Sikap Gerald benar -benar sangat dingin sekali setelah kejujuran Kirana tadi. Tangan kekarnya perlahan dilepas dari perut rata milik Kirana. Gerald langsung turun dan masuk ke dalam kamar mandi.
Perlahan rasa canggung berada di dalam kamar yang sama itu sudah menghilang. Saat ini diantara mereka hanya merasa gengsi saja. Mereka sama -sama butuh satu sama lain. Tapi, tidak mau mengungkapkan. Kirana butuh pekerjaan yang layak dan uang yang banyak, sedangkan Gerald membutuhkan tubuh Kirana sebagai pelampiasan nafsunya yang selama ini tertahan.
Entah kenapa, bersama Kirana semuanya berjalan dengan lancar tanpa ada ritual tertentu dan drama. Gerald seperti menemukan orang yang tepat dan rumah ternyaman. Tapi, kata -kata Kirana sudah membuatnya kecewa.
Gerald keluar dari kamar mandi dengan lilitan handuk dipinggangnya. Sedangkan Kirana masih berada di atas kasur yang empuk. Rasanaa ia malas untuk beranjak dari tempat tidur. Kalau pun ia diusir oleh Gerald. Kirana tinggaal ambil pakaian dan pergi dari sini. Kirana sudah tidak mau ambil pusing lagi. Waktunya hanya sebulan, setelah ini Kirana harus mencari tahu soal obat atau apapun agaria tidak hamil.
Gerald sudah memakai pakaiannyaa kembali. Ia juga menyemprotkan parfum diseluruh tubuhnya sebelum mengancingkan kemejanya.
Gerald menoleh ke arah belakang dan menatap Kirana yang masih terbungkus dengan selimut.
"Saya mau pulang," ucap Gerald berpamitan pada Kirana.
Kirana sama sekali tak menjawab. Kedua matanya sudah terbuka sejak tadi dan menatap kosong ke arah depan yang hanya tembok polos.
Karena tidak ada jawaban dari Kirana, Gerald pun berjalan menghampiri Kirana. Ia menatap tajam gadis yang sudah terbangun itu.
"Saya bicara sama kamu. Malah kamu diamkan?" tanya Gerald begitu kesal.
"Saya juga mau pulang," ucap Kirana tiba -tiba.
Kirana bangkit dari tidurnya dan menrunkan kakinya dengan selimut yang masih ia pegang untuk menutup tubuhnya yang polos.
"Mau pulang kemana?" tanya Gerald ketus.
Kirana dengan berani menatap kedua mata Gerald. Sudah sering Kirana ditindas dan kali ini, Kirana berjuang untuk berani dan tidak ada lagi yang menindasnya. Walaupun ia sudah hancur.
"Ke kos saya," jawab Kirana santai.
Kirana langsung masuk ke dalam kamar mandi dan membersihkan diri. Gerald yang tak suka dengan keinginan Kirana lagsung mengambil pakaian Kirana dan mengguntingnya hingga menjadi potongan kain yang tak bisa digunakan lagi.
Kirana sudah selesai mandi dan ia hanya piyama handuk yang ada di dalam kamar mandi. Kirana terkejut saat melihat tumpukan kain yang berasal dari pakaiannya.
"Pak? Itu kan baju saya," ucap Kirana lirih. Ia tak menyangka pakaiannya menjadi potongan kain yang tak berguna lagi.
"Memang. Terus kenapa?" tanya Gerald lagi menatap Kirana sambil mengangkat satu alisnya.
"Saya mau pulang. Saya gak ada pakaian," ucap Kirana lantang. Kirana mendekati tumpukan kain itu dan menyentuhnya.
Gerald sama sekali tak punya rasa iba untuk Kirana. Bagi Gerald, kini Kirana sudah berada di bawah kekuasaan dan pengawasannya.
"Kamu tetap disini. Ini tempat kamu," titah Gerald pada Kirana.
Kirana mengangkat wajahnya dan menatap Gerald dengan tajam. Tatapan penuh kebencian, kekecewaan dan amarah yang besar.
"Orang kaya itu biasa menindas orang miskin. Bapak pikir, Bapak bisa menindas saya? Walaupun saya sudah Bapak hancurkan, tapi saya bukan tempat untuk bersenang -senang buat Bapak! Tubuh saya bukan pelampiasan nafssu Bapak!" ucap Kirana begitu emosi. Kedua matanya basah. Kirana merutuki hidupnya yang benar -benar penuh kesialan.
Gerald menatap tajam ke arah Kirana. Gerald bukan lelaki kejam seperti itu. Walaupun ia memang terkenal sebagai pemimpin yang tegas dan garang.
"Saya tidak pernah berpikir untuk menindas kamu, Kiran," ucap Gerald dengan suara lantang.
"Kalau memang tidak? Kenapa pakaian saya, anda potong kecil -kecil begini?" tanya Kirana dengan wajah kesal.
"Karena kamu, mulai sekarang menjadi milik saya. Kamu adalah tanggung jawab saya," ucap Gerald penuh kemantapan. Cara bicaranya mengesankan lelaki yang penuh tanggung jawab dan tidak bertele -tele.
"Anda sudah punya istri! Saya juga perempuan biasa. Saya gak mau bermimpi indah untuk hidup saya ke depannya. Saya sudah diberi pekerjaan yang layak dengan gaji besar saja, saya sudah senang. Tapi tolong jangan jadikan saya sebagai pelampiasan nafsu anda!" ucap Kirana dengan berani.
Gerald menatap Kirana dengan lekat. Perempuan itu nampak sangat berani sekali membentaknya. Gerald hanya menarik napas dalam lalu mengembuskannya pelan.
"Tapi saya menyukai kamu," jawab Gerald jujur.
"Cih ... Menyukai tubuh saya, lebih tepatnya," sanggah Kirana semakin emosi.
Gerald melotot dan menatap tajam Kirana. "Tarik kembali ucapan kamu, Kiran! Saya tidak suka kamu menuduh saya seperti itu! Saya memang menyukai kamu!" Gerald terlihat sangat marah sekali. Ia tak suka difitnah sebagai laki -laki yang hanya butuh seks saja. Mungkin kemarin memang iya, tapi mulai hari ini, Gerald akan menjadikan Kirana sebagai wanita yang sama pentingnya seperti Emilia.
"Saya ingin pulang!" teriak Kirana histeris. Rasa di dalam hatinya sudah campur aduk tak karuan.
Gerlad segera berdiri dan mengangkat Kirana lalu memeluk gadis itu.
"Jangan pulang Kirana. Saya berjanji akan membahagiakan kamu," bisik Gerald lembut. Dekapan Gerald pun terasa berbeda. BUkan dekapan dingin yang hanay butuh kehangatan.
Kali ini, dekpaan Gerald begitu nyaman dan penuh kemesraan. Gerald begitu sayang pada Kirana. Padahal wanita itu baru ia kenal dua hari saja. Namun, pesona Kirana mampu meluluhkan hati Gerald yang keras dan beku. Gerald malah menjadi lelaki bodoh yang setiap saat mencemburui Kirana.
Kirana berhasil membuat Gerald jatuh cinta padanya. Pelukan Gerald semakin erat dan tak terlepaskan.
"Saya ingin kamu tinggal di apartemen ini, Kirana. Saya ingin separuh waktu saya bersama kamu. Semoga saja kamu bisa hamil untuk anak kita," bisik Geraldpenuh harap.
"Hamil anak kita? Pak, ada Bu Emilia?" tanya Kirana menatap Gerald dengan mata sayunya.
"Kalau saya menitipkan benih itu pada rahim kamu, apa kamu keberatan, Kiran?" tanya Gerald lembut.
Kirana mengangguk pelan. Ia sangat keberatan sekali.
"Saya keberatan Pak," jawab Kirana.
"Saya bakal tanggung jawab, Kiran," ucap Gerald meyakinkan.
"Tapi, kita tidak punya ikatan apapun," ucap Kirana jujur.
"Kita sekarang sepasang kekasih. Itu mudah saja," ucap Gerald lantang.
"Seorang kekasih tidak akan menyakiti mental kekasihnya. Seorang lekai -laki yang sudah berkeluarga juga tidak akan memiliki kekasih," jawab Kirana dengan cepat meluruskan.
"Kamu pikir, hubungan kita salah?" tanya Gerald lagi.
"Salah. Sangat salah. Kita melakukannya dengan awal petemuan yang salah," ucap Kirana dengan sendu.
"Kirana, itu takdir. Bukan kesalahan," ucap Gerald meralat.
"Takdir untuk berdosa?" ucap Kirana.
"Tidak! Saya maau kamu! Selamanya hanya mau kamu!" ucap Gerald dengan lantang.