Awal Dari Asmara Pra Nikah

1116 Words
4 Tahun Kemudian Namaku Aulia, pemilik salah satu bisnis konseling pra nikah. Klient yang aku tangani datang dari berbagai kalangan. Tidak cuma dari pasangan yang mau menikah, tapi juga mereka yang sudah berumah tangga. Bisnis ini aku jalanin dua tahun setelah bercerai. Banyak pelajaran yang aku dapatkan setelah pisah dari mantan suami dan aku tidak ingin orang lain mengalami hal yang aku rasakan. Sejak kecil aku hidup dalam lingkungan yang kurang baik. Orang tua bercerai lalu mereka memiliki keluarga masing-masing kemudian meninggalkan aku seorang diri. Kesepian, kehampaan dan segala rasa yang aku alami membuat tekad untuk membangun bisnis ini semakin menjadi. “Lo yakin mau bikin bisnis ini? Resikonya besar Aul.” “Aku yakin, Tan. Aku gak pernah seyakin ini.” Intan sahabat yang selalu menjadi pendengar setengah kisah hidupku. Dia orang pertama yang tahu ide bisnis ini. Awalnya Intan tidak yakin dengan usaha ini, tapi setelah aku agak memaksa akhirnya dia mau bantu. Bantu doa. Baik bangetkan si Intan. Aku berjuang jalur bumi dia berjuang jalur langit. Intan dan Vian adalah sahabat yang selalu aku andalkan di segala situasi. Mereka selalu setia di sisiku setelah perceraian. Tidak ada yang bisa membantu aku selain mereka. Bahkan saat sidang mereka menemaniku sampai keadaan mentalku membaik. “Bagaimana kalau gagal?” Terbesit pemikiran itu setelah enam bulan bisnis berjalan. Terpuruk? Tentu saja pernah. Setelah Aku merasa gagal membantu Intan dan Vian yang ingin menikah. Mereka hampir saja putus setelah 10 tahun pacaran. Aku merasa gagal saat itu. Namun, seseorang datang dalam hidupku dan membantu aku bangkit lagi. Namanya Denis. Pria yang menjadi pacarku saat ini. Dia yang menjadi teman curhatku setelah Intan dan Vian menikah. Setelah bercerai aku tidak pernah jatuh hati lagi dengan pria, tapi Denis datang mengulurkan tangan dan harapan sehingga aku bisa membuka hati. Aku sadar bagaimana pun juga ada kekosongan di hati dan aku tidak bisa menyangkal itu. Sampai sekarang Kursus Pra Nikah ini aku jalankan dibantu seorang asisten bernama Mia. Walau gadis ini sedikit menyebalkan, tapi Mia selalu bisa dipercaya untuk handel klient yang sedikit menjengkelkan. “Mbak Lia gak tahu ya?” “Tahu apa Mia?” “Mbak cantik yang tadi itu calon suaminya brondong.” Seketika aku melirik Mia yang sedang jongkok dekat pot kecil dekat kulkas. Cuaca memang lagi panas sehingga Mia memilih jongkok dekat kulkas, katanya biar bisa ngadem. Ac di ruangan tidak cukup menyejukan buat dia jadi kadang dia cuma buka kulkas terus masukin kepalanya saja biar dingin. Inilah yang dinamakan mendinginkan kepala setelah bekerja. “Emang kenapa kalau brondong?” “Ya Mbak Lia tahu sendiri saya susah dapat pacar, kalau cowok seusia saya sukanya sama yang tua dan janda saya gak kebagian dong,” katanya sambil menatap lekat pot cabai yang baru tumbuh daun. “Namanya juga jodoh Mia. Kamu jangan berpikir sempit, masih banyak lelaki di luar sana yang mungkin salah satunya cinta sejati kamu,” sahutku membuat Mia menoleh. “Takutnya yang sisa cuma duda dan kakek-kakek Mbak.” “Emang kenapa kalau duda?” Mia menatap ke atas sambil menggaruk jidat lebarnya yang berponi pendek. “Ya gak apa-apa sih, boleh deh satu dari pada gak sama sekali,” jawabnya pasrah. Hidupku lebih berwarna lagi setiap kali Mia punya pacar. Cerita sedih Mia adalah komedi terbaik di hariku. Bukannya aku tidak bersimpati, tapi cara Mia bercerita kadang buat tertawa. Setelah nangis dia bakalan tertawa sendiri. Begitulah Mia dengan keaanehnnya,tapi aku nyaman kalau ada dia. Setiap klient yang pernah aku tangani selalu bertanya kabar Mia. Keinginan kuatku untuk mempertahankan bisnis ini bukan semata untuk mata pencarian, tapi lebih dari itu. Banyak pasangan yang perlu bantuan. Aku pernah baca kalimat yang menarik dari sebuah buku. “ Tidak ada sekolah khusus untuk belajar menjadi suami istri. Tidak ada sekolah khusus untuk belajar tentang cara membangun keluarga bahagia. Tentu saja tidak ada sekolah khusus untuk menjadi orang tua yang baik.” Semua berproses menjadi lebih baik dan aku harap dengan tempat kursus ini semakin banyak orang yang terbantu sehingga bisa menyelesaikan masalah hubungannya. Inilah kisahku bersama probelematika kehidupan percintaan orang-orang. Kisah percintaan yang tak selamanya bahagia, tapi bisa dibuat bahagia. “Mbak Aulia.” “Apa lagi Mia.” Sejenak aku menghentikan ketikan di laptop untuk melihat Mia yang baru saja mengeluarkan kepalanya dari kulkas. Sambil mengibaskan rambut pendek lurusnya Mia sudah mirip bintang iklan shampoo anti kutu dan ketombe. “Sudah mau dua tahun, slogan bisnis kita belum ada Mbak. Keren banget pasti kalau ada slogannya. Biar klient gampang inget sama jasa kita,” ujar Mia sembari menutup kulkas lalu duduk di kursi kerjanya yang berada di dekat pintu masuk. “Apa ya?” Aku mikir sambil ketuk-ketuk tangan di atas meja. Mia berdiri dengan kedua tangan saling bertautan layaknya backing vocal amatiran. “Bagaimana kalau, Asmara Kursus Pra Nikah Memberi Solusi Penuh Masalah.” Seketika Aku lempari bola kertas ke Mia. “Yang ada bisnisnya langsung gulung tikar. Gak ada yang mau ke sini karena nambah masalah hidup.” “Biar unik Mbak, biar banyak yang penasaran.” “Gak setuju,” ujarku agak ketus. Bisa-bisanya Mia buat slogan ngasal. Dua tahun aku merintis karir dengan mudahnya dihancurkan dalam beberapa kalimat. Mia duduk kembali sambil menopang dagu. “Bagaimana kalau ‘Memberikan Solusi Segala Masalah,’ bagaimana Mbak?” “Kita hanya fokus pada masalah asmara, Mia. Kalau semua masalah kita atasi bisa-bisa yang punya masalah pencernaan dan hutang juga datang ke sini. Yang lebih spesifik lagi,” ujarku. “Memberi Solusi Dari Masalah. Bagaimana Mbak?” “Yang unik dong.” “Membangun Rumah Tangga Tanpa Masalah.” Mia mengedipkan matanya padaku. “Bolehlah.” Seketika Mia sumbringah secepat mungkin ia menambahkan slogan baru di beberapa medsos yang kita miliki. Selamat datang di Asmara Pra Nikah: Membangun Rumah Tangga Tanpa Masalah. Begitulah tuliasan yang kulihat dalam bio sosmed setelah Mia mengubahnya. Kutatap Mia lekat-lekat. “Mia, kamu gak mau nikah?” “Mau Mbak, tapi calonnya belum ada. Aku curiga kalau calon suamiku masih dijagain cewek lain.” “Pacar kamu yang sekarang bagaimana? Gak mau nikahin kamu?” tanyaku penasaran. “Aku masih ragu sama dia, Mbak. Susah banget disuruh nyari kerja, nongkrong terus sama temannya. Gak malu apa sudah gede minta uang ke ortu kadang juga minjem uangku. Pengen aku tukar pacarku sama sekarung beras di warung,” ujarnya membuat aku terdiam. “Kok gitu?” “Lebih berguna beras sih, Mbak.” “Jangan bilang seperti itu Mia. Kalau memang sudah tidak bisa diperbaiki lebih baik putus saja. Kamu layak dicintai dan diperjuangkan.” Mia mengangguk lalu merenung kembali. “Mbak kasi tutorial dong cara dapetin cowok kayak Pak Denis. Saya juga mau satu yang kayak begitu,” ucapnya. Aku hanya tersenyum tipis dan menggeleng. “Sudah lanjut kerja.”
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD