Bab 16. (Mulai Bersenang-Senang)

1061 Words
Mereka berempat lalu tiba di hadapan 6 peserta lainnya, yang tampak keheranan dengan sikap mereka berempat. Yang tak mereka ketahui sama sekali, apa maksudnya. Yang hanya bernaung di dalam benak mereka. Terlihat kekikukan di antara mereka, yang memang belum saling mengenal secara dekat satu sama lainnya. Hingga Aryo pun bersuara seperti seorang komandan di antara mereka bersepuluh, untuk mencairkan kekikukan di antara mereka semua. "Maaf, kalau kehadiran kami mengganggu kesenangan kalian semua ...," ujar Aryo, lalu tersenyum ke arah mereka semua. Dengan penuh persahabatannya. Mereka berenam pun membalas senyum Aryo itu, walaupun dengan senyum yang penuh dengan kecangkungan di antara mereka semua. Karena mereka belum begitu saling mengenal satu sama lainnya secara dekat. Dengan waktu yang relatif singkat. Mereka hanya akrab dengan orang yang memiliki karakter sama dengan mereka. Hingga terjadilah kecocokan di antara karakter yang sama itu. Tanpa memerlukan waktu lama. "Bagaimana kalau kita saling mengenalkan diri sekarang-" Aryo pun menghentikan perkataannya. Lalu menatap 6 pemenang kuis itu satu persatu. Seakan ingin segera meminta jawaban dari mereka. Dari mimik wajah yang dilihat oleh Aryo kepada mereka berenam. Tak ada raut menolak keinginannya. Hingga Aryo pun melanjutkan perkataannya kembali.  "Aku Aryo, pemenang kuis dengan nomor 5," ujar Aryo, dengan penuh keramahannya. Lalu melirik ke arah Andi, Andro dan Noval. Yang segera paham akan arti lirikan mata Aryo itu. Jika mereka harus mengenalkan diri mereka satu persatu, saat itu juga. "Aku Andi, pemenang kuis nomor 8," kata Andi lalu tersenyum ramah. "Aku Andro, pemenang kuis nomor 10," ujar Andro, dengan senyum yang dibuat semanis mungkin. "Aku Noval, pemenang kuis nomor 9," papar Noval, tersenyum tulus. "Aku Tomy, pemenang kuis nomor 4," ujarnya, yang berwajah seperti orang Hongkong dengan badan kurus dan rambut di cat cokelat. "Aku Thomas, pemenang kuis nomor 3," ujarnya, yang berwajah seperti orang Taiwan, dengan badan lebih kurus dari Tomy dan rambutnya di sasak. "Aku Tino, pemenang kuis nomor 2," ujarnya, yang berwajah seperti orang Arab dan berbadan seperti seorang karateka. "Aku Anto, pemenang kuis nomor 1," ujarnya yang berwajah seperti orang Jawa Tengah, dengan logat Jawa yang tak medok. "Aku Tigor, pemenang kuis nomor 6," ujarnya dengan wajah dan logat seperti orang Batak. "Aku Ketut, pemenang kuis nomor 7," ujarnya dengan wajah dan logat orang Bali. Mengakhiri perkenalan diri di antara mereka. Tampak mereka semua saling melepaskan senyuman masing-masing. Setelah mengenalkan diri mereka masing-masing. Seolah melepaskan beban hidup mereka selama ini. Terlihat senyum mereka kali ini lebih rileks dari yang tadi. Mungkin efek dari pengenalan resmi diri mereka masing-masing. Hingga sekat di antara mereka pun buyar begitu saja. "Kalau sudah saling kenal kan, ke depannya pasti kita akan lebih akrab, satu dengan yang lainnya. Tidak akan ada lagi kekikukan di antara kita semua," ujar Aryo. Yang tersenyum ke arah mereka semua. "Bagaimana kalau sekarang kita keluar untuk menikmati keindahan gugusan pulau kecil ini," ujar Noval, lalu melangkahkan kakinya dari luar pondok berdinding kayu itu. Yang diikuti oleh Andro dan yang lainnya.  Mereka lalu membagi diri dalam 2 kelompok. 1 kelompok menuju ke arah barat dari Pulau Hitam, yang terdiri dari Noval, Andro, Andi, Aryo dan Tino. Sedangkan kelompok lainnya menuju ke arah timur Pulau Hitam, yang terdiri dari Ketut, Tomy, Anto, Tigor dan Thomas.  2 kelompok itu menyelusuri Pulau sepanjang 1 km dari 2 arah yang berbeda. Dengan penuh kesenangannya. Kelompok Tomy menuju ke arah timur menyeberangi Pulau Hitam, menuju Pulau Kuning, menggunakan jembatan gantung kayu yang menghubungi kedua pulau itu. Sedangkan kelompok Noval lalu menyeberangi Pulau Hitam itu dengan jembatan gantung kayu. Untuk menuju ke Pulau Merah, yang berada di sisi kanan Pulau Hitam. Lalu menyeberangi jembatan gantung kayu, untuk menuju ke pulau terluar di gugusan pulau kecil itu. Lalu menyelusuri bagian terluar pulau lainnya, dengan jembatan gantung kayu. Yang menghubungkan tiap ujung, dari bagian pulau itu.  Terlihat Andro dan Noval begitu bahagia berada di gugusan pulau kecil itu. Mereka berdua selalu berfoto bersama dan memoto pemandangan indah di gugusan pulau kecil itu. Dengan kamera ponsel yang mereka miliki. "Wow ...! aku tidak menyangka. Kalau pemandangan di gugusan pulau kecil ini begitu indah ...," ujar Noval dengan penuh kebahagiannya. Sambil merentangkan kedua tangannya ke udara. Seperti burung yang terbang bebas di langit tanpa batas. "Aku juga berpikiran seperti itu ...!" sambung Andro, dengan merentangkan kedua tangannya di udara. Mengikuti ulah Noval yang seakan ingin terbang bebas seperti burung di udara.   Terlihat mereka pun terus berjalan, seakan tak kenal lelah dan seakan telah melupakan waktu begitu saja. Waktu yang terus berjalan dan bergulir, yang akan membawa mereka pada sebuah tragedi yang akan terjadi. Yang telah direncanakan secara matang oleh 7 Malaikat Kematian. Yang merupakan kumpulan dari para psikopat. Matahari terus meninggi di langit. Mereka benar-benar sangat menikmati pemandangan gugusan pulau kecil itu. Seakan telah lupa waktu. Tanpa menyadari diri mereka sedang diamati oleh Malaikat Biru yang bersembunyi di dalam ilalang yang setinggi orang dewasa. Hingga kehadirannya pun dapat tersamar dengan sempurna. "Nikmatilah keindahan tempat ini selama kalian masih bernapas," ucap Malaikat Biru di dalam hatinya. Saat kelompok Noval melintas di jalan setapak. 25 meter dari tempatnya berada. Malaikat Biru sangat percaya diri, jika dirinya tak mungkin diketahui oleh kelompok Noval yang sedang melintasi tempat itu. Padahal Aryo merasakan adanya sesuatu hal tak beres, dari dalam rerumputan itu.  Aryo pun langsung saja menghentikan langkahnya. Yang segera diikuti oleh yang lainnya. "Ada apa, Yo?" tanya Tino kepada Aryo, yang ada di samping kanannya. "Aku merasakan ada seseorang yang sedang mengawasi kita dari dalam ilalang itu. Apa kalian tak merasakannya?" beber Aryo kepada teman-temannya. Mereka pun saling pandang satu sama lainnya. Mendengar perkataan Aryo itu. "Aku tidak mendengarnya, Yo," jawab Tino mewakili jawaban dari yang lainnya. Yang memang tak merasakan, apa yang dirasakan oleh Aryo. Yang terlihat mengerutkan dahinya. "Aku jadi penasaran ...," kata Aryo, lalu melangkahkan kakinya seorang diri menuju ke arah ilalang di mana Malaikat Biru bersembunyi. Yang terlihat telah siaga dengan kemungkinan terburuk yang ajan terjadi. Yaitu keberadaan dirinya diketahui oleh Aryo. "Aku harus bersiap menyerang jika ia mengetahui ku ada di sini," ucap Malaikat Biru di dalam hatinya, dengan keadaan yang sudah siaga. Akan tetapi baru 6 langkah, melangkahkan kakinya ke arah ilalang raksasa itu. Tiba-tiba terjadilah gempa bumi, yang begitu terasa di tempat itu. Tampak bukit di samping kanan mereka pun bergetar, yang membuat kerikil-kerikil berjatuhan dari atas bukit itu. Aryo pun berbalik arah ke tempat semula. Karena ia beranggapan hal itu berbahaya bagi keselamatan dirinya. Bisa saja gempa bumi akan terus menghebat beberapa detik kemudian.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD