Bab 71. (Penawaran Mario)

1094 Words
Mereka berdua lalu menghentikan lari mereka. Saat tiba di depan rumah Mario, di mana tumbuh sebuah pohon jambu air setinggi lebih dari tiga meter. Dua bersaudara kembar itu langsung saja naik ke pohon jambu air itu, setelah melepas sandal jepit mereka terlebih dahulu. Tanpa berkata apa pun kepada Mario, sebagai tuan rumah itu. Mario begitu terkejut dengan apa yang dilakukan oleh Warno dan Warmo. Bahkan diri pun tak pernah berpikiran untuk melakukan hal itu. Sebagai jalan pintas menuju lantai 2. "Sepertinya mereka menarik," ujar Mario di dalam hatinya. Sembari menggeleng-geleng kan kepalanya. Memandang ke arah pohon jambu air yang sedang dinaiki oleh Warno-Warmo. Dengan tingkah nyeleneh si kembar itu. "Kami sampai!" kata Warno-Warmo serentak, dengan penuh keceriaannya. Saat dirinya tiba di balkon rumah itu. "Kalian ini ada-ada saja. Ada tangga, malah naik pohon," ucap Mario, lalu tersenyum tipis kepada mereka berdua. "Ini cara termudah," sahut Warno, dengan entengnya. "Sudahlah, sekarang lebih baik kalian duduk," pinta Mario kepada mereka berdua. Mendengar perkataan dari Mario. Dua bersaudara kembar itu duduk, tanpa protes sama sekali terhadap Mario. Seakan bocah yang sangat patuh terhadap ayahnya. "Ini kopi s**u untuk kami?" tanya Warno, menunjuk ke arah gelas kecil berisi kopi s**u yang ada di hadapan mereka berdua. "Iya," jawab Mario yang duduk di depan mereka berdua dengan begitu santainya. "Apa ini tak beracun?" tanya Warmo kali ini, dengan begitu polosnya. "Terserah, kalau tak percaya jangan diminum dan dimakan cemilan itu. Begitu saja repot," ujar Mario dengan ketusnya. "Aku hanya bercanda, jangan diambil hati," kata Warmo, lalu mengambil gelas berisi kopi s**u itu, dan lalu menyeruputnya. Tanpa takut ada racun sama sekali. "Ya, walaupun kami ini penjahat. Kami ini seorang humoris," Warno pun tersenyum. Lalu berkata kembali, siap melakukan hal nyeleneh lagi. "War .... Mo ...," Warno pun menunjuk ke arah Warno. Yang langsung saja menyahut. "War ... No ...," Warmo menunjuk ke arah Warno. "Kami lah, Warna-Warno kembar paling tampan sedunia-akhirat," kata Warno-Warmo serentak, seakan sedang melakukan parodi saja di hadapan Mario. Yang begitu terkejut melihat tingkah mereka berdua. Mereka berdua pun tertawa, sambil saling berpelukan. Mario bukannya tertawa melihat tingkah mereka berdua. Akan tetapi Mario malah terperangah, seakan tak percaya. Jika mereka berdua bisa sekonyol itu. "Dasar aneh?" kata Mario di dalam hatinya. "Mario, kenapa kau tak tertawa?" tanya Warno setelah melepaskan pelukannya dari saudara kembarnya. "Aku malah shock melihat kalian seperti itu. Lebih baik kalian ikut audisi pelawak saja," tutur Mario, lalu tersenyum kepada mereka berdua. "Maunya seperti ini. Tapi kami apalah daya, latar belakang kami seperti ini," sahut Warno dengan nada sendu. Seakan sedang mengalami hari terburuk saja. "Tenang aku akan membantu kalian," kata Mario, yang membuat dua saudara kembar itu bahagia. "Kau sedang tak bercanda, Mario?" tanya Warno, dengan ketidakpercayaannya. "Tidak," timpal Mario tegas. "Kau apa salah minum obat. Hingga kau sangat berbeda dengan Mario yang kami kenal," tutur Warmo kali ini, dengan penuh selidik. Mendengar perkataan itu. Mario pun tersenyum, baru berkata. "Karena aku adalah Mario yang asli," sahut Mario santai. Akan tetapi malah membuat Warno-Warmo kebingungan bukan main. "Maksudmu bagaimana, Mario?" tanya Warno dengan penuh kebingungannya atas pernyataan Mario tadi. "Mario yang kalian kenal, maniak membunuh selama ini. Itu bukanlah aku. Tetapi itu adalah Marco, Malaikat Biru yang sesungguhnya," tutur Mario yang membuat Warno-Warmo begitu terkejut mendengarnya. "Tak mungkin, Malaikat Biru ada dua orang?" kata Warno, dengan mulut yang terbuka lebar. "Aku juga belum percaya, kalau tak ada bukti!" ucap Warmo, dengan mulut yang terbuka lebar pula, sama seperti kembarannya. Mario lalu mengambil ponselnya dari dalam kantung celana pendeknya. Mengaktifkannya lalu membuka pesan berantai dari Malaikat Hitam. Yang memberitahu jika Malaikat Hitam mengirim orang untuk membunuhnya. Dan akan membunuh orang yang sudah membunuh Mario. Untuk menghilangkan jejak. Malaikat Hitam, mengira dengan SMS seperti itu. Mario akan takut dan panik. Tanpa mengetahui siapa sebenarnya Mario. Mario lalu memberikan ponselnya kepada Warno. "Silakan kalian baca pesan darinya," ujar Mario, dengan menatap ke arah mereka berdua. Warno dan Warmo lalu membaca pesan berantai yang dikirim oleh Malaikat Hitam. Yang membuat mereka berdua terkejut bukan main. Tak menyangka sama sekali. Mereka berdua akan dihabisi setelah menghabisi Mario. "Ini benar-benar keterlaluan! Diri kita hanyalah alat, demi kepentingannya!" ujar Warno dengan penuh kegeramannya terhadap Malaikat Hitam. Seraya dirinya memberikan ponsel milik Mario kembali, kepada pemiliknya. "Dengan ini, apakah kalian masih berminat untuk menjalankan perintahnya, membunuh diriku?" tanya Mario dengan tajamnya kepada Warno dan Warmo. "Tak sudi lagi kami mengikutinya lagi," ucap Warno ,dengan penuh kekesalannya terhadap Malaikat Hitam. "Lagipula, kami sudah menyerah kepadaku. Dirinya sudah tak penting bagi kami," kata Warmo yang disambung oleh perkataan Warno. "Sesuai janji, kami akan menuruti semua perintah mu," papar Warno, dengan menatap tajam ke arah Mario. "Baiklah, aku tak ingin kalian patuh terhadap diriku. Aku hanya ingin membantu kalian. Keluar dari lingkaran kejahatan kalian selama ini," tutur Mario kepada mereka berdua, lalu menyeruput kopi susunya kembali. "Sudah katakan saja, apa yang ingin kau katakan kepada kami berdua?" tanya Warno langsung the to poin terhadap Mario. "Aku ingin kalian meninggalkan dunia kejahatan. Aku tak ingin kalian menjadi seperti Marco, yang kalian kenal sebagai diriku. Dia mati bunuh diri, karena maniak membunuhnya itu," tutur Mario, yang membuat Warno dan Warmo terkejut bukan main. "Dia sudah mati?" kejut Warno, seakan tak mempercayai perkataan Mario. "Sudahlah, jangan membahas tentang dirinya. Aku ingin memberi kalian modal untuk membuka usaha-" penawaran Mario pun dipotong oleh Warno. "Kami tak tertarik membuka usaha atau bekerja," kata Warno, lalu tersenyum lepas kepada Mario. "Lalu kalian maunya apa?" tanya Mario kepada pasangan kembar itu. "Kami maunya bekerja di dunia hiburan, seperti dirimu," sahut Warno, lalu tersenyum malu-malu kepada Mario. "Kalian ingin menjadi model?" tanya Mario dengan penuh selidik, sambil tangan kirinya menggaruk kepalanya yang tak gatal. "Siapa bilang kami ingin menjadi model sepertimu. Kami tahu diri, itu tak mungkin. Kami hanya ingin menjadi pelawak, untuk menghibur orang-orang," ungkap Warno kepada Mario, lalu menyeruput kopi susunya. "Baiklah, besok kalian ikut aku. Aku akan membawa kalian ke agensi tempat aku bernaung selama ini," tutur Mario, lalu tersenyum tipis kepada mereka berdua. "Terima kasih, Mario ganteng," ujar Warno, dengan penuh keceriaannya. "Sekarang, kalian pura-pura mati. Aku ingin memfoto kalian untuk aku kirim ke nomor teleponnya," pinta Mario kepada pasangan kembar itu. "Tapi bagaimana gayanya?" kata Warmo dengan penuh kebingungannya. "Sudah kalian tengkurap saja. Nanti aku tulis, kalian mati aku racun," papar Mario, lalu tertawa dengan begitu riangnya. Dengan rencananya itu. "Kau cerdas, Mario," timpal Warno, lalu bangkit dan tengkurap di lantai bersama kembarannya. Mario lalu memfotonya beberapa kali mereka berdua dengan ponselnya. Lalu langsung mengirimkannya ke nomor Malaikat Hitam, dengan keterangan jika mereka berdua sudah mati dia racun oleh dirinya. Melalui minuman yang diminum oleh Warno-Warmo.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD