Bab 42. (Ternyata Hanya Mimpi)

1113 Words
Hanya sesaat Malaikat Merah terhuyung. Hingga dirinya pun dapat mengendalikan dirinya kembali. Dan berdiri dengan tegapnya. Seakan seorang kesatria di hadapan lawannya. Bersiap untuk menerima serangan dari musuhnya, kapan pun juga. Dirinya pun langsung saja meraba perutnya. Untuk memeriksa lukanya, yang dibuat oleh Malaikat Putih. Akan tetapi ia tak menemukan lukanya sama sekali, bersamaan dengan hilangnya rasa sakit yang ia rasakan. Seakan dirinya tak pernah terluka sama sekali. "Ini aneh, kenapa lukaku dan rasa sakit ku menghilang begitu saja?" tanya Malaikat Merah di dalam hatinya dengan penuh kebingungannya. Malaikat Merah terus bermain dengan pikirannya sendiri. Seakan lupa dengan kehadiran Malaikat Putih di tempat itu. Melihat dirinya diabaikan oleh Malaikat Merah. Malaikat Putih, lalu bergerak meninju perut Malaikat Merah. Hingga terjungkal ke belakang. "Katanya kau ingin berduel denganku, Wandi?" ucap Malaikat Putih, sambil menyeringai kepada Malaikat Merah, yang sedang bangkit dari jatuhnya. "Kurang ajar kau!" teriak Malaikat Merah, dengan penuh amarahnya. Langsung saja menyerang Malaikat Putih dengan membabi-buta. Yang dilayani oleh senang hati oleh Malaikat Putih. "Dasar lemah ...," ejek Malaikat Putih. Yang membuat Malaikat Merah semakin terbakar oleh amarahnya. Malaikat Merah semakin ganas menyerang Malaikat Putih, mendengar ejekan itu. Walaupun sebenarnya tangan kanan Malaikat Hitam itu tak tahu. Malaikat Putih yang ia hadapi manusia apa bukan. Terus menyerang dengan begitu agresifnya. Akan tetapi tetap saja Malaikat Merah tak mampu menjatuhkan lawannya. Malah dirinya yang tersudut oleh Malaikat Putih. Yang akhirnya dapat mencengkram leher Malaikat Merah dengan tangan kirinya di sudut puncak Bukit Merah. Yang di bawahnya terhampar ilalang raksasa. Dengan ketinggian 100 meter, sedikit peluang hidup. Bagi Malaikat Merah untuk hidup. Jika terjatuh langsung dari puncak Bukit Merah. 1 meter di belakang ruang kosong. Malaikat Merah terlihat kesulitan untuk bernapas akibat dari cekikan Malaikat Putih yang begitu kuat. Tanpa dirinya dapat menggerakkan tubuhnya kembali. "Kenapa tubuhku, tak mampu aku gerakan kembali?" gerutu Malaikat Merah di dalam hatinya, dengan penuh kekesalannya. "Aku ingin tahu, apakah kau sudah takut akan kematian?" tanya Malaikat Putih, lalu tersenyum sinis kepada Malaikat Merah. Dengan terus mendorong mundur Malaikat Merah. Ke bibir jurang di puncak Bukit Merah. Batu-batu kecil pun mulai berjatuhan ke bawah. Bersamaan dengan semakin terdorongnya Malaikat Merah. Yang terlihat begitu tenang. Walaupun nyawa sudah berada di ujung tanduk seperti itu. "Aku tak mungkin takut, dengan kematian!" sahut Malaikat Merah dengan tersedak-sedak. "Kalau begitu, rasakan lah apa itu kematian ...," Malaikat Putih lalu melepaskan cekikan nya. Dan langsung saja meninju wajah Wandi yang bersembunyi di dalam topeng tengkorak merahnya. "Tidak!" teriak Malaikat Merah. Bruk! Tubuh Malaikat Merah pun terjatuh dengan begitu kerasnya ke bawah. Bersamaan dengan Matahari, yang semakin meredup di langit barat. *** Malaikat Hitam terus berjalan dengan langkah mantapnya. Hingga ia pun tiba di dalam ruangan yang ada di dalam Bukit Hitam. Baru beberapa belas langkah dirinya masuk ke dalam ruangan itu. Ia pun melihat Malaikat Merah yang sedang tertidur, akan tetapi tubuhnya bergerak ke sana-kemari dengan liarnya. Seperti orang yang sedang mengalami mimpi buruk saja. Hingga mau tak ia pun harus menghentikan langkahnya. Berdiri di samping tangan kanannya. "Ada apa dengan dirinya? Sepertinya ia mengalami mimpi buruk?" tanya Malaikat Hitam di dalam hatinya, dengan penuh selidik. Pimpinan dari 7 Malaikat Kematian itu lalu melangkahkan kakinya kembali, menuju ke arah Malaikat Merah yang masih berguling-guling di tempat itu. Malaikat Hitam lalu menggunakan kaki kirinya, untuk menyentuh pipi Malaikat Merah. "Bangun kau Merah," kata Malaikat Merah dengan datarnya. Mendapat sentuh kaki seperti itu. Malaikat Merah langsung saja memukul kaki kiri pimpinannya dengan tangan kirinya. "Dasar Putih!" teriak Malaikat Merah, dengan penuh kebenciannya terhadap Malaikat Putih. Dalam keadaan tertidur, seperti orang yang sedang mengigau saja. "Bangun kau, Merah!" kali ini Malaikat Merah pun menendang punggung Malaikat Merah. Yang langsung membuat dirinya terbangun. Dan keluar dari mimpi buruknya. "Untung hanya mimpi," kata Malaikat Merah, seakan sedang berbicara sendiri. Sambil berdiri, bersandar di dinding ruangan itu. "Kau sepertinya, mengalami mimpi buruk?" tanya Malaikat Hitam, lalu bersandar di dinding ruangan itu. Di samping kanan wakilnya itu. "Aku bermimpi duel dengan Putih-" perkataannya pun dipotong oleh Malaikat Hitam. "Akhirnya kau bermimpi juga si k*****t itu. Pasti kau kalahkan?" tutur Malaikat Hitam lalu tertawa dengan penuh kebahagiannya. Yang membuat Malaikat Merah kebingungan. Karena seingatnya Malaikat Hitam yang terakhir ia temukan tak seperti ini. "Jangan-jangan ia bertukar kepribadian lagi?" tanya Malaikat Merah di dalam kalbunya. "Pimpinan, kau yang saat ini. Yang takut dengan Putih yang sudah mati, atau yang tidak?" tanya Malaikat Merah dengan penuh selidik. Mendengar perkataan dari anak buahnya itu. Malaikat Hitam pun terdiam, bermain dengan pikirannya sendiri. "Pasti dia bicara hal yang berbeda. Dengan apa yang sudah aku bicarakan kepadanya. Aku harus memberi alasan kepada Merah, agar dirinya tak curiga terhadapku," ucap Malaikat Hitam di dalam hatinya. "Aku yang takut dengan mimpi buruk itu-" perkataan Malaikat Hitam pun dipotong oleh Malaikat Merah. "Untung si Lemah. Jika tidak, aku akan diceramahi nya habis-habisan olehnya. Jika aku menceritakan hal ini," tutur Malaikat Merah, lalu menghembuskan napasnya. Seakan dirinya benar-benar lega. Bila yang ada di sampingnya, adalah sosok yang takut dengan Malaikat Putih. Yang menghantui mimpinya. "s**l, dia sebut aku lemah?" gerutu Malaikat Hitam di dalam hatinya. Lalu tertawa untuk mencairkan suasana di antara mereka. Sekaligus menyembunyikan sesuatu hal, yang merupakan sebuah rahasia besar hidupnya. "Bagaimana, mimpimu. Sungguh indah bukan?" tanya Malaikat Hitam, sesudah menghentikan tawanya. "Ini gara-gara kau menyumpahi aku!" ketus Malaikat Merah, dengan melirik ke arah Malaikat Hitam. Yang langsung membuat dirinya tertawa kembali. Walaupun hanya sekejap saja. "Akhirnya, kau mengalami juga. Apa yang ku alami. Sekarang jangan bicarakan hal itu lagi. Aku benci, dirinya hadir di dalam mimpiku," ujar Malaikat Hitam. "Lalu kita harus membahas apa?" tanya Malaikat Merah, dengan penuh kebingungannya. "Lebih baik kita bahas tentang kematian Kuning dan Hijau. Kenapa mereka bisa ketahuan, dan menyebabkan kematian mereka?" tanya Malaikat Hitam dengan penuh selidik. "Mereka mati karena ulah mereka sendiri," sahut Malaikat Merah, dengan tegasnya. "Maksudmu?" Malaikat Hitam semakin penasaran saja. "Mereka melanggar perintah mu. Tanpa perintah mu, mereka berdua ingin membunuh para peserta itu." ungkap Malaikat Merah kepada Malaikat Hitam. "Dasar bodoh. Berani bertindak tanpa perintahku. Lalu kenapa kau tak mencegah mereka?" Malaikat Hitam pun kembali bertanya kepada anak buahnya. "Aku sudah mencegahnya. Tapi mereka tetap pada pendirian mereka," beber Malaikat Merah. "Dasar keras kepala. Baiklah aku akan segera mengirim mereka SMS. Untuk memberitahu mereka. Jika malam ini kita tak akan mengambil tindakan," tutur Malaikat Hitam. Sambil melangkahkan kakinya, masuk lebih dalam ke dalam ruangan itu. "Tapi aku ingin membunuh!" ucap Malaikat Merah, sambil mengikuti langkah Pimpinannya. "Kau ingin mati seperti Kuning dan Hijau. Bertindak tanpa perintahku?" sentak Malaikat Hitam terhadap tangan kanannya. "Tidak!" tegas Malaikat Merah. "Jika begitu, jangan bergerak tanpa perintahku. Lagipula kau sudah membunuh. Yang tersisa untuk yang lainnya, termasuk aku," kata Malaikat Hitam terus berjalan ke dalam ruangan itu. Yang diekori oleh Malaikat Merah.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD