Pekerjaan ini adalah harapan satu-satunya Bina karena hanya perusahaan milik Miko dan keluarganya saja yang tidak bisa di pengaruhi oleh keluarganya sehingga dia akan diperlakukan secara adil terutama dalam penerimaan karyawan. Tapi hari baik yang dia tunggu dan telah dia persiapkan dengan matang hancur begitu saja karena Resepsionis baru yang salah menginformasikan tempatnya wawancara. Rupanya ruangan besar yang sepi ini adalah ruang kerja Ceo sekaligus pemilik perusahaan. Dan lebih buruk lagi Sabina harus mengalami adegan memalukan bersama calon Bossnya itu di depan ibu dan seorang wanita yang Bina pikir kekasih bossnya itu.
“Bun sumpah Miko nggak kaya gitu, tadi itu Miko mau ganti baju terus—”
“Nggak usah alasan kamu! Bunda nggak buta yah Mik. Ganti baju dari hongkong huh? Kamu mepet-mepetin perempuan seksi ini tadi. Dapet dari mana perempuan ini huh?” Omel Yuli kesal. Miko mengusap wajahnya frustasi setelah sebelumnya menyambar kemejanya yang tadi dia lempar ke sofa dan memakainya kembali.
“Kejadiannya nggak kaya gitu Bun, tadi itu Miko masuk dia—”
“Ya ampunn kalian berhenti, ini mbaknya sapai gemeteran loh.” Nana yang datang karena Miko tak kunjung ke atas dan melihat Sabina ketakutan dengan tubuh gemetar langsung berlari menghampiri Sabina dan gadis itupun menangis. Yuli yang melihat gadis itu gemetaran dan menangis langsung melotot ke arah Miko dengan marah. Bobi yang ikut datang dan menyaksikan semua itu melongo, tidak percaya bahwa sahabatnya yang menurutnya sudah memiliki hati yang kering kerontang itu bisa memiliki niatan buruk pada wanita. Bahkan Bobi pikir, Miko tidak lagi memiliki Napsu pada wanita. Tapi apa yang terpampang di hadapannya sekarang?
“Lo kenapa nangis segala sih? Jelasin dong ke mereka apa yang terjadi.” Ucap Miko kesal karena reaksi Sabina yang seperti sekarang justru akan semakin mengundang salah paham. Apalagi setelah ucapan dengan nada marah yang Miko lontarkan, dia menangis semakin kencang dan ketakutan. Membuat laki-laki itu semakin frustasi saja.
“Miko!! Kamu jangan jahat kaya gitu!” Yuli memperingatkan sambil melotot marah. Miko langsung terdiam, mana berani dia melawan ibu negara yang paling di takuti di rumah. Bisa habis diomeli sampai telinganya berdengung nanti.
Cukup lama menenangkan Sabina, Nana mengajaknya ke dalam kamar pribadi yang ada di ruangan itu dan membiarkan Miko tetap di luar agar Sabina bisa berhenti ketakutan. Sementara Nana menenangkan Bina, Yuli sudah mengomel sepanjang kereta api pada putranya yang tidak kunjung mengenalkannya pada calon mantu itu. Sementara tidak ada yang sadar bahwa sejak tadi Laras terus diam seribu bahasa menyaksikan adegan dewasa yang dilakukan oleh laki-laki yang di sukainya itu.
“Maafkan mas Miko yah mbak, mas Miko emang suka kaya gitu tapi Nana yakin dia nggak bermaksud kurang ajar.” Ucap Nana ikut merasa bersalah karena Sabina yang terlihat begitu ketakutan.
“Nggak papa, apakah saya boleh pulang?” Balas Sabina masih dengan gemetaran. Nana semakin merasa bersalah karena Sabina benar-benar terlihat ketakutan. Akhirnya Nana mengangguk dan membantunya keluar dari ruangan pribadi milik Miko yang sekarang sudah tidak bersifat pribadi lagi karena pernah di masuki orang lain itu.
Begitu keduanya keluar dari kamar, Miko langsung menatap Sabina sinis. Gadis itu terus menunduk karena malu dan merasa terhina. Kemudian menggumamkan kata maaf dua kali sebelum berpamitan pergi. Tubuhnya masih gemetaran dan detak jantungnya berdebar hebat. Sabina pergi begitu saja tanpa menunggu jawaban apapun dari Miko atau semua orang yang ada di sana. Dan hal itu semakin membuat Miko frustasi karena semua orang semakin salah paham dan melotot ke arahnya dengan penuh tuduhan. Sungguh Miko kesal bukan main, padahal seharusnya masalah ini bisa selesai dengan cepat jika Sabina menjelaskan pada semua orang tentang apa yang terjadi sebenarnya. Miko benar-benar kesal sekali di buatnya.
***
Sabina terus menangis ketika dia sampai di tempat kosnya hingga menjelang malam. Sebenarnya dia tidak ingin semua orang menjadi salah paham tapi ucapan ibu dari Miko yang menyebutnya dengan sebutan gadis sexy dengan nada tidak suka itu terus mengganggunya. Padahal Sabina gadis baik-baik dan kenapa roknya pendek, itu karena saat melarikan diri dari tempat kossnya yang sebelumnya Sabina tidak sempat membawa baju-bajunya sehingga dia meminjam rok dari temannya yang lebih kecil darinya sehingga terkesan pendek ketika di kenakan olehnya.
Sabina kemudian mengambil ponselnya dan menghubungi temannya. “Hallo Bin, gimana? Lo diterima kan di perusahaan itu? Kapan lo berangkat ke Singapore?” Kalimat pertama yang di ucapkan Yaya membuat Bina semakin menangis. “Loh,loh,loh kok malah nangis sih? Mereka berani nolak lo?” Ucap Yaya lagi dengan kesal.
“Semuanya kacau Yaaa, hiks...” Bina kembali menangis.
“Kacau kenapa sih Bin, lo itu udah paling perfect di posisi itu gue yakin banget.” Balas Yaya sembari mendesah. Kemudian semua cerita mengalir dari mulut Bina dan membuat Yaya menganga. Dimatanya Bina adalah gadis yang paling suci di dunia karena sekalipun dia tidak pernah berhubungan dengan laki-laki sekalipun banyak yang menyukainya. Dan berani-beraninya ada orang yang menyebutnya dengan sebutan gadis sexy? Yaya marah di buatnya.
“Berani-beraninya orang itu bilang lo kaya gitu! Kurang ajar banget.” Ucap Yaya geram.
“Tapi gue memang salah sih Ya, gue pinjem roknya Ratih. Lo tahu sendiri kan dia sama gue tingginya jauh. Gue nggak punya pilihan soalnya baju-baju gue ketinggalan di tempat kos lama dan gue nggak berani ambil takut orang-orang ibu tiri gue masih di sana.” Ucap Bina membuat Yaya mendesah.
“Ya sudah nanti gue cariin loker lagi Bin, lo nggak usah risau. Mendingan sementara lo tinggal di apartemen gue aja Bin daripada lo ngekos dan nggak aman juga.”
“Nggak papa kok Ya, kosan baru gue juga lumayan aman kok.” Balas Bina tidak enak. Dia terlalu sering merepotkan sahabatnya yang satu ini. Dan jika dia juga menumpang di Apartemennya maka dia merasa tidak tahu diri.
“Gue yang nggak tenang Bin, kalau malem-malem lo di culik sama orang-orang ibu tiri lo gimana?” Desah Yaya kesal. Dimatanya Bina memang keras kepala sampai dalam taraf membuatnya pusing. Padahal sebagai sahabat, Yaya ikut merasakan betapa menderitanya Bina selama ini harus hidup berpindah-pindah untuk menghindari ibu tirinya yang jahat. Bahkan dalam soal pekerjaan saja Bina sering di perlakukan tidak adil karena pengaruh ibu tirinya yang besar. Beberapa minggu terakhir dia di tolak oleh lebih dari enam perusahaan padahal sudah hampir tanda-tangan kontrak. Dan di pekerjaan Bina sebelumnya juga seperti itu, dia di keluarkan dari perusahaan dengan tidak adil. Mendengar cerita Bina saja, Yaya sudah bisa merasakan lelahnya.
“Tenang aja Ya, selama ini gue aman kan? Gini-gini gue bisa bela diri sedikit.”
“Yaudah deh, lo emang keras kepala.” Ucap Yaya membuat Bina terkekeh. Setidaknya mengobrol dengan Yaya dan mendapatkan perhatiannya bisa membuat perasaan Bina lebih baik dari sebelumnya. Sejak dulu Yaya dan Ratih adalah orang-orang berharga yang Bina miliki. Mereka berdua bersahabat sejak lama dan sudah saling tahu cerita masing-masing. Ratih adalah seorang dokter ternama di sebuah Rumah Sakit besar di Jakarta, sementara Yaya adalah anak dari seorang konglomerat kaya raya yang menurut Bina uangnya tidak akan habis tujuh turunan. Yaya sudah sering menawari Bina bekerja di perusahaan milik ayahnya, tapi Bina selalu menolak.
Pertama karena Bina tidak ingin terus bergantung pada sahabatnya itu, yang kedua Bina juga memiliki pekerjaan impiannya sendiri yang berhubungan dengan buku dan n****+. Sementara posisi yang ada di perusahaan keluarga Yaya adalah sekertaris atau staf administrasi.
“Keluar yuk daripada lo sedih-sedihan gitu?” Ajak Yaya. Biasanya Bina tidak tertarik keluar malam karena menurutnya jika hari mulai gelap maka perempuan harus ada di rumah tapi kali ini berbeda. Perasaan Bina sedang campur aduk sehingga ajakan Yaya terdengar menggiurkan.
“Kemana?”
“Shooping.” Yaya nyaris berteriak senang karena biasanya Bina langsung menolak.
“Gue nggak punya duit.” Desah Bina.
“Duit gue nggak berseri dan malam ini lo boleh memanfaatkan gue sesuka lo.” Balas Yaya antusias membuat Bina terkekeh geli.
“Oke, malam ini gue bikin lo miskin.”
“Okeee! Buat gue miskin malam ini!” Yaya berteriak girang membuat Bina tertawa. “Gue telpon Ratih dan lo siap-siap. Dua puluh menit lagi gue jemput. Oke baby!”
“Yess Babby.” Balas Bina sebelum mematikan sambungan telponnya. Kemudian mulai mengganti bajunya dengan setelan kaos dan jins yang casual dan terlihat sederhana. Tapi tubuh Bina yang memiliki porposi nyaris sempurna itu, selalu terlihat indah mengenakan pakaian apapun.
Dua puluh menit kemudian Yaya benar-benar sudah berada di halaman tempat kos Bina bersama Ratih yang mulai ramai berceloteh karena ini pertama kalinya Bina mau diajak keluar malam.
“Lo harus tahu gemerlap malam Jakarta Bin, untuk manusia dari jaman purba yang terlalu suci kaya lo sesekali memang harus tahu kebehagiaan jenis ini.” Ujar Ratih sambil tertawa.
“Enak aja gue dari jaman purba.” Bina tidak terima dan membuat Yaya tertawa keras.
“Lo emang mirip manusia purba Bin, seumur hidup gue baru pernah ketemu makhluk sok suci kaya lo.” Yaya berkomentar yang mengundang gelak tawa Ratih. Ketiganya melakukan perjalanan dengan penuh gelak tawa hingga sampai di parkiran sebuah Mall besar yang gemerlapnya membuat Bina takjub.
***
Miko mendengus kesal karena gara-gara gadis Sialan yang membuat salah paham itu, hingga sampai di rumah Yuli terus menceramahinya panjang kali lebar. Belum lagi ketika Haryo yang mendengar cerita Yuli juga ikut berceramah panjang membuat Miko pening. Untung saja keduanya harus pergi kondangan sehingga Miko sedikit tenang.
“Jangan kemana-mana anak nakal! Bunda belum selesai kasih kamu wejangan.” Pesan Yuli sebelum dia pergi tapi Miko enggan untuk menurutinya. Telinganya sudah cukup sakit seharian mendapatkan omelan. Laki-laki itu kemudian mandi, berganti pakaian dan menghubungi Bobi untuk segera menjemputnya.
“Kita kemana Boss?” Bobi bertanya ketika Miko sudah masuk ke dalam mobil.
“Horrison.” Jawab Miko membuat Bobi menganga.
“Gila, lo mau ke club malam? Ngapain? Tumben? Lo beneran nakal Mik?” Berondong Bobi tidak percaya. Karena sebelumnya dia tahu bahwa Miko tidak suka menginjakkan kakinya ke tempat-tempat semacam itu sekalipun sahabatnya itu tergolong orang-orang kelas atas.
"Berisik lo! siapa bilang lo boleh nanya." Gerutu Miko kesal. Bobi menganga.
“Gila, Miko yang suci mulai ternodai.” Komentar Bobi sukses membuatnya mendapatkan pukulan di kepala dari Miko. “Lo emang jahat sama gue fix.” Ujar Bobi menggerutu sembari mengusap bekas pukulan Miko.
Mereka sampai di Horrrison setelah berkendara kurang dari satu jam. Miko menyambar jaket yang tadi sempat dia bawa dan mengenakannya. Bobi meringis melihat kenyataan bahwa sahabatnya ini benar-benar datang ke tempat ini.
“Lo yakin mau ke sini Mik?” Ucapnya heran.
“Ada orang yang mau gue temuin di sini.” Jawaban Miko membuat Bobi mendesah lega. Rupanya Mikonya belum ternodai seperti apa yang dipikirkannya tadi, dia datang ke tempat ini hanya untuk bertemu seseorang. Itu membuat Bobi lega bukan main.
“Syukurlah, soal kerjaan?” Tanya Bobi dan Miko mengangguk. Senyuman Bobi terbit, lagipula apa yang di pikirannya tadi? Mana mungkin si kaku Miko bisa berjoget-joget atau minum-minuman keras di tempat seperti ini? Itu sungguh mustahil.
Keduanya kemudian masuk ke dalam dan suara musik kencang yang menggema di tempat itu membuat Miko tidak nyaman. Bobi juga meringis karena dia juga tidak biasa dengan tempatn hiburan malam semacam ini. “Mau ketemu siapa sih Mik?” Bobi bertanya.
“Gevan.” Jawab Miko singkat. Laki-laki itu memang tidak suka banyak bicara kecuali pada keluarganya. Waktu pertama kali melihat Miko berbicara banyak pada adiknya bahkan sampai membuat Bobi melongo karena sepanjang mengenal Miko, Bobi sangat tahu seberapa pelitnya laki-laki itu dalam berbicara.
“Ngapain ketemu Gevan? Lo nggak ada niatan mau pesen wanita nggak bener kan Mik?” Ujar Bobi curiga. Miko hanya membalas Bobi dengan lirikan malas dan Bobi sudah tahu bahwa jawaban Miko atas pertanyaanya barusan adalah tidak. “Terus lo ngapain ketemu Gevan?”
“Ada urusan bisnis.”
“Lo mau buka bisnis Club Malam juga?”
“Enggak.”
“Terus?”
“Lo kebanyakan tanya nanti juga lo tahu.” Balas Miko ketus membuat Bobi mendesah. Untung saja kesabarannya tingkat dewa sehingga dia bisa dengan lapang d**a menghadapi sikap Miko yang menyebalkan itu.
“Sorry Mik, lo masuk dulu ke ruangan nomor tiga nanti gue ke sana. Soalnya gue ada urusan bentar.” Ucap Gevan diangguki Miko ketika mereka bertemu. Miko menurut dan melangkah menuju ruangan yang di tunjukkan oleh Gevan tapi kemudian matanya menemukan seseorang yang sangat dia ingat wajahnya. Sedang berusaha melepaskan diri dari dua orang yang mencekal lengannya. Dan di sana Gevan tampak sedang berbicara dengan orang itu.
“Lo masuk dulu Bob, gue ada urusan sebentar.” Ucap Miko membuat Bobi ikut menoleh ke arah pandang Miko dan melongo melihat gadis yang tadi siang di lihatnya di kantor itu sedang menangis sambil di cengekeram oleh dua orang.
“Sorry ganggu tapi ada masalah apa yah?” Ucap Miko menginterupsi pembicaraan Gevan dan dua orang tadi.
“Kenapa Mik, gue lagi transaksi sebentar. Lo nggak nemu ruangannya?” Jawab Gevan heran. Karena dia tahu Miko bukan orang yang suka ikut campur.
“Transaksi? Transaksi apa sama dia?” Ucap Miko lagi.
“Lo kenal dia?” Mata Gevan menyipit setelah menunjuk ke arah Sabina.
“Iya kenal, dia temen gue.” Jawaban Miko membuat Sabina ingin menangis karena merasa mendapatkan harapan. Tadi dia memang sedang berada di mall bersama teman-temannya, tapi dia tidak sadar bahwa ada yang mengikutinya dari belakang dan ketika Sabina pergi ke toilet sebentar dua orang suruhan ibu tirinya ini menangkapnya dan membawanya ke tempat ini. Dan yang lebih menakutkan lagi dua orang ini mengatakan bahwa dia hendak di jual ke tempat ini sebagai wanita yang akan di lelang.
“Temen lo?” Gevan terlihat kaget. Sejak kapan Miko memiliki teman perempuan? Bobi yang memutuskan mengikuti Miko pun ikut menganga kaget.
“Iya, jadi lepasin dia!” Perintah Miko pada dua orang yang sedang mencengkeram lengan Bina itu. Bina masih menangis dan terlihat lemah karena terlalu lelah berusaha melepaskan diri dari dua orang yang bertubuh besar ini sekalipun dia bisa bela diri, tapi melawan orang yang terlatih tidaklah mudah.
“Tidak bisa, anak ini adalah bayaran kami.” Ucap salah satu dari dua orang yang mencengkeram Bina itu. Miko tersenyum miring, jenis senyuman yang Bobi sangat tahu apa maknanya. Gevanpun mundur selangkah dengan merinding. Dia sangat mengenal Miko sama seperti Bobi karena sekalipun tidak akrab, tapi Gevan banyak berhubungan dengan Miko perihal bisnis.
Dan benar saja, tanpa banyak bicara dua orang itu langsung di hajar oleh Miko habis-habisan hingga babak belur. Tidak ada yang berani ikut campur karena Gevan memberikan tanda untuk tidak ikut campur. Berususan dengan Miko bukan hal yang baik karena pertama, Miko cukup ditakuti di dunia bisnis mengingat seberapa besar bisnisnya sekarang dan selain itu dia juga terkenal tidak kenal ampun pada musuh-musuhnya yang mengganggu. Yang kedua, Miko berhubungan erat dengan keluarga Dirgantara dimana baik Raka maupun Raven juga bukan orang sembarangan yang bisa dianggap sepele.
“Keluar dari sini selagi masih bisa jalan, atau mau keluar dari sini di tandu?” Ucap Miko memberikan pilihan dan kedua orang itu meminta ampun dengan ketakutan setelahnya melarikan diri sambil terseok-seok keluar tempat itu. Miko mengusap sudut bibirnya yang sedikit terluka sambil membenarkan pakaiannya yang sedikit berantakan akibat pertarungan tadi. Setelah itu menoleh ke arah Bina dengan desahan.
“Lo nggak papa?” Tanyanya dan Bina mengangguk dengan gemetaran.
“Terimakasih banyak.” Ucap gadis itu. Miko kembali mendesah.
“Van, kita bicara lain waktu. Gue ada urusan bentar sama cewek ini.” Ucap Miko diangguki Gevan. Setelah itu Miko mengeluarkan kartu hitam miliknya dan dia berikan pada Bobi. “Urusin segala kerugian akibat perkelahian tadi.” Perintah Miko diangguki Bobi dan setelahnya Miko menarik Bina keluar dari tempat itu kemudian menyuruhnya masuk ke dalam mobil.
“Binaaaaaa!!” Teriakan Yaya dan Ratih membuat Bina menoleh dan kedua sahabatnya itu berlari kemudian memeluknya sambil menangis. Bina juga menangis. Membuat Bina urung menaiki mobil Miko.
“Lo nggak papa kan? Ada yang luka?” Ucap Yaya sambil meneliti sekujur tubuh Bina dan menemukan luka memar di lengan gadis itu. “Ya ampuuun lo sampai kaya gini?" dan setelahnya Yaya melotot ke arah Miko lalu menendang kakinya.
“Sialan lo!” Teriaknya marah Bina terdiam kaget dan Miko meringis kesakitan. Bina segera menghalangi Yaya dan Ratih yang hendak kembali menghakimi Miko.
“Kalian salah paham, laki-laki ini yang nolongin gue tadi.” Bina nyaris berteriak sehingga Yaya dan Ratih berhenti memaki.
“Ya maap kan gue nggak tahu.” Ucap Yaya enggan meminta maaf karena wajah Miko baginya terlihat tidak ramah.
“Maaf pak, maafkan teman-teman saya.” Ringis Bina merasa bersalah. Miko kembali mendesah, berurusan dengan wanita memang melelahkan dan menyebalkan menurutnya.
“Ikut gue!” Ucap Miko singkat kembali menyuruh Bina masuk ke dalam mobil.
“Eh enak aja lo mau bawa temen gue pergi.” Yaya tidak terima. Miko mendengus kesal.
“Gue ada urusan sama dia. Nanti juga gue pulangin.” Ucap Miko kesal.
“Nggak bisa! Enak aja lo mau bawa dia. Muka lo nggak bisa gue percaya.” Balas Yaya lagi menarik Bina ke belakang tubuhnya. Miko kesal bukan main, dia tidak mau kalah dari perempuan menyebalkan teman Bina itu sehingga dia menarik Bina lagi ke belakang tubuhnya.
“Gue yang nolongin dia dan gue ada urusan sama dia.Lo denger nggak sih? Batu banget jadi cewek.” Ucap Miko kesal dan setelahnya keduanya terlibat percekcokan memperebutkan Bina. Ratih menggaruk kepalanya yang tidak gatal melihat sahabatnya di tarik-tarik oleh Yaya dan laki-laki asing yang anehnya seperti pernah Ratih lihat itu.
“Dia sama gue pulangnya!” Ucap Miko keras kepala dan Yaya pun demikian tidak mau mengalah. Miko kesal sehingga dia menarik Bina cukup keras ke arahnya dan membuat wanita itu menubruk terlalu keras ke tubuhnya dan terjadilah insiden yang membuat semua orang terdiam dan menganga. Bobi yang mendekat dari kejauhan sampai mematung melihat adegan yang terpampang di hadapannya itu.
Bina bahkan langsung mendelik kaget dan tidak bisa bergerak ketika bibirnya menyentuh cukup keras bibir Miko dengan bersandar di mobil laki-laki itu. Miko apa lagi, dia juga kaget bukan main. Apalagi setelahnya sebuah teriakan melengking yang sebelumnya terdengar kembali terdengar.
“Sudah Bunda duga kamu makin nakal yah sekarang?” Entah bagaimana caranya Yuli dan Haryo bisa berada di parkiran tempat ini tapi yang jelas Miko langsung kaku di buatnya. Rupanya badai masalahnya yang tadinya ingin dia luruskan dengan membawa Bina ke rumah untuk menjelaskan malah semakin besar.
“Miko bisa jelan Bun, ini nggak kaya yang Bunda lihat.” Ucap Miko berusaha menenangkan ibunya. Tapi Yuli tidak percaya lagi dengan putranya itu apalagi melihat dimana mereka sekarang.
“Ada gunanya juga Bunda suruh orang ngikutin kamu, Bunda bilang kamu di rumah aja kenapa ada di sini huh? Pakai cium-ciuman sama perempuan kaya gini lagi.” Omel Yuli sambil melirik ke arah Bina kesal dan kemudian menyadari bahwa gadis itu adalah gadis yang sama seperti yang dia pergoki di kantor Miko tadi siang.
“Ahhh kami yang ada di kantor tadi kan? Kamu apain anak saya sampai dia jadi nakal kaya gini? Asal kamu tahu aja yah, dia udah punya calon istri.” Ucap Yuli marah. Bina hanya menunduk saja merasa bersalah sekaligus merasa terhina dengan tatapan Yuli yang seperti sedang menghakiminya sebagai perempuan tidak baik.
“Bund, nggak kaya gitu Miko bisa jel—”
“Diam kamu! Ayo pulang sekarang!” Ujar Yuli marah. Menarik Miko masuk ke dalam mobil dimana ada Haryo di sana.
“Bunda, ayah tahu kalau kejadian tadi cukup mengagetkan bunda, tapi alangkah baiknya kita dengerin dulu penjelasan Miko. Bunda juga seharusnya tidak mengucapkan kalimat tadi sama gadis itu. Dia ketakutan loh Bun sampai nangis.” Ucap Haryo mengingatkan. Laki-laki itu memang awalnya percaya pada ucapan Yuli soal wanita seksi yang Yuli katakan menggoda Miko di kantor. Tapi begitu melihat bahwa wanita itu adalah Bina, semua anggapan Haryo runtuh. Dia tahu siapa Bina dan dia juga tahu bagaimana keseharaian gadis itu. Sebab Bina pernah menjadi mahasiswanya dulu. Dia anak yang penurut dan pintar. Selain itu Haryo juga melihat ada luka di lengan Bina yang menurutnya bisa menjelaskan sedikit tentang apa yang terjadi.
“Bunda kesel Yah.” Ucap Yuli mendesah dan kemudian menoleh ke arah Bina yang sedang menangis sehingga membuatnya tidak tega. Tapi dua sahabat Bina sudah terlanjur mengajaknya masuk ke dalam mobil sehingga Yuli tidak bisa menghampirinya untuk meminta maaf.
***