingkahnya. Serius dia melakukan semua hal manis ini? Serius dia mengakui pernikahan ini?             Apalagi dengan caption di bawahnya yang makin membuatku kepedean. 'Finally I found you’. Kupinta kehadiranmu dalam setiap doaku. Inilah jalan yang tak disangka untuk menemukanmu. ‘Hey you, my wife, my girl, my everything, my partner in crime'. Begitu tulisnya. Manis bukan? Serius ini ketikan tangannya? Beneran dia sendiri yang melakukannya? Serius ini si judes Erlan itu? Hah? ***    Bersambung...
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD