Bab 41. (Teror dari Sosok Bayangan Putih)

1145 Words
Malaikat Merah yang sedang tertidur dengan lelapnya. Tiba-tiba saja terbangun dari tidurnya ketika. Dirinya mencium wangi bunga melati yang begitu serempak, menyebar di tempat itu. Yang entah darimana sumbernya. Dirinya langsung saja berdiri, berusaha mencari sumber wangi bunga melati itu. Hingga ia pun melihat bayangan putih yang berlari ke arah pintu keluar lainnya yang ada di dalam bukit itu. Yang membuat Malaikat Merah menjadi curiga kepada bayangan putih itu, sebagai sumber dari harum bunga melati itu. "Siapa dirinya?" tanya Malaikat Merah di dalam kalbunya, lalu berlari mengejar bayangan putih. Yang terus berlari dengan kecepatan tinggi di lorong yang menghubungkan antar ruangan dalam Bukit Hitam. Malaikat Merah terus berlari mengejar bayangan putih. Yang belum ia ketahui siapa jati dirinya yang sebenarnya. Yang membuat dirinya benar-benar penasaran bukan main. Hingga Malaikat Merah tiba di depan pintu keluar-masuk itu. Bayangan putih itu telah menghilang begitu saja. Tanpa meninggalkan jejak sedikit pun.Bagai hantu yang sedang meneror Malaikat Merah. "Cepat sekali dia keluar dari sini. Lebih baik aku cari ia di luar," Malaikat Merah pun lalu menekan tombol-tombol angka, sebagai kode keluar masuk pintu itu pada kotak yang ada di samping pintu rahasia itu. Sesaat kemudian pintu itu pun bergeser, terbuka secara otomatis. Saat kode-kode yang ia terima benar. Malaikat Merah lalu bergegas keluar dari dalam Bukit Hitam. Hingga membuat pintu dari kaca hitam tebal itu tertutup kembali secara otomatis. Saat tiba di luar. Langit pun sudah memerah. Pertanda petang sudah datang. Di mana Mentari akan segera kembali ke peraduannya. "Sudah sore rupanya," Malaikat Merah pun memandang langit tanpa batas. Sepasang matanya, lalu menjelajahi tempat itu. Untuk mencari bayangan putih itu. Namun dirinya tak menemukan apa pun sama sekali di tempat itu. Yang membuat dirinya benar-benar merasa keheranan bukan main. Dengan terus berjalan menembus ilalang raksasa. Yang menghampar hingga mencapai jalan setapak di Pulau Hitam. "Sebenarnya siapa, dan ke mana ia pergi?" tanya Malaikat Merah di benaknya, dengan penuh kebingungannya. Tak mengerti sama sekali, dengan apa yang sedang ia hadapi. Malaikat Merah terus terdiam. Bermain dengan pikirannya sendiri. Hingga tiba-tiba saja melintas sosok bayangan putih yang berlari di jalan setapak di depannya. Yang masih berada di dalam ilalang raksasa. "Sepertinya kau ingin mempermainkan ku!" teriak Malaikat Merah dengan penuh kekesalannya terhadap sosok bayangan putih, yang tak dapat ia duga. Siapa sebenarnya. Tak ada yang merespon teriakan itu sama sekali. Karena di tempat itu, memang benar-benar tak ada siapa-siapa. Dirinya lalu berlari, menerobos ilalang tinggi sedadanya itu. Hingga saat ia tiba di jalan setapak. Ia pun berlari dengan kecepatan tinggi. Tanpa merasa terganggu dengan kostum yang ia pakainya. Terus berlari mengejar bayangan putih. Yang terus berlari hingga menyeberangi jembatan penyeberangan antara Pulau Hitam dan Pulau Merah. "Kenapa ia berlari ke pulauku?" tanya Malaikat Merah di dengan penuh keheranannya, di dalam hatinya. Saat dirinya tiba di jembatan gantung kayu itu. Hingga jembatan gantung kayu itu terombang-ombang saat Malaikat Merah berlari di atasnya. Sedangkan saat bayangan putih itu berlari di atas jembatan gantung kayu itu. Jembatan gantung kayu itu tak berguncang sama sekali. Seakan bayangan putih itu adalah kapas yang begitu ringan. Menurut penglihatan Malaikat Merah. Hingga membuat Malaikat benar-benar keheranan bukan main. "Aneh kenapa saat bayangan putih itu berlari di atas jembatan gantung ini. Jembatan gantung ini tak bergoyang sama sekali? Sedangkan aku berlari di atas jembatan gantung kayu ini. Jembatan gantung ini terombang-ambing dengan begitu hebatnya. Apa karena tubuhku bertambah berat?" banyak tanya pun berkecamuk di benak Malaikat Merah. Yang tak ia ketahui sama sekali jawabnya. Malaikat Merah pun tiba di ujung jembatan gantung kayu itu. Dirinya pun terus mengejar bayangan putih yang terus berlari di jalan setapak menuju puncak Bukit Merah. "Sebenarnya dirinya memiliki tujuan apa. Hingga naik ke puncak bukit ku ini?" tanya Malaikat Merah di kalbunya. Terus mengejar bayangan putih itu. Yang akhirnya menghentikan larinya. Saat berada di puncak Bukit Merah. Malaikat Merah pun terus berlari. Hingga dirinya pun tiba di puncak Bukit Merah dengan napas yang sedikit memburu. Hingga akhirnya ia pun dapat melihat. Jika sosok bayangan putih itu adalah Malaikat Putih. Yang sedang berdiri bersedekap, menatap ke arah Laguna Kematian. Seakan ingin menunjukan keangkuhannya terhadap Malaikat Merah. Sehingga membuat wakil dari 7 Malaikat Kematian itu kesal bukannya main. Karena diperlakukan seperti itu oleh juniornya. Sesuatu yang ia anggapnya sebagai penghinaan besar bagi dirinya. Padahal Malaikat Putih yang sedang berdiri dengan penuh keangkuhannya. Bukanlah Malaikat Putih, yang sering ia usik selama ini. Yang tak ia sadari sadari sama sekali. "Rupanya kau, Putih! Berani-beraninya kau mempermainkan aku seperti ini!" sentak Malaikat Merah dengan penuh amarahnya. Sambil mengatur napasnya yang sedikit memburu. "Kenapa aku tak berani, dengan pecundang sepertimu ...," jawab Malaikat Putih, dengan begitu dinginnya. Malaikat Merah langsung saja tersentak mendengar jawab itu. Suara dari Malaikat Putih. Bukan suara Malaikat Putih yang sering ia usik. Akan tetapi suara itu, adalah suara dari Malaikat Putih, yang sudah mati di ingatannya. "Kau!?" kejut Malaikat Merah, dengan suara bergetar. Sembari menunjuk ke arah Malaikat Putih, yang membalikan tubuhnya. "Ya, ini aku Wandi ...," sahut Malaikat Putih s***s. Menyebut nama asli Malaikat Merah. Seusai berkata seperti itu. Bagai angin, Malaikat Putih pun bergerak. Dan tahu-tahu saja sudah ada di hadapan Malaikat Merah. Dan langsung saja menancapkan belati bergagang tengkorak putihnya ke arah perut Malaikat Merah. Tanpa basa-basi sama sekali Jleb! Belati bergagang tengkorak putih itu pun. Amblas ke dalam perut Malaikat Merah. Menembus jubah merah dan pakaian yang ia kenakan nya. Inginnya Malaikat Merah melakukan perlawanan. Akan tetapi, untuk bergerak saja. Ia tak mampu melakukannya. Dirinya seakan tertotok oleh ahli bela diri. Hingga dirinya tak mampu bergerak sama sekali. Entah ada apa dengan Malaikat Merah. Hingga dirinya pun menjadi seperti itu. Hanya kesakitan yang ia rasakan. Saat Malaikat Putih mempermainkan belatinya di dalam perut Malaikat Merah. Dengan cara memutar-mutarnya. Dan anehnya, tak ada darah yang keluar dari dalam luka di perut Malaikat Merah. Hanya kesakitan saja yang ia rasakan pada perutnya. "Sebenarnya, apa yang terjadi dengan diriku ini?" tanya Malaikat Merah di dalam hatinya. Berusaha menahan rasa sakit yang ia rasakan begitu parah. "Kau, bukannya sudah mati!?" teriak Malaikat Merah, dengan penuh amarahnya terhadap Malaikat Putih. "Kau menganggap aku sudah mati? Baiklah, anggap saja. Aku sosok yang bangkit dari kematian. Untuk membunuhmu," sahut Malaikat Putih, terus memutar-mutar belatinya di dalam perut Malaikat Merah, tanpa perasaan sama sekali. "Lepaskan aku!" teriak Malaikat Merah, berusaha untuk dapat menggerakkan dirinya. Akan tetapi dirinya benar-benar tak mampu untuk melakukannya sama sekali. Seakan dirinya sedang tertotok saja. "Apakah kau takut? Apakah kau kesakitan?" ujar Malaikat Putih dengan nada datar. Seakan sedang mengejek Malaikat Merah. "Aku tak merasakan semua itu! Aku hanya ingin kita duel, satu lawan satu!" sentak Malaikat Merah. Menepis semua kenyataan yang ia rasakan. "Baiklah, kalau itu yang kau inginkan," Malaikat Putih lalu lalu mendorong belati miliknya ke dalam perut Malaikat Merah. Hingga belati bergagang tengkorak putih itu masuk ke dalam perut Malaikat Merah, secara sempurna. Tekanan dari tangan kiri Malaikat Putih itu pun dapat membuat Malaikat Hitam terhuyung sejauh 10 langkah dari tempat semula.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD