Hari pertama memulai pekerjaan, banyak email yang ditujukan kepadanya. Puput mengatur semuanya dengan sangat baik. Skala prioritas diterapkannya tapi juga berhitung waktu. Setelah semua didata urutan pekerjaan yang harus dilakukan, pukul dua belas siang, ia mulai menggambar, memenuhi tuntutan klien besar dari seseorang yang dipanggilnya Budi.
Pukul tiga sore ia baru menyelesaikan rancangan yang disertai dengan keterangan lalu, segera mengirimkannya pada email Budi. Kemudian, ia mulai merambah pada pekerjaan lainnya, diselesaikan satu per satu dan baru selesai pukul sebelas malam dalam keadaan letih dan sangat kelaparan.
Hanya saja, rasa kantuk yang hebat menyerangnya. Puput berdiri kelimpungan. Ia menghampiri sofa kemudian tertidur pulas sampai mengeluarkan suara-suara aneh dari mulutnya. Ia mendengkur!
Terbangun pukul tujuh pagi dan terkejut melihat sosok lelaki sedang berdiri menatapnya. Lelaki tinggi berparas tampan dengan kulit putih bersih itu menatapnya dengan sorot mata heran. Ia dalam balutan jas berdasi dan celana lipit yang rapi, satu tangan berkacak pinggang tangan lainnya masuk ke dalam saku celana.
"Apakah kamu robot hingga tidak membutuhkan makanan sedikit pun? Apakah kamu sengaja agar jatuh sakit kemudian merepotkanku harus mengurusmu?" berondong pertanyaan Aldi kepadanya dengan nada penuh kekesalan.
"Sebentar, aku mengumpulkan nyawaku dulu. Siapa sih kamu? Pangeran dari negeri dongeng mana? Tapi ... bajunya ... Ah! Bapak! Ma-maaf ...," ujar Puput tergagap sambil melompat berdiri. Tapi, karena tubuhnya lemas, ia pun segera terjatuh kembali sambil memejamkan matanya.
"Heh, baru saja kubilang! Bibik!" teriak Aldi semakin merasa kesal pada wanita itu. Ia menerima laporan dari orang-orangnya kalau Puput terus bekerja tanpa makan dan minum sampai larut malam. Ia datang untuk mengecek hasil pekerjaan Puput.
Pria itu menghampiri meja yang dipakai Puput seharian kemarin dan duduk di atas kursinya. Pertama ia melihat email masuk yang belum dibuka oleh gadis itu. Email tersebut dari Budi yang bertemu dengannya di cafe. Aldi membuka email itu dan tersenyum puas setelah membacanya. Kenyataan bahwa pak Budi sangat puas dengan hasil kerja Puput, artinya, keuntungan besar bagi perusahaannya sudah di depan mata.
Tidak henti-hentinya Aldi merasa kagum melihat rancangan-rancangan Puput untuk klien-klien lainnya. "Sangat berbakat," gumam Aldi.
Ia melihat ke arah gadis itu yang kini sedang disuapi makanan oleh salah seorang pelayannya. Seketika Aldi merasa kesal lagi. Tanpa mengucapkan apa-apa, ia segera berlalu dari sana. "Dia hanya mengerjakan pekerjaan kantor dan lupa kalau rumah ini juga perlu diurus!" gumam Aldi sambil memasuki mobilnya, melesat meninggalkan mansion yang terletak dipinggiran kota tersebut, menuju ke kantornya.
"Non, kalau kerja ya dari pagi sampai sore, bukan sampai tengah malam dan lupa makan. Ini, minun air jahe gula merah," ujar Bibik yang tadi menyuapkan makanan kepada Puput.
"Aku baik-baik saja, Bik. Istirahat sebentar lima belas menit trus mau mandi. Kamar saya di mana, Bik?" tanya Puput merasa linglung.
"Mau ke kamar sekarang? Ayo diantar," sahut Bibik, wanita setengah baya itu terlihat telaten dan penuh pengertian.
Puput benar-benar lupa letak kamarnya, kemarin ia tidak terlalu memperhatikan karena sibuk mengagumi interior dari rumah besar dan mewah tersebut. Dengan patuh, ia mengikuti pelayan setengah baya itu ke luar ruang kantor pribadi Aldi.
Memasuki kamarnya, ia tersenyum melihat ruang wardrobe, di sanalah koper-kopernya berada. Puput melangkah ke sana hendak mengambil baju ganti dan pelayan itu mengikutinya.
"Non, biar dibantu dibereskan ya, Bapak bilang kalau Non lama di sini," ujar pelayan itu. "Lemari sini memang kosong, Non. Tapi, baju Non sedikit," lanjutnya, membuat Puput merasa sedih karena kehilangan satu koper besar di halte bis.
Gadis itu duduk di atas kursi tanpa lengan yang ada di ruangan itu, ia memilih pakaian dalam dan baju ganti, kemudian berkata, "Saya mandi dulu. Boleh tolong disiapkan jus buah kalau ada? Buahnya apa aja."
"Baik, Non," sahut bibik.
Puput berlalu dari sana, menuju kamar mandi dan mengunci pintu. Ia menghampiri cermin besar yang lebar. Terlihat wajahnya yang kuyu karena beban masalah. Kedua matanya yang kecil tampak sembab dan bengkak.
Hidungnya yang tidak mancung memerah, kulitnya putih pucat, secara keseluruhan gadis itu tidak bisa dibilang cantik, tapi menarik karena meskipun tubuhnya tidak setinggi para model tapi memiliki bentuk yang proporsional. Kelebihan fisik puput hanya terletak pada tubuhnya yang seksi.
Kini, ia menuju shower dan menyetel tombol air hangat. Mandi dan mencuci rambut membuat dirinya segar dan siap beraktivitas kembali. Yang dibutuhkan setelah ini adalah asupan makanan dan minuman yang bergizi, maka energinya akan kembali pulih dengan baik.
Mengenakan baju kantor, ia kembali ke ruang kerja dan mulai bekerja menyortir email serta membuat rancangan skenario untuk iklan televisi. Semua dilakukannya dengan cepat dengan hasil yang memuaskan.
Saat masa rehat, pelayan mengetuk pintu, mengingatkan dirinya agar segera turun ke bawah karena makan siang sudah siap. Puput keluar membawa laptop karena ia berencana membuka email pribadinya.
Sambil makan makanan yang terhidang, ia pun asik membuka email satu per satu dan semakin lupa pada sekitarnya. Email penawaran dari produk-produk fashion terbaru, semakin lama semakin ia tenggelam dalam pikirannya. Makanan yang masih tersisa banyak di piringnya terlupakan begitu saja.
Saat itu, ia begitu asik berkomunikasi dengan poto-poto scarf. Ia terua memandangi sebuah scarf berwarna orange dan kuning yang menyatu. ."Ya, kamu akan sangat cocok dengan kulitku, Oh ... berapa harga yang melekat padamu? Ah, delapan puluh dollar? God ... aku sangat menginginkanmu," gumam Puput dengan wajah yang sulit digambarkan.
Hatinya begitu bergejolak. Ia kemudian mengarahkan kursor pada kota bertuliskan 'buy' dan mengkliknya satu kali, kemudian, layar berpindah pada laman p********n serta diminta untuk mengisi alamat pengiriman.
Dengan gairah yang menggebu, ia memasukkan alamat mansion tersebut dan mengklik p********n dengan kartu kredit. Menunggu beberapa detik, pembayarannya pun ditolak.
"What?!" teriak Puput tidak percaya. Iq mengulang kembali dengan kartu kreditnya yang lain. Hasilnya sama, p********n tersebut di tolak. "Bukankah utangku dibayarkan oleh pak Aldi?" gumam Puput putus asa.
Kemudian, ia mengalihkan laman tersebut dan membuka browser baru kemudian mengecek tagihan-tagihan kartu kreditnya satu per satu. Sampai siang itu, belum ada satu p********n pun yang disetorkan pada pihak penyelia layanan kartu kredit. "Aarrggh!" teriak Puput putus asa.
Akibat dari keinginannya membeli scarf dan tidak kesampaian, suasana hati Puput menjadi buruk. Ia mengalami bad mood seharian, meski akhirnya bisa bekerja kembali tapi waktunya telah banyak terbuang sia-sia. Layaknya melakukan day dreaming sambil mengkhayalkan dirinya mengenakan scarf tersebut dipadukan dengan anting panjang bulat miliknya. Scarf itu akan cantik saat melilit pada lehernya yang jenjang dan putih.
"Aku akan segera membelinya!" seru Puput pada dirinya sendiri di depan cermin.
Tidak disadarinya, seseorang tengah melihat tingkahnya yang seperti anak kecil meminta mainan yang hilang. Lelaki itu menggelengkan kepalanya.
"Mana report yang saya minta setiap pukul tujuh sore?" Suara itu menghentak Puput untuk kembali pada kenyataan.
"Ah, Bapak. Aku terkejut!" seru Puput. "Bapak belum membayar utang saya," tegur Puput sambil cemberut.
"I don't care! Mana laporannya?" desak Aldi tidak sabar.
Puput terbelalak mendengar jawaban dingin dan tidak peduli itu. Darahnya terasa mendidih. Sambil melotot ke arah Aldi Puput menghentakkan satu kakinya tanpa mengucapkan apapun. Kemudian ia melangkah dengan gaya angkuh tanpa melepaskan pandangan kesalnya kepada lelaki itu dan melewatinya begitu saja, keluar dari ruang kerja, terus melangkah menuju kamarnya dan membanting pintu dengan keras.
"WHAT?! What the hell is that?!" seru Aldi terkejut setengah mati dengan sikap yang ditunjukkan oleh Puput kepadanya.