Pertengkaran

1660 Words
Tok Tok Tok Lelaki itu mengetuk pintu kamar Puput. Sesekali tangannya mengguncang-guncang pegangan pintu, lalu mengetuk kembali. Tidak ada jawaban, tidak terdengar suara langkah kaki menghampiri pintu. Kekesalan pada wajah lelaki itu semakin terlihat nyata. Ia berteriak memanggil kepala pelayannya yang tergopoh-gopoh menghampiri majikannya yang sedang marah tersebut. "Iya, Pak?" Wanita itu agak menunduk karena takut. "Ambil kunci, cepat!" kata Aldi setengah berbisik. "Baik, Pak," jawab Bibik segera berlalu dari hadapan tuannya. Aldi berjalan mondar mandir di depan pintu kamar Puput dengan gelisah. Kegusarannya harus segera ditumpahkan pada gadis itu. Tidak lama kemudian, Bibik kembali membawa satu rangkai kunci dan menyerahkan kepada Aldi sambil menunjukkan yang mana kunci kamar tersebut. Lelaki itu menerima kunci sambil mengangguk. "Pergilah," titah Aldi kepada Bibik. Wanita itu pun segera berlalu dari hadapan majikannya. Beruntung, kunci pintu tersebut memiliki sistem pengaman dua arah, meskipun dari dalam kunci tertancap pada lubangnya, dari luar kunci yang lain tetap bisa berfungsi untuk membuka pintu itu. Aldi masuk ke dalam kamar dan ia tidak melihat kehadiran wanita yang hendak di hardiknya. Melangkah perlahan ke arah dalam, ia mendengar ada kegiatan dari kamar mandi yang pintunya terbuka lebar-lebar. Aldi melongoj ke dalam kamar mandi dan terkejut melihat pemandangan di depannya. Gadis itu benar-benar telanjang^ bulat sedang melangkah hendak memasuki bathtub yang telah terisi air dengan buble putih di atasnya. Lelaki itu terpana melihat bentuk tubuh Puput yang sangat seksi dan menggoda. Ia nyaris tidak percaya dengan apa yang dilihatnya. Aldi segera menarik diri, jantungnya berdegup kencang. Sambil merasa limbung ia melangkah menuju tempat tidur dan duduk di pinggiran kasur. Sungguh ia tidak menyangka jika gadis yang tidak bisa dikatakan cantik itu memiliki tubuh yang aduhai, dengan pinggul bulat berisi yang sangat indah, pinggang ramping dalam garis meliuk tajam dan bagian d**a^nya yang ranum, sulit ia jabarkan dengan kata-kata. Setelah berhasil menenangkan diri, Aldi bangkit perlahan. Dengan mengendap-endap, ia pun keluar dari kamar tersebut dan menguncinya kembali dari luar. Kemudian, melanjutkan langkahnya menuju kamar pribadinya karena sesuatu mengembang di dalam celananya dan membuat ia merasa sesak. Ia membutuhkan kamar mandi segera. Puput tidak menyadari bahwa seseorang pernah ada di dalam ruangan itu bahkan melihatnya telanjang^. Dengan santai ia mengenakan mini dress, ia hendak turun ke bawah karena perutnya lapar. Hampir pukul sepuluh malam saat itu, meja makan kosong melompong. Puput beranjak ke dapur dan menghangatkan beberapa makanan secukupnya yang diambil dari lemari makan. Tidak lama kemudian, ia pun duduk di meja makan, melahap makan malamnya yang terlambat. Seorang lelaki mengenakan piyama masuk ke ruang makan dan terkejut melihat Puput tengah makan di sana, begitu pun, Puput juga terkejut melihat kehadiran Aldi yang tidak disangkanya berada di rumah itu, apalagi dengan mengenakan piyama. "Bapak?!" "Kamu?!" Ucapan tersebut diucapkan berbarengan. Tujuan Aldi ke sana untuk mengambil air putih yang tidak disediakan oleh pelayannya karena mereka tidak tahu kalau majikannya akan tinggal malam itu. Keduanya tampak canggung. Puput menghentikan kegiatan makannya, sementara Aldi masih terpaku di tempat, mendadak pikirannya kosong melompong dan hanya ketelanjangan gadis itu yang diingatnya. Melihat Aldi yang bersikap aneh, Puput menundukkan wajahnya, tapi ia tidak ingin menyudahi acara makan malamnya karena tidak tega harus membuang makanan. Perlahan ia tetap melanjutkan menyuap makanan ke dalam mulutnya. "Ehem, kemarin saya sudah tegaskan kalau tiap jam tujuh sore, kamu sudah harus mengirim laporan." tegur Aldi sambil melangkah ke arah lemari pendingin. "Kemarin saya sudah kerjakan tugas sebaik mungkin, tapi Bapak belum membayar tagihan saya," sergah Puput dengan nada pelan. Aldi menoleh kepada gadis itu dengan cepat. "Waktu kamu mulai kerja, gajimu turun sehari setelah kerja atau akhir bulan?" tanya Aldi tercengang mendengar protes Puput. Gadis itu pun terperangah memandangi wajah lelaki yang tengah menatapnya dengan tajam. Kesadarannya bagai tersengat. Seketika ia merasa malu, wajahnya memerah menyadari kalau dirinya memang salah. Aldi meletakkan botol minum di atas meja dengan kasar, membuat Puput terkejut dan merasa ketakutan. Ia pun menghentikan kegiatannya mengunyah makanan sambil menunduk. Lelaki itu menarik kursi dan mendudukinya. "Ada apa sih? Kamu tinggal di sini, free of charge, makan dan minum tidak perlu beli atau pun keluar, ada yang masak untukmu. Kamu hanya perlu kerja, kerja, istirahat, kerja lagi. Tiap jam tujuh harus sudah mengirimkan laporan! Dan ingat, bukankah saya memintamu untuk mengurus rumah juga? Kenapa tidak dilakukan? Atau, kamu lebih suka tidur di halte bis?" Aldi mengungkapkan kekesalannya dengan nada sinis dan dingin menusuk. Tidak ada jawaban dari Puput, ia hanya semakin menundukkan kepalanya, menjaga agar dirinya tidak melakukan gerakan apapun. Rasa malu bercampur dengan ketersinggungan karena ucapan Aldi yang kasar, membuat perasaan Puput menjadi tidak karuan. "Kenapa diam? Kemana sikapmu tadi yang menantangku dan membanting pintu rumahku?" Aldi semakin menyudutkannya. "Jawab! Untuk apa kamu butuh kartu kredit sampai lupa caranya beretika di rumah orang?" Kali ini, Aldi menggebrak meja karena habis sudah kesabarannya. Puput terlonjak kaget. Ia mengangkat wajahnya dan menatap Aldi dengan mata berkaca-kaca. "Cukup! saya memang salah! Mungkin saya sudah gila karena menginginkan Scarf orange seharga delapan puluh dollar! Tapi, saya tidak terima jika disudutkan seperti ini! Permisi!" seru Puput sambil berdiri dengan kasar dan berlalu dari hadapan Aldi yang lagi-lagi terkejut dengan keberanian gadis itu menghardiknya. Lelaki muda itu kehilangan kesabarannya. Ia memukul meja dengan sangat keras dan Puput menjadi sangat ketakutan. Ia pun berlari menuju kamarnya dan mengunci pintu sambil menangis. Keduanya sama-sama temperamental. Aldi terbiasa mengintimidasi dan memojokkan ketika marah sebaliknya Puput, jika marah akan bertindak diluar akal sehatñya tapi kemarahan mereka sama-sama cepat mereda dan melupakannya. Lelaki itu bangkit berdiri kemudian berbalik menuju kamarnya, ia melupakan botol air minum yang dibutuhkannya. Sambil menutup pintu dengan kasar, lelaki itu pun melompat ke atas kasur dengan geram. "Puput!" serunya kesal. Ia tidak habis pikir, bagaimana bisa ada orang yang berani marah, berteriak bahkan membanting pintu kepadanya? Di saat semua orang berlomba bersikap baik dan manis serta meminta hukuman ketika berbuat salah kepadanya. "Semua hanya karena selembar Scarf murahan!" pekik Aldi terheran-heran. Kemudian ia ingat kepada Lena, kekasih yang baru saja diputuskannya itu, meminta maaf sambil memohon-mohon. Sama sekali tidak bersikap menantang dan arogan. Tapi, justru ia merasa jijik pada orang-orang seperti itu. Sangat terlihat jika permohonan mereka tidak tulus. Puput adalah satu-satunya orang yang berani bersikap kurang ajar kepadanya. Gadis itu tidak sudi terus dipersalahkan apalagi dipojokkan meskipun itu adalah kesalahannya. Tapi ia baru tahu kalau gadis tidak tahu diri itu ternyata temperamental seperti dirinya. Tidak habis-habisnya lelaki itu menggelengkan kepalanya. Ia masih kesal karena laporan yang dimintanya tidak kunjung tiba pada emailnya. "Pupuut!" teriaknya lagi, semakin dipikirkan, semakin merasa kesal. Aldi tertidur membawa kemarahan di hatinya. Ia bahkan bermimpi buruk. Dalam mimpinya, Puput adalah seorang bos di mana dia bekerja, wanita itu sangat kejam dan sewenang-wenang tapi hanya kepadanya saja, dalam mimpi itu, Aldi menaruh dendam membara kepada Puput, hingga ia berusaha mencekiknya. Namun, keadaan terbalik, justru Puputlah yang akhirnya mencekik dirinya sampai ia merasa gelagapan dan terbangun dengan keringat bercucuran pada dahi dan lehernya. Terdengar napas yang tersengal-sengal. Lelaki itu sangat membenci mimpi busuknya. Ia bergidik ngeri membayangkan gadis itu berbalik menyerangnya. "Ah, s**t^! Apa dia aku usir aja dari sini? Tapi, siapa yang akan mengerjakan pekerjaan di saat semua tim kreatif pada gak becus kerja?" gumam Aldi kebingungan. Di penghujung malam itu, setelah berpikir panjang, Aldi mengambil keputusan. Ia akan mempertahankan Puput dan memecat tim kreatif yang tidak mampu bekerja, yang telah menelan anggaran begitu besar. "Heh, makan gaji buta semua!" pekik Aldi sambil mendengus kasar. Perlahan, ia tertidur kembali menjelang pagi, kali ini, tidurnya sangat nyenyak seolah tidak ada lagi beban pikiran yang menggelayutinya. Sementara di kamar lain, dengan bersimbah air mata, Puput berpikir untuk pergi dari mansion mewah tersebut. Baginya sudah jelas, lelaki yang selama ini menjadi bos besarnya di kantor adalah seorang pemarah dan senang membuat orang merasa bersalah. Sungguh sebuah karakter yang menjijikkan baginya. Sambil membereskan baju-bajunya dari lemari kembali ke dalam koper, ia hanya menyisakan tiga stel baju kerja, dua baju tidur dan pakaian dalam. Tidak mungkin ia pergi dakam waktu dekat ini. Selain masih ada pekerjaan yang belum tuntas juga ia harus memikirkan cara melewati pintu gerbang tanpa dihalau oleh tim keamanan di mansion itu. Baginya, tidak masalah jika ia pergi tanpa membawa uang sepeserpun dan Aldi tidak membayar utangnya. Demi harga dirinya, ia lebih baik sengsara daripada diinjak-injak orang lain, meskipun itu atasannya sendiri. Setelah menyimpan kembali koper dan tas travelnya ke dalam lemari bagian bawah yang luas. Puput menaiki ranjangnya. Ia menarik selimut sampai batas leher kemudian memikirkan berbagai skenario rencana untuk kabur dari rumah itu. Namun, tiba-tiba ia terduduk menyadari satu hal bahwa Aldi berada di mansion itu, satu atap dengannya. "Bagaimana bisa dia ada di sini? Bukankah dia bilang kalau masih tinggal sama orang tuanya? Ah, sial banget sih? Gimana mau kabur kalau ada dia?" gumam Puput putus asa. Perlahan, tubuhnya terjatuh ke atas kasur dengan tatapan mata nanar ke arah plafon. Saat itu, ia merasa putus asa dan mulai tidak menyukai Aldi. "Ya Ampun ... apa yang harus aku lakukan? Apakah tiap hari aku harus bertemu dan melihatnya? God, help me!" jerit Puput tertahan. "Tenang, Put. Kamu harus tenang, harus berpikir perlahan secara cerdas. Bukankah kamu butuh semua utangmu lunas? Hanya Aldi yang bisa menolongmu, Put! Jangan mengambil keputusan bodoh yang akan kamu sesali!" Kebijakan dalam diri Puput muncul menasehati dirinya sendiri. "Tapi, aku tidak suka caranya menegurku, memarahiku dan memojokkanku! Dia pikir dia siapa? Cuma punya harta melimpah doang, sudah seenaknya memperlakukan orang lain! Cih, aku gak sudi melihatnya!" sangkal sebelah hati Puput. "Semua orang berkorban demi kepentingan dirinya, Put. Ingat, di luar sana ada Bob dan kawan-kawan yang tanpa lelah terus mengejarmu. Kalau kamu mampu bersabar, setelah utangmu lunas, kamu kan bisa belanja lagi? Halah, tinggal nunggu satu bulan doang, Put. Tahan dong!" ujar sok bijak di dalam diri Puput. "Baiklah, aku akan bekerja untuknya tapi sekaligus menghindarinya! Rasa-rasanya aku benar-benar tidak suka padanya." Sisi lain Puput menerima petuah hatinya sendiri. Gadis itu pun, tertidur setelah bermonolog. Tidur dengan senyum tipis melengkung pada pipinya. Senyum kemenangan karena dalam mimpinya, ia adalah seorang wanita berkuasa yang setiap harinya menikmati saat-saat Bernaldi dikerjai habis-habisan olehnya yang merupakan atasan langsung dari lelaki itu.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD