Bab 69. (Ketakutan Warno-Warmo)

1135 Words
Warno dan Warmo begitu ngeri melihat seringai dari Mario, yang seakan ingin membunuh mereka saat itu juga. Mereka seakan terhipnotis oleh seringai dari Mario. Hingga membuat mereka berdua terdiam, bagai patung saja. Dua saudara kembar itu masih saling terdiam, dengan mata saling melirik. Seakan sedang melakukan telepati. Dengan jalan pikiran mereka masing-masing. "Pantas saja, tak ada yang mau menerima penawaran ini. Jika dari seringainya sudah semengerikan itu," tutur Warno di dalam hatinya, dengan penuh kengeriannya. Walaupun terlihat begitu tenang di luarnya. Seakan tak terjadi apa-apa dengan dirinya. Berbeda dengan Warno yang berusaha untuk tenang. Warmo terlihat terpancing emosinya oleh perkataan Mario tadi. "Kurang ajar kau! Biar bagaimana pun. Kami lebih tua darimu!" ujar Warmo dengan nada keras. Seraya mengeluarkan belati bergagang hitam dari dalam jaket hitamnya. Langsung saja tersulut emosinya, dengan ejekan dari Malaikat Biru cadangan itu. Melihat Warmo mengeluarkan belatinya. Warmo pun lalu mengeluarkan belatinya dari dalam jaket hitamnya. Seakan tindakan dari saudara kembarannya itu, adalah sebuah perintah tanpa isyarat. Yang sangat dimengerti oleh dirinya. "Terpaksa, mengikuti keinginan Warmo," tutur Warno di dalam hatinya, dengan nada pasrah. "Kami akan memastikan kau mati malam ini," ucap Warmo, dengan penuh emosinya. "Hanya menggunakan belati itu, kalian ingin membunuhku? Mimpi!" sahut Mario lalu mendesis yang tak dimengerti sama sekolah oleh mereka berdua. Padahal desisan itu merupakan cara untuk memanggil 10 ular berbisa piaraannya "Akan kami buktikan!" Warno pun lalu maju, menyerang Mario. Yang segera melayani serangan dari Warno, dengan begitu lihainya. Warmo pun lalu ikut menyerang Mario. Hingga terjadilah perkelahian dua lawan satu di tempat itu, dengan begitu sengitnya. Walaupun Mario tanpa s*****a sama sekali, dan dikeroyok oleh mereka berdua. Tetap saja Mario terlihat lebih unggul dari mereka berdua. Hingga tiba-tiba saja muncul 10 ular berbisa dari segala arah. Yang menghampiri Mario, dengan begitu elegannya. Sepuluh ular berbisa itu adalah piaraan Mario. Yang dipanggilnya lewat desisannya tadi. Kehadiran sepuluh ular berbisa itu sudah dapat membuat Warno-Warmo begitu ketakutan bukan main. Hingga mereka pun menghentikan serangan mereka secara mendadak. "Bagaimana ini, No?" tanya Warmo dengan nada bergetar, karena dirinya dan Warmo fobia oleh binatang tanpa kaki, termasuk ular. "Kau juga tahu sendiri, aku juga takut," sahut Warno dengan suara bergetar. Apa yang terjadi oleh Warno-Warmo itu pun disaksikan oleh Mario dengan penuh keseriusannya. "Ternyata benar, kalian takut sama ular," ujar Mario, dengan tatapan ke arah Warno dan Warmo, yang terus bergetar tubuhnya. Hingga belati yang mereka genggam pun terjatuh begitu saja dari genggaman tangan mereka. "Para cintaku, serang mereka berdua," perintah Mario kepada ular-ular berbisa itu, lalu berdesis. Seperti mengerti dengan apa yang dikatakan oleh Mario. Sepuluh ular itu lalu bergerak mendekati Warno dan Warmo dengan desisannya. Yang menambah ketakutan dua bersaudara kembar itu. Ketakutan semakin merajai mereka berdua. Hingga mereka pun melirik di samping kanan mereka ada sebuah pohon mangga. Yang membuat mereka berpikir, jika pohon mangga itu bisa menjadi pelarian mereka. "Mo, ayo kita naik pohon mangga itu!" ajak Warno kepada saudara kembarnya. "Ide yang bagus. Ayo kita lakukan sekarang," Warmo pun berbalik arah dan berlari terlebih dahulu. "Sue kau, Mo. Meninggalkan aku begitu saja," gerutu Warno, lalu ikut berlari menuju ke arah pohon mangga yang tadi ada di belakang mereka. Dengan penuh ketakutannya. Sepuluh ular berbisa itu pun mengikuti langkah mereka berdua, dengan melata di tanah. "Sepertinya Malaikat Hitam sudah kehabisan anak buah. Hingga mengirim mereka untuk membunuhku. Akibat ditangkapi oleh pihak berwajib. Aku tahu sejarah hidup mereka dari Marco. Jika mereka hanyalah anak jalanan yang tak memiliki keluarga. Mereka aku rasa bisa berubah. Aku akan membantu mereka, untuk lepas dari orang itu. Entahlah saat aku kembali ke Jakarta, aku ingin berbuat baik. Apa karena sosok yang datang dalam mimpiku itu?" tutur Mario dengan panjang lebarnya, di dalam hatinya. Mario lalu melangkahkan kakinya secara perlahan menuju pohon mangga itu. Tanpa beban sama sekali. Mario memang pernah bermimpi didatangi oleh sosok Malaikat Putih sebelum Andi. Akan tetapi Malaikat Putih itu. Bersikap berbeda, saat datang ke mimpi Mario. Dirinya hanya berpesan agar dirinya berubah dan jangan pernah bergabung dengan 7 Malaikat Kematian sebagai cadangan Malaikat Biru. Warmo akhirnya tiba di depan pohon mangga itu. Tanpa berpikir panjang lagi. Ia langsung saja naik ke tubuh pohon mangga. Tanpa menunggu Warno terlebih dahulu. Seolah dirinya tak mempedulikan saudara kembarnya. "Mo, tunggu aku!" teriak Warno dengan penuh kepanikannya. Seraya menengok ke arah ular-ular yang mengejar dirinya, dengan penuh ketakutannya. "Cepat, No ular-ular itu ada di belakangmu!" seru Warmo dengan penuh kekhawatirannya terhadap saudara kembar nya itu. Seakan mendapat suntikan semangat dari Warmo. Warno pun langsung memanjat pohon mangga itu dengan penuh keberaniannya. Hingga dalam waktu singkat ia sudah berada di samping Warmo. Di atas batang pohon di ketinggian 2 meter. "Yes! Kita berhasil!" teriak Warno, lalu menepuk kedua tangannya dengan tangan Warmo dengan penuh kebahagiannya. Mereka berdua berpikir, jika ular-ular berbisa itu tak akan mampu untuk naik ke atas pohon mangga itu, untuk menghampiri mereka berdua. Sambil menatap ke arah Mario dengan penuh kemenangannya. Yang berada 3 meter dari pohon mangga itu. "Apakah kalian pikir, ular-ular cantik ini tak bisa memanjat pohon?" ujar Mario dengan nada mengejek kepada mereka berdua. "Tentu saja tak bisa," sahut Warno dengan penuh percaya dirinya. "Yakin?" tanya Mario, seraya menatap ke arah ular-ular berbisa yang berada di bawah pohon mangga itu. "Tentu saja yakin," jawab Warno, dengan tegasnya. "Para cantikku, buktikan kalian bisa memanjat pohon itu. Beri mereka berdua pelajaran. Karena sudah berani mengganggu pangeran kalian ini," ujar Mario kepada ular-ular beracun yang sangat mengerti perkataan dari Mario. Seakan mereka manusia yang tak dapat bicara saja. Dengan hanya mengerti semua perkataan Mario. Sepuluh ular berbisa itu lalu memanjat pohon mangga itu dengan menggunakan sisik-sisik di tubuh mereka. Sebagai sarana untuk mereka memanjat pohon mangga itu. Melihat kenyataan seperti itu. Wajah Warno dan Warmo pun menjadi pucat pasi. Seakan ketakutan benar-benar sedang melanda diri mereka. "Mario, kau kalau jantan. Jangan menggunakan ular-ular itu untuk menyerang kami. Tapi duel lah bersama kami!" teriak Warno dengan penuh ketakutannya. Saat ular-ular itu semakin mendekati mereka. "Kalian yang tak jantan. Mengeroyokku dengan menggunakan s*****a," sahut Mario dengan santainya. Tanpa merasa bersalah sama sekali, dengan apa yang sudah dilakukannya terhadap mereka berdua. "Itu karena perintah Bos Besar untuk membunuhmu," ungkap Warno, semakin terlihat ketakutan melihat ular-ular yang semakin mendekati mereka berdua. "Mario, cepat perintahkan ular-ular itu pergi. Kami menyerah! Terserah kau ingin memperlakukan kami apa nanti. Asal kau suruh ular-ular itu pergi. Apa kau tak tahu, aku ini sudah terkencing-kencing!" kali ini Warmo pun ikut bicara. "Aku juga sudah terkencing-kencing di celana," sambung Warno, yang membuat Mario tersenyum melihat ketakutan mereka berdua. "Bagaimana mereka berdua menjadi anggota dari 7 Malaikat Kematian?" tanya Mario di dalam hatinya, lalu terdiam masih dengan tersenyum sendiri. Seakan sedang menikmati ketakutan dari Warno-Warmo dengan ular berbisa piaraannya, yang sudah ia piaraan sejak masih berbentuk telur. Hingga saat kesepuluh ular itu menetes. Mario lah yang dilihatnya. Hingga menganggap Mario sebagai induk mereka. Yang harus dituruti semua perintahnya.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD