Bab 04. Dimana Ini?

1517 Words
Helena membuka matanya perlahan, dan menatap sekelilingnya, dia bingung ada di mana dirinya sekarang. Karena ini bukanlah rumahnya dan bukan kamarnya. Helena terkejut dan baru mengingat semua yang terjadi di kafe tadi yang mana Justin menculik dirinya. Lelaki sialan. “Dimana aku? Dan dimana lelaki sialan itu?” tanya Helena berjalanh keluar dari dalam kamar. Dan langkahnya terhenti, ketika pengawal menghadang langkahnya. Dan menatap pada pengawal dengan tatapan nyalangnya. “Minggir!” Helena menyuruh pengawal itu untuk pergi. Dan jangan menghalangi dirinya. Pengawal itu menggeleng mereka tidak akan pergi dari sini, mereka harus mengawasi Helena—calon istri tuan mereka yang akan dinikahi oleh tuan mereka sebentar lagi. Mereka juga tak mau kehilangan pekerjaan mereka dengan menuruti apa yang dikatakan oleh Helena. Walau mereka kasihan pada Helena yang diculik oleh tuan mereka, namun mereka harus mematuhi apa yang dikatakan oleh tuan mereka. “Kami tidak bisa minggir. Kami sudah diperintahkan untuk menjaga dan tak membiarkan nona keluar dari sini.” Kata salah satu pengawal membuat Helena mendengkus mendengarnya. “Dimana Tuan kalian?! Panggil dia!” perintah Helena diangguki oleh salah satu pengawal dan berjalan menuju ruang kerja Justin yang tidak jauh dari kamar utama. Justin yang sedang menatap pada beberapa berkas setelah dirinya mencari cincin yang bagus untuk Helena, menatap pada pintu ruangan kerjanya yang terbuka. Dan salah atu pengawal masuk dengan menunduk. “Tuan Justin. Nona Helena sudah bangun,” ucap pengawal itu. Justin yang mendengarnya tersenyum senang, dengan cepat dirinya berdiri dari tempat duduknya dan keluar dari ruang kerjanya. Dan berjalan menuju kamar utama. Justin tersenyum melihat Helena yang berdiri di depan pintu kamar dengan bersedekap menatap dua orang yang menghalangi dirinya. “Baby, kau sudah bangun sayang?” tanyanya lembut dan memeluk tubuh Helena. Helena langsung mendorong tubuh Justin menjauh dari dirinya. Enak saja memeluk dirinya. Helena mau pulang ke rumahnya, dan tidak mau di sini. Dia tidak mengenal tempat ini dan dia tidak mau berhubungan dengan Justin—pria gila yang ingin menikahi dirinya. “Lepaskan! Aku ingin pulang ke rumahku! Aku akan melaporkan dirimu ke polisi, karena kamu menculikku.” Ancam Helena yang malah membuat Justin tertawa mendengarnya. Sungguh calon istrinya ini sangat lucu sekali, mana mungkin polisi mau menangkap dirinya. Para polisi itu tak akan bisa menangkapnya. “Kau sangat lucu sekali sayang. Aku tidak akan mudah ditangkap oleh polisi. Dan polisi tak akan percaya dengan apa yang kau katakan. Karena kau tidak memiliki bukti.” Justin mencubit gemas pipi Helena. Helena menepis tangan Justin, dan menatap pada seluruh interior rumah Justin. Ya. Dia akui kalau rumah ini seribu kali lipat lebih besar dibanding dengan rumah kontrakannya. Dan pastinya ranjang tempat dirinya tidur tadi adalah ranjang yang sangat empuk. “Aku mau pulang.” Kata Helena meminta untuk pulang ke rumahnya. Justin menggeleng. “Tidak bisa sayang. Dan rumah kontrakanmu itu sudah disewa oleh orang lain. Dan juga barang-barangmu sudah dipindahkan ke sini. Sekarang rumahmu adalah di sini. Kau tidak boleh pergi kemanapun. Kita akan menikah sebentar lagi,” kata Justin, sudah merencanakan semuanya. Dia sengaja mencari orang untuk menempati rumah Helena. Dan membantu orang itu membayar sewa rumah selama dua tahun. Dan setelahnya terserah orang itu. Helena terkejut mendengarnya. “Kau tidak bercanda, ‘kan? Aku tidak mau tinggal di sini. Ini bukanlah rumahku!” Helena berkata dengan tatapan tajamnya pada Justin. Bukannya takut, malah Justin menganggap tatapan Helena itu lucu sekali. Justin mengeluarkan ponselnya perlahan, dan mencari apa yang ingin dia tunjukan pada Helena. Justin memberikan ponselnya pada Helena. Yang langsung diambil oleh Helena. “Kau percaya sekarang bukan?” tanya Justin, memang dia sengaja menyuruh orang untuk memvideokan itu. Kalau dalam rumah yang dikontrak oleh Helena sudah dihuni oleh orang lain. Helena yang melihat itu mengepalkan tangannya. Pria licik. “Pasti kau yang merencanakan semua ini?” tanya Helena tepat sasaran. Justin bertepuk tangan heboh. “Kau benar sekali sayang. Memang aku yang merencanakan ini. Aku sengaja mencari orang untuk menghuni rumahmu itu dan membayarnya selama dua tahun penuh. Dan sekarang kau tidak memiliki tempat tinggal lagi. Kau tinggal di sini sekarang,” kata Justin santai. “Pria licik. Aku tidak akan pernah mau tinggal di rumah ini! Aku lebih rela tinggal di jalanan dibanding di sini.” Helena menolak untuk tinggal di sini. Dia tidak mau menikah dengan Justin. Jarak umurnya dengan pria tua itu sangat jauh sekali. Bukan setahun atau dua tahun. Sepuluh tahun. Dia pantasnya memanggil kakek pada Justin. “Silakan menolak sayangku. Aku tidak menerima penolakan. Kau akan tetap tinggal di sini. Kau tahu? Kalau kau tidak akan pernah bisa keluar dari dalam rumah ini.” Justin menarik tangan Helena untuk masuk ke dalam kamar kembali. Helena meronta berusaha untuk melepaskan tangannya dari Justin. Dia tidak mau serumah dengan pria gila dan tua ini. Dia mau hidup bebas dan tidak ada terikat dengan pernikahan. Dia belum siap untuk menikah. Karena orang tuanya tak sebahagia apa kata orang mengenai pernikahan. Mereka saling membunuh diri dan mengatakan tak cinta lagi. Dan mereka juga berkhianat satu sama lain. Helena benci tentang pernikahan. Hal yang pada akhirnya dikhianati dan tidak ada rasa lagi satu sama lain. Helena menangis di ujung sofa sambil menekuk kakinya. Dan menggeleng keras dan mengatakan hal yang membuat Justin tertegun mendengarnya. “Aku benci kalian! Kalian bukan orang tua yang baik. Kalian mati! Kalian tidak saling mencintai! Kalian manusia kejam!” Justin melihat itu langsung memeluk Helena dan membawa Helena ke dalam pelukannya. Dia tahu pasti Helena trauma sekarang. Dari informasi yang didapat oleh Justin juga. Kalau orang tua Helena saling membunuh di depan Helena dan menimbulkan trauma untuk Helena. “Maafkan aku. Maaf. Aku tak memaksa dirimu untuk menikah sekarang. Aku hanya mau kita dekat lebih dulu, tapi, kau jangan pergi dari rumah ini. Aku tidak mau kau pergi dari rumah ini Helena. Aku akan menjagamu sebaik mungkin. Aku akan menjadi pria yang melindungimu dengan baik.” Justin mengusap punggung Helena. Perlahan Helena kembali tertidur. Justin yang melihat Helena tertidur, menghela napasnya dan menggendong tubuh gadis itu dan membawanya berbaring di atas ranjang. Justin mengusap rambut Helena lembut dan mencium kening Helena lembut kembali. Justin keluar dari dalam kamar, dan melihat handphonenya. Ibunya menelepon. Justin sungguh malas mengangkat panggilan dari ibunya. “Why Mom?” tanyanya malas mengangkat panggilan telepon ibunya. “Anak kurang ajar! Kapan kau akan pulang? Ini sudah tiga bulan kau tidak pulang ke rumah ini! Atau kau mau pulang ke rumah ini setelah kau mendengar kabar kematianku!” Justin menjauhkan ponselnya mendengar teriakan dari ibunya. Sungguh berlebih sekali ibunya ini. Baru tiga bulan dirinya tidak pulang. Bagaimana kalau dia tidak pulang selama setahun? Mungkin ibunya akan pingsan atau membuat sandiwara sakit. “Justin sedang sibuk Mom. Justin belum sempat untuk pulang. Nanti Justin akan pulang kalau Justin tidak sibuk lagi, dan Justin juga akan membawakan calon menantu untukmu. Sekarang izinkan Justin untuk tak pulang lebih lama lagi. Agar calon menantumu mau menerima anakmu yang tampan dan kaya raya ini.” Justin mematikan sambungan teleponnya dan tidak mendengarkan apa yang dikatakan oleh ibunya. “Kalian jaga calon istriku sebaik mungkin. Aku tidak mau dia kabur dari sini.” Kata Justin datar diangguki oleh semuanya. Helena yang membuka matanya dan mengingat semua yang terjadi. Menghela napasnya berat, dia tidak menyangka kalau traumanya akan muncul di depan Justin. Dan kenapa dirinya malah tenang saat dipeluk oleh Justin? Dan tertidur dalam pelukan pria itu. Helena menggeleng, dirinya tidak boleh jatuh hati pada Justin. Dia tidak percaya dengan kata cinta yang dikatakan oleh pria itu. Malahan pria itu lebih ke obsesi pada dirinya sekarang. Sampai menculik dirinya, dan tidak membiarkan dirinya untuk pergi dari sini. Helena perlahan duduk, dan turun dari atas ranjang. Helena berjalan menuju balkon. Dan menatap ke bawah. Sialan. Dia berada di lantai tiga? Padahal dia sudah memikirkan untuk melomnpat dari sini. Tapi sekarang nyalinya menciut. Dan juga balkon ini perlahan tertutup, sehingga Helena kembali masuk ke dalam kamar. Dan menatap jengah semua sudut kamar. Dirinya tidak tahu harus berbuat apa sekarang. Mata Helena menatap pada televisi. Dan menghidupkan benda itu dan mulai menonton tayangan yang bagi dirinya tidak bermutu sama sekali. “Apa-apaan dengan tayangan ini? tidak ada hal yang menyenangkan. Aku ingin bekerja. Aku ingin pulang. Ah, itu bukan rumahku. Aku ingin hidup sendiri lagi, tanpa terlibat perasaan yang nmembuatku kacau dan tersakiti nantinya.” Ucap Helena menatap pada jari tangannya bekas jahitan. Akibat orang tuanya bertengkar dulunya, mereka sampai tidak menyadari, gelas kaca yang mereka lempar mengenai tangan Helena. Membuat Helena yang waktu itu umur lima belas tahun, pergi sendiri ke klinik mengobati lukanya. Dan sampai di rumah, dirinya harus melihat bagaimana kedua orang tuanya memegang pisau di masing-masing tangan mereka. Keduanya saling menikam. Dan berteriak satu sama lain. Memang dulu keluarga Helena amat harmonis. Namun, saat umur Helena dua belas tahun. Keduanya mulai berubah dan tidak ada kata cinta dan keharmonisan itu lagi. Yang ada ujaran kebencian yang dilontarkan oleh keduanya. Bagaimana dia percaya akan cinta? Kalau orang terdekatnya tak menampakkan arti cinta itu sendiri. Dan hanya melihatkan pengkhianatan, kata kasar, dan saling menyakiti. Menimbulkan trauma untuk dirinya yang masih remaja kala itu. “Cinta itu hanya kata bodoh.” Gumam Helena dan menatap televisi datar.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD