Ali dan Ela berjalan menelusuri Schwanenplatz, pusat perbelanjaan yang ada di Luzern . Hanya sekedar melihat-lihat saja, Luzern juga bukan kota belanja. Disini hanya kota dengan pesona pemandangan indah. Jika makanan di Luzern tidak lebih dari masakan eropa lainnya, roti, salad, ikan dan keju. Jadi Ela tidak terlalu mempermasalahkan untuk mencoba berburu wisata kuliner. Ela pikir makanan Indonesia jauh lebih enak dari makanan disini.
Ali dan Ela memasuki salah satu toko coklat. Ela memperhatikan satu persatu berbagai jenis coklat di etalase kaca. Ela salah satu penggemar coklat, disini terkenal dengan coklatnya.
Ela menunjuk Godiva Chocolatier, coklat yang terkenal di Swiss.
"Kamu mau coklat itu"
Ela mengangguk, "ya, saya ingin itu".
"Saya pesan yang ini dua bungkus" ucap Ali menggunakan bahasa perancis kepada sang pramuniaga.
Pramuniaga membungkus coklat itu ke dalam kotak. Ali membayarnya ke kasir. Ali menyerahkan coklat itu kepada Ela.
"Terima kasih"
"Apakah ada lagi, yang ingin kamu inginkan?" Tanya Ali.
"Tidak ada, ini sudah cukup".
Ali kembali berpikir, ia merangkul bahu Ela, menyusuri jalan. Toko-toko disini cukup sederhana dan minimalis. Ali menunjuk salah satu outlet jam tangan.
"Saya akan membelikan kamu jam"
"Tidak perlu, jam saya sudah banyak".
"Tapi saya ingin membelikan kamu jam tangan El. Apakah kamu tahu, jam tangan di sini sangat terkenal".
"Tapi, Al".
Ali lalu membawa Ela memasuki outlet jam tangan itu. Pramuniaga menyambut kedatangannya dengan ramah. Ali menatap pajangan jam tangan di estalase kaca. Ali menunjuk salah satu jam tangan Rolex dengan model klasik berwarna silver.
"Saya ingin yang itu" ucap Ali kepada pramuniaga, sengaja ia menggunakan bahasa prancis.
Pramuniaga cantik itu lalu mengambil jam tangan yang di tunjuk Ali. Ia memperlihatkan jam tangan itu kepada Ali.
"Pilihan kamu sangat tepat. Apakah kamu membelikan untuk kekasihmu itu" tanyanya.
Ali melirik Ela yang berada di sampingnya, "Ya, saya akan membelikan untuknya".
"Kekasih kamu sangat cantik, apakah dia dari Asia tenggara".
"Ya, dia dari Asia Tenggara, dia memang cantik".
"Kenapa tidak membeli coupel saja. Saya punya koleksi yang bagus untuk kalian berdua" pramuniaga itu mencoba menawarkan kepadanya.
Ali kembali melihat jam yang dikeluarkan oleh pramuniaga, jam Rolex couple berwarna silver. Ali tersenyum, benar apa yang dikatakan pramuniaga itu. Jam tangan klasik itu begitu bagus, sesuai dengan apa yang ia inginkan.
"Ya, saya pilih ini"
Ali menatap Ela, wanita itu hanya diam. Ia yakin Ela tidak mengerti apa yang ia ucapkan tadi.
"Saya membelikan jam tangan bagus untuk kamu" Tanya Ali.
"Saya sudah memiliki jam tangan Al, kamu tidak perlu membelikannya".
Ali melirik jam tangan yang melingkar di tangan Ela. Jam tangan itu tidak lebih dari jam tangan KW dan murahan.
"Jam kamu itu, lebih baik di buang saja".
Ela mengerutkan dahi, "kenapa harus dibuang, ini masih bagus dan saya suka memakainya".
"Sebaiknya disimpan saja, kamu maukan memakai jam tangan pemberian saya".
Ela kembali melirik iris mata Ali, "oke".
Ali tersenyum penuh arti, Beberapa menit kemudian, Ali membayar pembelian jam tangannya di kasir. Ali membawa paper bag putih bertulisan Rolex di paper bag itu. Ia menyerahkan kepada Ela.
"Ini untuk kamu".
"Terima kasih" hanya itu yang bisa Ela ucapkan.
Ali menggenggam tangan Ela, kembali menyusuri jalan. Sekedar memasuki outlet dan berjalan-jalan. Ali merasakan kehangatan pada wanita Asia ini. Entahlah ia seakan tidak ingin melepaskan wanita itu begitu saja.
**********
Ela membaringkan tubuhnya di tempat tidur, ia menatap langit-langit plafon, langit sudah berubah menjadi gelap. Seharian ia berjalan-jalan dengan Ali. Ali membelikannya beberapa coklat dan jam tangan untuknya. Ia melirik jam pemberian Ali, di nakas. Ela lalu menegakkan tubuhnya dan membuka paper bag itu.
Ela membuka kotak jam tangan itu, jujur ia tidak terlalu paham dengan merek jam. Ia hanya melirik jika jam tangan dengan model sederhana yang biasa ia beli di pasar. Ia pikir semua jam itu sama saja, tidak lebih alat untuk mengingat waktu.
Ela membuka kotak jam tangan itu, menatap sebuah jam tangan berwarna silver yang elegan, di pengait itu berlogo mahkota timbul. Ela menyentuh jam tangan itu dan ia kembali berpikir. Ela memastikan harga jam tangan ini.
Ela mengambil ponsel miliknya di nakas. Ia membuka salah satu aplikasi google dan lalu mengetik merek jam tangan tersebut. Sedetik kemudian daftar pencarian itu muncul.
Ela mulai membaca satu persatu isi dalam pencarian itu. Ela hampir tidak percaya apa yang dilihatnya. Ela lalu berdiri, melihat harga jam Rolex itu bisa membeli satu apartemen minimalis di Jakarta. Kepala Ela berdenyut hebat, Ela melihat secara teliti, dan nomor seri tertera di jam tangan tersebut. Jam tangan itu, asli. Oh Tuhan, kenapa ia tidak menyadari bahwa Ali membelikan barang mahal seperti ini, padahal outlet jam tangan itu tidak terlalu besar.
Ia pikir, harga jam tersebut masih dengan harga normal, dan lihatlah harga jam tersebut di bandrol dengan harga selangit. Oh Tidak, ia harus mengembalikan jam ini. Ia tidak bisa memakai barang berharga ini.
Ela membawa paper bag, dan kotak, Ia lalu melangkah keluar dari pintu menuju kamar Ali.
***********