Episode 3

3058 Words
Juan Pov Masih suasana di pagi hari, dalam kamar yang mewah itu terlihat sosok tampan. Namun sadis, masih bergelung dalam selimut sutra tebalnya. Hampir menutupi seluruh tubuhnya, hanya menyisakan kepalanya saja. Dia begitu tampan seperti pahatan dewa yunani, meskipun saat ini dia tengah tertidur. Dia tetap terlihat tampan, dan juga sexy. Seandainya ada seorang wanita, yang melihatnya dalam posisi sekarang ini. Maka tidak mungkin sang wanita, akan mengorbankan waktu mereka hanya sekedar memandang wajah tampan itu. Namun apabila sosok itu bangun, dia akan berubah menjadi sosok lain yang sangat di takuti dan juga di segani. Siapa lagi, kalau bukan Juan Alexander. Para pelayan atau pun tangan kanannya, tidak ada yang berani membangunkan tuan Besarnya. Apalagi untuk mengganggu tidak ada yang berani. Jika ada yang berani, maka tidak ada kata ampun lagi bagi mereka karena sudah mengganggu ketenangannya. Artinya mereka akan mati, di tangan sosok tampan itu. Jam sudah menunjukkan pukul 05.30 pagi, Juan mulai membuka matanya lalu duduk sebentar di kasur kingsnya. Sesaat ia meregangkan otot-ototnya, sebelum ia masuk ke kamar mandi untuk membersihkan dirinya. Selesai membersihkan diri, Juan keluar dari kamar mandi lalu menuju walking closet. Tempat dimana semua pakaian, yang sudah tertata rapi. Berbagai pakaian serba mahal, dan juga mewah. Jam tangan rolex, sepatu mewah dan aksesori yang serba mahal sudah tertata rapi pada tempat masing-masing. Juan menuju lemari pakaian lalu mengambil pakaian formal yang biasa ia pakai saat pergi ke kantor, dan langsung memakainya sehingga itu membungkus badan kekarnya setelah itu dia berjalan ke cermin besar melihat penampilannya. Juan mulai menata rambut hitam legamnya dan tak lupa memakai parfum khas laki-laki yang siapa saja akan tergoda bila mengihurup baunya saja. Sungguh penampilan juan sekarang begitu sempurna. Setelah selesai Juan keluar kamar mewahnya, dan sudah ada Robert tangan kanannya. Setia menunggu tuan Besarnya, lalu mengarahkan pada tuannya untuk sarapan pagi. Juan berjalan mendahului dengan diikuti Robert, ia terus menuruni tangga menuju ruang makan yang amat luas dan mewah. Juan duduk kharismanya, sang kepala pelayan dan pelayan lainnya mulai melayani segala keinginan nya. Mereka bekerja dengan sangat hati-hati, tanpa membuat kesalahan sekecil apapun. Karena Juan tidak akan suka. Juan mulai menikmati kopi hitam kesukaannya, walaupun tidak seperti rasa yang ia harapkan, seperti saat Ibunya yang membuat kopi kesukaannya. . Juan tetap meminum kopinya, karena kalau ia tidak minum kopi barang sehari kepalanya akan merasa pusing. Setelah meminum kopinya, ia mulai sarapan dengan tenang. Dalam ruangan itu terlihat hening, jadi tidak heran yang terdengar hanya suara dentingan sendok sama garbu saja. Sedangkan Robert masih setia berdiri di belakang tuan Besarnya, hingga menunggu sampai Tuannya menyelesaikan sarapan paginya. Selesai makan Juan berjalan keluar mansionnya, lalu menuju mobil lamborgini super mewahnya untuk menuju kantornya. Jangan lupakan dua mobil yang sudah terisi beberapa bodyguard, yang senantiasa mengawal tuan Besarnya pergi kemanapun. Sebab musuh atau wartawan, selalu mengincar nyawa maupun berita tentang kehidupan tuanya maka dengan sigap mereka selalu melindungi tuannya. "Apa, agendaku hari ini?" tanya Juan datar "Maaf, Tuan. Hanya memeriksa dokumen serta menandatangi dokumen-dokumen penting hari ini Tuan, selebihnya tidak ada," jawab Robert sesopan mungkin. Tak berapa lama mobil mewah itu sampai di lobby perusahaan, terbesar di kota yang ditempati Juan saat ini. Bos besar itulah sebutan para pegawainya, bak seorang raja mereka berjejer rapi sambil membungkuk hormat padanya. Saat Juan melewati menuju ruangan kantornya, yang berada di gedung paling atas. Juan hanya diam saat berjalan, dengan angkuhnya serta pandangan dingin dan tidak pernah ada tersenyum di wajahnya. Hingga membuat semua pegawai di kantornya merasa takut, walau bertatap muka saja. Sesampai di ruangannya Juan langsung bekerja, dengan serius ia memeriksa dokumen-dokumen penting. Karena ia harus memeriksa dokumen penting beberapa perusahaan miliknya, yang akan harus ia tanda tangani. Hingga ia tidak menyadari waktu sudah menujukkan hampir malam hari, ia baru menyelesaikan pekerjaannya. Tiba-tiba ponsel Juan berbunyi, yang menunjukkan nama kekasihnya Fransiska Putri. Drrrttt! ? Fransiska " Hallo!" jawab Juan datar " Hallo, juga sayang. Bisa malam ini kita ketemu, di restoran sebentar? Aku kangen sama kamu, Sayang. Sebentar aku kirim alamatnya, ya," jawab Fransiska, dengan nada manja dan antusias nya. "Hmm....," ujar Juan, dengan deheman. "Ya, sudah. Aku tunggu kamu, ya, sayang. I Love You," jawab Fransiska masih dengan nada cerianya. Yang di ucapin I Love You, jangankan membalas ucapan yang ada malah langsung mematikan ponselnya. Tidak berapa lama Juan sampai di tempat restoran yang Fransiska maksud, setelah ia keluar dari mobil super mewahnya. Ia berjalan dengan tersenyum tipis, hingga tidak ada yang tahu kalau restoran itu adalah milikinya sendiri. Juan tidak akan memberi tahu kekasihnya, kalau restoran yang ia maksud adalah punyanya sendiri. Karena ia tahu betul, akan sifat kekasihnya seperti apa. Sesampai di dalam juan langsung menghampiri Fransiska kekasihnya, ia mencium pipi dan memeluk kekasihnya sebentar lalu duduk disebelah Fransiska. Setelah memesan makanan dan minuman kami mulai bercerita, lebih tepatnya Fransiska yang bercerita Juan hanya mendengarkannya saja. Sebab ia lebih memilih melihat, bagaimana cara bekerja pegawai pegawai restorannya. Sampai pandangan Juan jatuh pada gadis gendut, yang baru saja keluar dari arah belakang restoran sambil membawa pesanan pengunjung restoran yang tidak jauh darinya. Aku terus memperhatikan gadis gendut yang melayani para pengunjung restoran, walaupun dia gadis gendut dan bisa di bilang gendut sekali. Tapi dia sangat cekatan dalam bekerja, dan jangan lupakan senyuman ramahnya ketika sedang berbicara dengan pengunjung restoran. Aku terus memperhatikan gadis gendut itu, hingga pandangannya tertuju di tempat dudukku dan Fransiska. Tapi ada yang aneh, saat dia melihat ke arah kami. Tiba-tiba dia merasa terkejut, namun tidak lama dia tersenyum tulus. Entah mengapa senyuman di bibirnya membuat hatiku menghangat. Senyuman-nya yang berbeda, dengan senyuman banyak wanita yang pernah aku temui. Di saat aku melihat pandangan gadis gendut itu lebih tepatnya ke arah Fransiska, saat itu juga aku melihat Fransiska. Entah pandanganku benar atau tidak yang aku lihat, saat Fransiska malah mengarahkan pandangannya ke arah gadis gendut itu dengan pandangan merendahkan dan seakan Fransiska jijik saja. Aku yang mulai penasaran, tanpa bisaku tahan akhirnya aku menanyakan apa maksud pandangan Fransiska pada gadis gendut itu. "Kenapa? Kamu melihat gadis itu, dengan pandangan seperti itu?" tanya Juan datar. "Ohh... Gadis gendut jelek, jerawatan dan menjijikkan itu. Seharusnya dia tidak bekerja di restoran mewah ini, mengganggu pemandangan saja," jawab Fransiska dengan nada sombongnya. "Memangnya, kamu mengenal Gadis itu?" tanya juan lagi "Hmm... Nggak kenal juga sich, cuma saat masih sekolah SMA dulu. Aku sering membullynya, bersama teman-temanku. Sebab aku tidak suka saja sama dia, yang sok pintar dan sok polos. Sekarang pun, aku masih punya keinginan untuk membully-nya" jawab Fransiska, masih dengan nada sombong-nya dan senyum mengejek dibibir merah yang lipstik. Juan yang mendengar penuturan dari Fransiska, cuma bisa diam. Sambil terus memperhatikan hingga gadis gendut itu, hingga gadis gendut masuk ke ruangan dan tidak keluar lagi . Aku merasa ingin marah, tapi tidak tahu marah karena apa. Entah karena perkataan Fransiska, aku sendiri juga tidak tahu. Namun yang jelas saat ini, aku jadi lebih betah duduk di restoranku, padahal tadi Fransiska sudah mengajak ku pulang bareng dengannya. Tapi aku menolaknya, sebab aku masih ingin berada di sini. Malam pun semakin larut, dan aku masih saja duduk di tempat yang sama dengan perasaan bosan. Namun tatapan mataku tidak lepas dari satu titik, yaitu arah jalan kebelakang dimana semua pegawai masuk kesana. Para pegawai restoran saat ini sudah bersiap pulang, dan aku melihat sosok gadis gendut itu lagi dan entah mengapa membuat hatiku senang. Gadis gendut itu juga bersiap akan pulang, dan entah mengapa aku ingin mengikutinya kemana ia pergi. Ini bener-bener bukan aku diriku yang biasanya cuek apalagi untuk mengikuti seorang wanita. Ini adalah pertama kalinya aku mengikuti gadis atau wanita, padahal selama ini para wanita lah yang datang padaku dan mengejarku. Mereka adalah wanita-wanita cantik dan juga dengan pakaian sexy atau lebih tepatnya kurang bahan. Tapi ini, gadis yang aku ikuti malam ini.kebalikan dari wanita yang aku sebut tadi. Gadis itu memakai pakaian tebal, apalagi di tubuh besarnya dan tidak ada bagusnya kalau di pandang mata. Sebenarnya dia bukan tipe ku, bener-bener bukan seleraku. Tapi entah mengapa, aku merasa senang melakukannya, memperhatikannya bahkan saat ini aku mengikutinya. 'Jika ada wartawan yang tahu, aku menguntit gadis yang jauh dari kata sempurna. Mungkin besok, sudah jadi berita besar di berita online dan di semua TV,' batinnya Juan tersenyum,sambil melangkah mengikuti gadis gendutnya. Aku terus mengikuti gadis itu, hingga keluar restoran mewahku. Lalu aku berjalan ke arah mobil, yang sudah di bukakan Robert. Saat di dalam mobil Robert menayakan, apakah aku akan kembali ke mansion atau pergi ke club seperti biasa. "Maaf, Tuan. Apakah kita akan kembali ke manstion, atau pergi ke club seperti biasa?" tanya Robert sopan. "Tetap disini dulu!" jawab Juan datar, sambil terus memperhatikan gadis gendut di dalam mobil. Aku terus memperhatikan gadis gendut itu, hingga dia menuju halte terdekat. Mungkin dia ingin menunggu jemputan, atau angkutan umum. Saat aku memperhatikan gadis itu, aku melihat sepertinya dia kelelahan dan mengantuk. Namun dia terus berbicara atau menyanyi, dengan suara kecil aku juga nggak tahu. Tapi aku suka melihatnya, terkadang dia tersenyum, dengan diiringi sesekali dia menguap dan itu lucu menurutku. Lalu dia mulai mengayunkan kakinya, saat dia duduk di bangku halte itu sambil terus bernyanyi. Mungkin dia bernyanyi untuk menghilangkan rasa kantuknya,buktinya setelah dia bernyanyi dia sudah tidak mengantuk lagi. Dia tersenyum, seakan dia tidak merasa lelah. Tingkahnya itu seketika membuatku turut ikut tersenyum, dia sungguh dia amat lucu dan manis. Tidak berapa lama, sebuah angkutan umum datang. Aku melihat gadis gendut itu mulai menaiki angkutan umum, dan aku yakin dia pasti ingin pulang ke rumahnya. Setelah gadis gendut itu naik, dan pergi meninggalkan halte. Aku pun berniat kembali ke mansion, supir yang mengerti perintahku mulai melajukan mobil menuju mansion. Aku sudah tidak berniat pergi ke club malam untuk malam ini, sebab suasana hatiku sangat baik. Bahkan perasaan ini sangat menyenangkan, dan aku belum pernah merasakannya. Perasaan ini belum pernah aku dapatkan baik itu pada Fransiska kekasihku sendiri, maupun wanita lainnya. **** ? Restoran ? Seperti biasa Rani melayani pengunjung restoran dengan cekatan serta senyuman ramahnya, tak terasa waktu mulai beranjak malam, dan hujan sedari sore mengguyur kota super sibuk tidak kunjung reda. Malah semakin deras dan udara juga semakin dingin, di tambah AC yang menyala, membuat restoran bertambah dingin saja. 'Kenapa dingin sekali,' batinnya Rani, sambil memegangi dadanya yang mulai terasa sesak. Saat Rani selesai menyajikan pesanan di meja pelanggan, ia lalu berjalan pelan menuju belakang restoran. Tanpa ia tahu, sedari tadi ada yang memperhatikannya dari jauh. Juan 'lah yang sedari tadi duduk di dalam restoran paling ujung, agar ia mudah memperhatikan gadis gendut yang akhir-akhir ini memenuhi pekirannya. Sebab ia selalu kepikiran bahkan saat ia bekerja. Juan tidak dapat lagi fokus dengan pekerjaannya, Sehingga ia mendatangi restorannya yang menjadi tempat kerja gadis gendut itu bekerja. Juan memperhatikan kalau gadis gendut di itu memegangi dadanya, dan mulai berjalan ke area belakang restoran. Dengan cepat ia memutuskan untuk mengikutinya. "Akan kemana dia? Kenapa dia memegangi dadanya, apakah dia sedang sakit?" batinnya Juan, sambil melangkah ke belakang restoran, mengikuti Rani. Tiba-tiba. Juan mendengar ada suara rintihan dari bangku belakang restoran, ia pun mulai mencari dari mana suara itu. Hingga ia menemukan gadisnya sedang merintih kesakitan, Juan yang khawatir pun mulai mendekat, dan menanyakan keadaan Rani. "Kamu kenapa, Nona?" tanya Juan datar, dan sudah berada di samping Rani. "Ohh, ma--maaf Tuan. Sudah membuat Anda terganggu karena keberadaan saya, saya tidak apa-apa cuma lagi istirahat sebentar," jawab Rani sopan, sambil tersengal saat berbicara. Juan yang mendengar perkataan Rani tidak percaya, karena ia melihat gadisnya mulai pucat dan itu membuat hati Juan sakit. Ia sangat khawatir, padahal ia sama sekali tidak mengenal dengan gadis gendut dihadapan nya saat ini. Selama ini Juan tidak pernah mengkhawatirkan seseorang, bahkan terhadap kekasihnya sendiri ia tidak pernah mempunyai perasaan itu. Tapi, tidak dengan gadis gendut yang ada di hadapannya. Untuk pertama kalinya ia mengkhawatirkan seseorang, dan orang itu adalah gadis gendut di hadapannya yang jauh dari kata gadis yang sempurna. Rintihan masih terus terdengar dari bibir merah Rani, walaupun lirih. Ia berusaha menahan menahan rasa sakit di dadanya. Karena ia tidak ingin mengganggu, kenyamanan pengunjung restoran mewah tersebut. Namun itu malah membuat ia semakin pucat. "Maaf ya Tuan, membuat Anda tidak nyaman," ucap Rani, sambil mencoba tersenyum. Rani masih bicara dengan nada terbata, kerana asmanya sudah kambuh. Juan yang melihat keadaan gadisnya bertambah pucat, dan terbata saat bicara membuat ia makin khawatir. "Cepat katakan! Kenapa kamu memegangi d**a kamu, dan kenapa kamu tersengal saat berbicara. Kalau tidak kamu katakan yang sejujurnya, aku akan melapaorkanmu pada Manager kamu sekarang. Karena kamu tidak bekerja malah asik-asikan duduk disini," ucap Juan lembut, namun tegas. Ia begitu khawatir hingga, tanpa sadar ia mengepalkan.kedua tangannya. Bahkam rahangnya mengeras, karena ia tidak tega melihat gadisnya semakin kesakitan. 'Shitt, Ini adalah kalimat terpanjang saat aku bicara pada seseorang. Karena aku jengah sekali, kenapa Dia tidak mau menjawab apa yang Dia rasakan sebenarnya,' batinnya Juan kesal. "Maaf Tuan, tolong jangan laporkan saya pada Manager. Karena saya takut di pecat Tuan, dan maaf dari tadi saat saya berbicara tersengal. Sebab asma saya kambuh, Tuan. Saya mempunyai penyakit asma, jadi tolong jangan beritahu keadaan saya pada Manager saya," mohon Rani terbata, ia masih tersengal saat berbicara bahkan tangan kanannya memegangi dadanya. Degg! Juan mendengar ucapan Rani dengan serius, detik berikutnya ia mulai sadar akan perkataan gadis gendut di hadapannya. Tentang Rani yang mempunyai penyakit asma, dengan cepat ia melepaskan jas mahalnya. Lalu memakaikan ke badan besar Rani. Dengan lembut Juan membenarkan letak jasnya, hingga menutupi badan besarnya. Walau jas itu tidak sepenuhnya menutupi, tapi setidaknya bisa mengurangi hawa dingin. Agar Rani tidak semakin kedinginan, dan malah membuat asma gadis gendutnya semakin parah. "Pakai ini, aku tahu hujan masih deras dan cuaca makin dingin dan itu tidak baik untuk asma kamu," ucap Juan lembut, sambil menyampirkan jasnya ke tubuh besar Rani. "Terimakasih Tuan," jawab Rani dengan kagetnya, karena seseorang pria yang mau memberikan jas miliknya tanpa ia minta. Jika saja Rani yang mendapatkan perlakuan manis itu, saat ia merasa sehat. Pasti ia akan bahagia, dan mungkin langsung merona karena malu. Namun kali ini asmanya sedang kambuh, ia tidak merasakan itu yang ada dadanya yang malah kesakitan. Juan yang masih khawatir, akhirnya memutuskan membawa Rani ke ruangan kantornya yang tidak pernah ia kunjungi selama ini. Sebelum Juan melangkah, ia lebih dulu meraih tangan gadis gendutnya. Dengan lembut ia menarik Rani berdiri, lalu menuntun langkah Rani menuju kantornya. Degg! Rani yang merasakan tangannya di genggam seseorang, terkaget dan cuma bisa menurut mengikuti langkah kemanapun Juan. Sambil melangkah ia memandangi tangannya yang berada dalam genggaman lembut pria tampan di depannya. Juan memasuki lift, lalu menekan nomer menuju kantornya yang berada di gedung paling atas. Sesampainya di ruangan kantor, Juan langsung menuntun Rani dan mendudukkannya di sofa mewah. Selama ia bekerja di restoran, ia sama sekali tidak pernah masuk ke dalam ruangan Juan. Rani hanya bisa diam, sambil berpikir. Ia merasa binggung, kenapa tuan pengunjung restoran bisa masuk ke dalam ruangan kantor restoran. Selama ia bekerja, ia dan pegawai lain tidak ada yang berani memasuki kantor Bosnya . Kecuali orang kepercayaan, yang membersihkan ruangan kantor. Juan langsung menelefon seseorang, untuk membuat teh jahe panas. Yang ia telefon adalah Manager restoran miliknya sendiri. Yang di telefon tentu saja kaget, kenapa Boss Besarnya ada di ruangan kantornya. Kapan Boss Besarnya datang ke restoran, dan kenapa tidak ada yang memberitahunya. Drrrttt! ?Manager "Bawakan teh jahe panas sekarang!" perintah Juan cepat. "Baik, Tuan," jawab Manager dengan sopan. Tidak berapa lama, terdengar ketukan pintu. Tok, tok! "Masuk!" ujar Juan keras. Cklek! Manager masuk sambil membawa nampan dengan isi minuman teh jahe panas, ia sedikit takut. Manager berjalan dengan hati-hati. Selama ini di restoran, Manager di kenal galak oleh pegawai restoran. Namun sekarang, namun kali ini ia hanya bisa menuruti perkataan Boss Besarnya. "Taruh di meja, lalu cepat keluar!" titah Juan datar. "Baik, Tuan. Permisi." Pamit Manager, tidak menunggu ucapan dua kali ia langsung undur diri. Sambil membungkuk sedikit, lalu berjalan keluar dan menutup pintu kembali ruangan kantor Bos nya. Rani yang sedari tadi diam, dan melihat kejadian itu. Merasa tidak enak hati, karena ia melihat managernya membawa minuman untuknya dan melihat wajah managernya ketakutan merasa bersalah. Rani merasa perasaannya tidak nyaman, dengan memberanikan diri ia mulai bertanya pada Tuan yang membawanya ke ruangan kantor restoran. "Tuan--," belum sempat Rani bertanya, perkataannya sudah terpotong. Karena ia mendengar suara yang bernada perintah. "Cepat minum teh hangat itu! Ruangan ini juga sudah mulai terasa hangat," ujar Juan menyuruh Rani, setelah ia menyalakan penghangat ruangan. Saat Juan melangkah memasuki dalam ruangan kantornya, ia langsung menyalakan penghangat ruangan agar ruangan itu cepat hangat. Ia berharap agar gadisnya tidak merasakan kesakitan lagi, karena udara diluar yang begitu dingin. Ia tidak ingin menyebabkan asma gadisnya kambuh lagi. Rani yang mendengar nada perintah,hanya bisa menuruti kemauan Juan. Ia mulai meminum minuman teh hangat secara perlahan. " Terimakasih Tuan," ucap Rani tulus. "Apakah d**a kamu masih terasa sesak? Atau lebih baik, aku mengantarmu ke rumah sakit saja sekarang " jawab Juan masih dengan nada khawatirnya . "Sudah tidak apa-apa, Tuan. Ini sudah lebih baik, karena ruangan ini sangat hangat dan itu membuat asma saya cepat sembuh, apalagi saya juga sudah minum teh jahe panas membuat saya lebih baik. Terimakasih," ujar Rani dengan tersenyum tulus. Juan yang mendengar gadisnya sudah merasa lebih baik, ia sedikit merasa lega. Rani yang merasa sudah baikakan, dan dadanya juga tidak sesak lagi ingin miminta izin untuk pergi. "Maaf, Tuan. Saya permisi dulu, karena saya harus melanjutkan pekerjaan saya," ujar Rani pelan, sambil berdiri lali melangkah menghampiri Juan. Rani menyerahkan jas yang sedari tadi ia pakai, untuk menutupi tubuh besarnya dari hawa dingin. "Sekali lagi terima kasih Tuan atas perhatian Anda tadi," ucap Rani lagi, setelah itu ia keluar kantor juan. Juan hanya dian sambil memandang Rani yang menghampiri nya, ia terpana ketika melihat wajah rani dari dekat. Ia melihat kecantikan alami Rani, apalagi saat ia mendengar suara Rani dan ucapan tulusnya. Seketika itu juga, membuat senyuman tulusnya mengembang dibibir sexy nya. 'Ahhh ... Kenapa rasanya menyenangkan, dan hatiku menghangat saat melihat wajah dan senyumannya. Perasaan ini, aku baru merasakannya,' guman Juan, sambil memegangi dadanya. Juan melihat jasnya sesaat yang berada di tangannya, ia meraba dan mencium bau wangi yang tertempel di jasnya. Harum parfum gadisnya, lagi-lagi membuat Juan tersenyum. Lalu ia mulai memakai jasnya kembali dengan perasaan bahagia. Bersambung
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD