Bab 13

1044 Words
Persahabatan bagiku bukan hanya sekedar sampai akhir hayat, tapi aku ingin persahabat itu sampai kelak di JannahNya. Bukankah terasa indah saat kami bersahabat sampai kelak menuju surganya? Aku memang bukanlah perempuan yang salehah, aku hanya perempuan di akhir jaman, di mana fitnah terhadap perempuan begitu kian merajalela. Ya pernahkah kalian mendengar bahwa sebagian besar pengikut Dajjal adalah perempuan? Naudzubillahiminzalik semoga kita terhindar dari golongan tersebut aamiin. "Ayra? Besok minggu ada acara amal kan?" aku menghentikan tulisanku kala Anisa melemparkan pertanyaan padaku. Anisa dia adalah salah satu sahabatku dan juga salah satu owner di organisasi Sahabat Muslimah yang kami dirikan bersama. Ya seperti tulisanku aku ingin sahabat sampai surga bukan hanya sahabat di dunia. "Iya, Nisa, semua sudah disiapkan tapi ...," aku tidak melanjutkan ucapanku membuat Anisa menaikkan satu alisnya tanda dia menunggu kelanjutan dari ucapanku. " ..., aku tidak bisa ikut." Lanjutku dengan raut muka sedih. Kembali ku alihkan wajahku pada laptop yang ada di depanku. "Kenapa tidak bisa ikut? Ayolah Ay kita sudah merencanakan ini jauh-jauh hari, tidak mungkinkan kalau kamu malah nggak hadir?" Anisa menghempaskan dirinya di kursi kosong di samping kursiku. "Minggu ini calon suamiku mau datang Nisa, dan aku dilarang keluar rumah. Aku bingung." Rasanya mau nangis sebenarnya di saat acara sudah di depan mata tapi malah dianya datang. "Gantian kamunya dong yang nggak mau ketemu. Dianya aja selama ini sok sibuk dan terus batalin janji, padahal kamu udah luangin waktu buat dia." Nisa tahu betul bagaimana penasarannya aku untuk bisa bertatap muka dengan calon suamiku ini, kami ta'aruf dan belum pernah ketemu. Aku tak ingin menyesal setelah menikah kalau belum pernah melihatnya meski sekali. Kata Abi dan Umi dia memang soleh dan sopan, agamanya bagus dan juga hafiz quran. Tapi kan aku ingin paling tidak melihat wajahnya. "Iya sih, tapi Umi bilang dia mau datang ke rumah minggu ini." "Terus kamu mau nggak pergi ke acara amal kita cuma karena mau bertemu dengan sosok yang belum jelas itu?" Nada suara Anisa sudah mulai kesal. Ya mau gimana yaa aku sendiri bingung. "Aku bingung Nisa, kasih solusi dong~." Pintaku seraya menutup mukaku dengan kedua telapak tangan yang kutumpukan di atas meja. "Baiklah mending kamu bilang sama Abi dan Umi kalau lelaki itu mau ketemu kamu, dia suruh aja datang ke acara amal kita dan kita liat bagaimana dia di sana. Bagaimana intraksi dia bersama anak-anak di sana." Aku mengoba menimbang usulan dari Anisa, apa ia Umi setuju dan juga apa dianya mau ketemu di tempat amal? Kalau nggak mau dan Umi nggak setuju gimana? Gagal dong rencana? "Kalau dia nggak mau?" "Fix dia bukan calon yang baik buat kamu." "Kok gitu?" "Gini ya Ayra cantik. Kalau dia lelaki yang baik dan soleh harusnya dia suka acara amal seperti ini, dan mungkin bakal antusias, karena ini termasuk ajaran dalam islam yaitu berbagi." "Tapi kalau dia sibuk gimana?" Belaku tanpa sadar membuat Anisa menatapku jengah. "Kalau dia sibuk ngapain dia mau ketemu sama kamu?" "Iya juga sih," galau dah hatiku ini, antara ingin bertemu calon masa depan atau calon bekal surga. "Jadi ...?" "Baiklah aku akan bilang sama Abi dan Umi. Makasih Nisa cantik, love youuu." "Ayra, nanti malam kan ada pengajian tu di sekitar komplek gimana kalau kita minta tolong panitia buat galang dana untuk tambahan acara minggu?" "Apa nggak mendadak?" "Ya mendadak sih. Tapi aku baru kepikiran, dicoba dululah gimana?" "Baiklah kita coba tanya panitianya, kebetulan aku kenal salah satu panitianya." "Sekarang?" "Mau bolos, Buk?" kami akhirnya terkeekh berdua karena pertanyaan absurd dariku, "Mau sambung ayat?" "Boleh, masih ada dua puluh menit sebelum masuk kelas kedua." "Surah apa?" "Ash-Shaffat, gimana?" "Boleh, baiklah yuk kita mulai." "Yuk, Audzubillahiminas syaitanirojim, Bismillahirahmanirrahim. Wash-shoooffaati shoffaa" "Faz-zaajirooti zajroo" "Fat-taaliyaati zikroo" "Inna ilaahakum, lawaahid." "...." *** Wahai Sahabat Muslimah yang saya sayangi, mari berteladanlah kita pada para sahabat Rasulullah yang setia dan bersama-sama masuk surga. Tidakkah kalian ingin memberikan syafaat bagi sahabat-sahabat kalian yang kalian sayangi? Wahai Sahabat Muslimah, teringat aku kembali dalam sebuah surah dalam alquran yang artinya "...Berkatalah salah seorang di antara mereka; "Sesungguhnya aku dahulu (di dunia) mempunyai seorang teman" (Surah ash-Shaffat [37]: 51). Masya Allah tidakkah kalian ingin diingat sahabat kalian di dalam surgaNya? Kalau saya tentu sangat ingin. Sahabat Muslimah kelak saat tidak kau temui aku diantara sahabatmu di dalam surga, ingatlah aku dan pintakan pada Allah untuk sahabatmu yang belum solehah ini untuk bisa bersama kalian di surgaNya. Aamiin Sahabat Muslimah sahabat itu bukan sekedar dia yang ada saat kamu selalu bahagia dan senang tapi dia yang mempu membuatmu tersenyum dan bangkit kembali kala kamu sedang sedih dan terpuruk. "Akhirnya selesai juga." Aku kembali membaca tulisanku, mana tahu ada yang typo dan salah, menjadi penulis memang jadi salah satu cita-citaku dan Non Fiksi menjadi salah satu pilihanku untuk menuangkan apa yang ada dalam setiap pikiranku. Terkadang saat down tidak ada ide pasti ada saja tingkah sahabatku yang membuatku kebanjiran ide. Sama seperti tadi siang saat sambung ayat, aku baru sadar bahwa ada salah satu ayat yang menyinggung masalah persahabatan. Taraa ... jadilah tulisanku barusan. "Ayra sayang, makan yuk?" terdengar suara Umi dari balik pintu kamarku. Kulirik jam di meja belajarku, sudah setegah delapan malam rupanya. "Iya, Umi, Ayra akan segera turun." Kumatikan laptopku setelah aku save file tulisanku dan mengambil hijab yang ada di atas tempat tidur. Sesampainya lantai bawah, kudengar Abi sudah bercengkrama dengan Danish, adikku. "Jalan tu jangan sambil ngelamun, kak. Jatuh lho nanti." Suara Danish menyadarkanku dari lamunan panjang. "Hehehe, Alhamdulillah nggak kok, Dek. Umi apa yang bisa Ayra bantu? "Tu kamu bawa pepes Ikan sama sayur tempenya ya, hati-hati sayurnya panas." "Siap Umi." Dengan cekatan aku membawa sayur dan juga lauk ke meja makan, menu kali ini kesukaan Adikku semua, ada sayur Tempe sama Tahu dimasak pedas dan juga pepes Ikan, nyamii. Makan malam kali ini terasa lengkap karena semua anggota keluarga berkumpul, tapi tetap saja Umi mengingatkan bahwa besok aku harus menemui calon suamiku di tempat amal.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD