Bab 19. (Kecurigaan Noval)

1151 Words
"Aku jadi curiga, jika bocah ini seorang penyusup?" curiga Lelaki Berewok itu pun berkata di dalam hatinya.       Tampak Lelaki Berewokan itu menatap tajam ke arah Noval dengan penuh curiganya, seakan ingin menyelidiki mahasiswa tampan itu. Sebelum menjawab pertanyaan dari Noval. Hingga akhirnya ia pun menjawab pertanyaan dari Noval yang penuh dengan analisa. "Kalau masalah itu, aku juga tidak tahu. Itu bukan bagian ku, tapi coba kalian cek ponsel kalian. Apakah ponsel kalian sudah dapat menerima sinyal, atau belum?" timpalnya dengan datarnya, berusaha menghindari pertanyaan dari Noval itu akan berlanjut. Dengan tatapan menatap ke arah mereka bersepuluh secara bergantian. Mendengar perkataan dari Lelaki Berewokan itu. Para pemenang kuis itu pun langsung mengecek ponsel mereka masing-masing.  Terlihat di layar Ponsel mereka itu. Ternyata sinyal sudah dapat ditangkap oleh ponsel mereka. Walaupun tak stabil, dengan tanda sinyal 1-2 bar. Dengan nama operator yang telah terlihat di layar ponsel mereka masing-masing.  Walaupun mendapatkan sinyal operator dan jaringan seluler yang payah. Tetapi hal itu, telah dapat membuat ponsel mereka, dapat menerima SMS dan Email, maupun pemberitahuan dari jejaring sosial yang mereka miliki.  Mereka semua tampak sibuk menerima SMS dan e-mail. Yang lalu dibaca dan langsung dibalas. Tetapi sayangnya, hal itu selalu gagal terkirim. Walaupun pulsa mereka dan paket data mereka, sangat mencukupi untuk melakukan akan hal itu. "Ini sungguh sangat menyebalkan sekali ..., paket data ku menjadi sia-sia saja," ujar Andro, dengan penuh kekesalannya. Dengan wajah penuh kesal memandang ke arah smartphonenya. "Sudahlah Ndro, terima saja keadaan yang ada. Jangan membuat hal ini, menjadi kegalauan dirimu ...," ucap Noval, seakan sedang ingin menghibur sahabat sehidup semati nya itu. Dengan tatapan mata, melihat ke arah awan yang berarak di langit tanpa batas. "Sudah! kalian semua jangan hanya memikirkan tentang sinyal. Apakah kalian tidak merasakan lapar?" ujar Lelaki Berewokan itu, kepada mereka semua. Yang baru teringat akan rasanya lapar. Yang sempat mereka lupakan, karena saking bersemangatnya mereka menyusuri keindahan gugusan pulau kecil yang terpencil itu. "Oh ya! Aku baru ingat kalau kita, belum makan nasi," ujar Anto, seraya memegang perutnya. "Itu alasan lainnya, aku menemui kalian di sini. Aku tahu, walaupun di pondok banyak tersedia bahan makanan. Tapi paling kalian hanya bisa memasak mi rebus saja," ujar Lelaki Berewokan itu. Lalu ia pun melanjutkan ucapannya kembali. "Aku sudah memasak untuk kalian, dan semuanya sudah tersedia di meja makan. Silakan sekarang kalian pulang ke pondok. Dan menikmati masakan ku itu," ucapnya, lalu melangkahkan kakinya meninggalkan mereka, melanjutkan perjalanannya kembali. Yang entah ingin menuju ke mana tujuannya itu. "Kau ingin ke mana?" tanya Noval, seakan ingin menyelidiki Lelaki Berewokan itu. "Aku ingin mengelilingi gugusan pulau kecil ini, seperti tadi kalian mengelilinginya tadi," timpalnya, sambil terus berjalan ke arah depan. Tak menghiraukan apalagi. "Sepertinya ia menyembunyikan banyak hal tentang jati dirinya itu? Tapi untuk apa ia melakukan hal itu?" tanya Noval di dalam hatinya, dengan spekulasi yang semakin liar di benaknya.   Noval lalu melangkahkan kakinya menuju ke arah pondok kayu itu. Bersama yang lainnya.  Mereka bersepuluh terus berjalan secara beriringan, hingga mereka pun tiba di pondok kayu itu. Mereka langsung masuk ke dalam pondok kayu itu. Dan langsung menuju ke meja makan. Yang telah tersedia nasi dan berbagai lauk-pauk seperti, rendang, ikan bakar, sate dan sayur-mayur, yang siap untuk disantap.  Mereka lalu duduk di bangku yang mengelilingi meja makan itu. Lalu segera mengambil nasi dan lauk-pauk yang tersedia di meja makan itu, sesuka hati mereka. Tanpa mencurigai hal apa pun sama sekali. "Wah ...! sepertinya kita akan makan besar hingga kenyang nih ...," ujar Ketut dengan logat Balinya. Sambil mengambil lauk-pauk dengan banyaknya, setelah mengambil nasinya terlebih dahulu. "Lebih tepatnya, pesta ini namanya ...," sambung Tino, lalu melahap makanan yang telah ia ambilnya itu dengan rakusnya. "Iya, seperti makanan di pesta perkawinan saja," sambung Anto. Lalu memasukan nasi ke dalam mulutnya itu.       "Dasar orang kampung, pada meributkan makanan saja. Kalau makan, ya makan. Jangan pakai acara ribut tahu! Aku jadi tidak konsen membaca E-mail nih!" kata Tomy, lalu menyuapkan nasi yang ada di sendok di tangan kanannya. Sedangkan tangan kirinya sibuk menyentuh layar sentuh phablet nya, yang ia taruh di meja makan di samping kiri piringnya. Hal itu pun yang dilakukan oleh Thomas, yang tampak sibuk dengan phablet nya juga.  Thomas pun lalu angkat bicara, untuk mendukung ucapan Tomy itu. "Iya, kalian berisik sekali. Kami ini berbeda dengan kalian. Kami ini sedang sibuk mengecek e-mail yang masuk. Karena aku dan Tomy itu seorang bisnisman, jadi mau tak mau. Kami perlu mengecek email, kami yang dari kemarin hari. Tidak dapat kami cek, karena ketiadaan sinyal di tempat ini," sambung Thomas, yang segera sibuk dengan phablet nya kembali. "Itu bukan masalah bagi kami, karena di sini kita ini sedang berlibur. Jadi lupakan saja masalah bisnis apa pun. Sepertinya kalian berdua tidak ingin akrab dan menyatu dengan kami?" ujar Tigor, yang ditimpali oleh Tomy dengan ketusnya. "Masalah bagimu, kalau kami tidak ingin akrab dengan kalian!" sahut Tomy, sambil berdiri dan mengambil phablet nya dengan tangan kirinya. Dengan menatap Tigor dengan tajamnya, yang membuat Tigor menjadi tersinggung diperlakukan seperti itu. "KAU! KURANG AJAR SEKALI ORANG JAKARTA!" bentak Tigor, sambil berdiri dan mengacungkan jari telunjuk kanannya ke arah Tomy. Yang membuat suasana menjadi sedikit panas. Hingga Aryo, yang terlihat berpikiran paling tenang di antara mereka semua angkat bicara. "Kalian bisa tenang atau tidak ...? Kalian ini seperti anak kecil saja. Suka membuat masalah dan ingin menyelesaikan masalah dengan k*******n," ujar Aryo. Lalu memandang ke arah Thomas. "Thomas, tolong bawa Tomy masuk ke dalam kamar kalian. Kalau masih lapar, bawa sekalian nasinya," ujar Aryo, seakan seperti seorang komandan yang sedang memberi perintah kepada anak buahnya.  Tampak Thomas lalu mengambil phablet nya dengan tangan kirinya. Sedangkan tangan kanannya menggandeng tangan kiri Tomy. Setelah mendengar ucapan dari Aryo. "Tom, lebih baik kita ke dalam kamar saja. Di sana kita pasti akan lebih nyaman mengecek e-mail kita," ajak Thomas kepada Tomy. "Ya, sepertinya itu lebih baik. Daripada kita harus berhadapan dengan orang kampung seperti mereka!" sahut Tomy, dengan ketusnya. Sembari bibirnya di monyong kan ke arah Tigor, yang berusaha keras untuk menahan emosinya. Agar tak meledak di tempat itu. Tomy bersama Thomas pun, lalu meninggalkan meja makan itu. Tanpa melanjutkan kembali makannya.  Mereka berdua seakan sudah kehilangan selera makan, karena keributan kecil itu. Sedangkan yang lain, tampak tetap melanjutkan makannya. Seakan mereka tak terpengaruh sama sekali oleh kejadian itu.  "Sombong sekali orang Jakarta itu. Rasanya ingin ku hajar saja, muka mulus banci itu!" ucap Tigor dengan penuh kekesalannya, setelah selesai menyelesaikan makannya itu.  Akan tetapi hal itu tak ditanggapi oleh siapa pun. Karena mereka tak ingin memperkeruh keadaan, yang sempat panas. Karena bisa saja hal itu merusak liburan yang tengah mereka jalani, dan nikmati itu.   Matahari pun terus condong ke arah barat, seakan tak ingin mempedulikan tentang kejadian apa pun. Yang akan terjadi di gugusan pulau kecil itu selanjutnya. Kejadian yang benar-benar akan membuat mereka terkejut. Terkejut karena, mereka tak pernah menduga hal itu akan terjadi di dalam hidup mereka. Di saat mereka tengah menikmati liburan di gugusan Pulau Kematian.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD