Bab 14

780 Words
Pikiranku melayang saat dulu aku pernG berta’aruf dengan salah satu anak dari teman Abi, namun ternyata takdir berkehendak lain, dia menikh dengan Anisa sahabatku. Lucu memang kalau hal itu diingat kembali, tapi itulah jodoh dia akan datang dan bertemu dengan jalan yang tidak di sangka-sangka. Siapa mengira bahwa Adnan nama dari mantan calonku dulu pernah menyukai Anisa dalam diam. Namun karena baktinya pada orang tua dia menyerah pada Anisa, tapi kekuatan doa sepertiga malam memang luar biasa. Allah bukakan kebenaran sampai kita di buat terharu atas keajaban itu. Benar memang saat kita iklaskan sesuatu maka bisa jadi hal itu kembali pada kita. Masya Allah maha suci Allah yang membuat skenario luar biasa untuk umatnya. Gini akan tiba giliranku untuk menjalani kisah bersama dia yang Allah kirimkan padaku saat ini. Semoga doa sepertiga malamku terizabah oleh Allah. Tapi itu nanti dulu saja dipikirkan, saat ini lebih baik aku mengurus masalah ini dulu. Aku harus cari tahu siapa yang sudah curi desain ku. Tidak mungkin desainer itu bisa tahu sedetail itu, pastinya dia membaca data yang ada diketerangan foto itu. Apa sebaiknya aku abaikan saja? Biarkan kuasa hukum abi yang bergerak tapi,apakah akan disebut penakut kalau aku seolah lari begini? Tapi masalahnya aku juga harus kembali “Astagfirullah, kenapa aku jadi mengeluh dan melamun begini sih? Kan aku punya Allah?” “Ada apa, kak?” Ayra menoleh menatap sang adik yang entah sejak kapan ada di depan pintu kamarnya. “Ehh Dek? Nggak papa kok cuma tadi teringat aja kalau kita nggak boleh ngeluh kan? Sejak kapan kamu di situ?” “Sudah sejak tadi. Jawabnya santai seraya masuk dan duduk di ranjang. “Kok nggak kaka nggak ngeh?” Dia melirikku dengan senyum mirinya sebelum menjawab. “Kan melamun. Memang ada apa sih?” sindirnya. Membuatku mencebikkan bibir. Namun tetap kujawab juga pertanyaan darinya. “Masalah desain baju kemarin dek yang viral itu?” “Oh, kan sudah diurus abi?” “Iya sih tapi kan kesannya mbak diam saja dan nggak ada pergerakan apa-apa.” “Itu kan sudah termasuk pergerakan? Nggak harus kakak yang turun tangan kan? Lagian dia saja nggak ada konfirmasi apa-apa. Sudah jelas salah kan?” “Iya juga sih,” “Kakak mendingan fokus sama pondok di Wonogiri, kasian santri di sana. Masalah baju biarlah abi dan kita di sini yang urus. Percaya deh Allah akan kasih jalan kok. Kata orang jawa bilang Gusti Allah mboten sare (Allah tidak tidak tidur). Danish paham kakak tu orangnya tidak suka ada masalah tapi yang namanya manusia pasti selalu hidup berdampingan dengan masalah, tinggal bagaimana kita menyikapinya saja. Lagian kakak bukannya ada yang harus di urus juga di Wonogiri? Fokus satu aja jangan dua-duanya kakak tanggung sendiri.” “Makasih ya, dek. Kamu always tahu apa yang kaka fikirkan. Kakak akan segera kembali kok. Paling besok atau lusa,” Danish memang selalu paham apa yang aku pikirkan. Dari kecil kita sudah sama-sama, mungkin itu yang mwnjadi dasar dia tahu aku banget. “Kamu sendiri bagaimana?” lanjutku bertanya padanya. “Aku?” “Iya, kata Abi kamu ada mau taaruf?” “Nggak jadi.” “Why?” “Sudah didahului orang.” “Gagal dong?” “Ya kalau kita pandang dari sisi manusia iya itu namanya gagal, tapi kalau kita pandang dari sisi Allah itu adalah cara Allah memberitahukan pada kita bahwa dia bukan jodoh kita, Danish juga sudah salat istikharah jadi Danish anggap itu jawaban Allah dari doa Danish.” “Masya Allah, adik kakak emang sungguh dewasa. Kakak jadi nggak percaya kalau kamu masih 20 tahun.” “Dewasa nggak bisa dilihat dari umur, kak. Nyatanya kakak duapuluh satu tapi kalau sama abi dan umi berapa adan ABG.” “Yeeee malah ngejek kamu tu ya.” ucapku seraya menjitak. “Oh ya gimana kalau kamu ikut kakak? Siapa tahu di sana nemu jodoh? “Hush nggak usah urus percintaan Danish, kakak sendiri gimana kabar percintaannya?” “Issh kamu tu ya di tanya balik nanya.” Kucubit lenngannya membuat dia meringis, mungkin merasakan sakit akibat cubitanku, tapi sama sekali dia tidak ada niatan membalasnya, padahal dulu saat kecil dia tu aula banget jahil sama aku. “Lha kan bener pertanyaannya.” “Ya bener tapi kan kita nggak bahas itu.” “Kakak duluan yang mulai kan?” ucapnya nggak mau kalah sama sekali. “Iya-iya, baiklah jangan bahas itu lagi, kita bahas lain aja.” Mendingan dari pada makin emosi.. “Bahas apa?” “Masa lalu?” “Buat?” “Di kenang.” “Maaf, Danish ambil hukum bukan sejarah.” “Apa hubungannya?” “Iya kan kata kakak kita bahas masalalu untuk mengenang. Sedangkan aku sendiri nggak ambil sejarah jadi ya nggak ada yang bisa aku kenang.” “Ishh lebay banget sih, tinggal bilang aja nggak mau bahas masa lalu, pakai muter segala. Nggak efisien” “Kakak kan penulis wajar harusnya.” “Nggak begitu juga kali, dek.” “Sama.” “Enggak.” “Sama.” “Ini apa sih? Kok kakak sama abang nggak ajak-ajak kita?” “Bukan bahasan yang melibatkan anak kecil.” “Pelit.” Ucap adik ketigaku, keduanya masuk dan melemparkan diri ke ranjang. “Ya udah nanti berdua tidur disini?” tanyaku pada keduanya dan dengan cepat keduanya menggeleng. “Ya sudah kalian keluar kakak mau bobok.” “Yahhhhhh,” teriak ketiganya bersamaan. Menjadi cantik di antara tiga lelaki tampan ini memang hal yang luar biasa, kadang mereka memuatku terhibur. I love you my brother TBC
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD