Part 11

1537 Words
“Aku ingat. Sepertinya kau pernah datang ke rumah Edgar. Aku tidak ingat kapan, tapi sepertinya aku memang pernah melihatmu bersama Edgar.” Eyrin berhenti mengingat. Edgar tak banyak memiliki teman, dan ia pun tak cukup mengenal teman Edgar. Meskipun keluarganya dan Edgar sudah seperti keluarga dekat, dan semakin dekat karena pernikahannya dan Edgar, dunianya dan Regar tak pernah tertaut dengan dunia Edgar. Hubungan dekatnya dengan Edgar pun juga baru beberapa hari yang lalu dimulai. Dan itu belum cukup untuk mengetahui seluruh tentang hidup Edgar. “Jadi, bagaimana kabar Edgar? Dia baik?” “Ya, dia baik.” Jadi Calvin adalah teman dekat Edgar sewaktu kuliah dan Calvin pergi ke luar negeri dan kembali dua minggu yang lalu dan tak pernah bertemu Edgar lagi. “Kenapa kau tidak menghubunginya? Untuk saling menyapa dan berbagi kabar.” Mendadak sebuah emosi berkilat di kedalaman manik biru Calvin, yang tak bisa ditangkap oleh Eyrin karena keremanangan cahaya di sekitar mereka. “Kami sudah lama saling kehilangan kontak, dan pekerjaan yang padat.” Eyrin mengangguk-angguk paham. Edgar pun juga pria yang sibuk. Meskipun pria itu tak pernah absen ketika ada acara bersama keluarga mereka, Edgar memang jarang terlihat di rumah. Dan jika bukan karena ia menikah dengan pria itu, yang membuatnya harus tidur seranjang, cukup sulit bertemu dengan Edgar sekali dalam sehari. Calvin mengangguk. “Kau dan Regar juga masih selalu bersama?” Eyrin mengangguk, kali ini dengan senyuman lebar terulas di bibir. “Kami sahabat selamanya sehidup semati.” “Ya, ya. Edgar sering menceritakan kekonyolan kalian.” “Apa Edgar juga bercerita tentang kami? Sepertinya dia tak terlalu peduli dengan kesenangan kami. Dia hanya tahu cara mencari uang tanpa tahu cara bersenang-senang.” Calvin tersenyum, segurat emosi melintasi maniknya yang biru. “Dia cukup tahu cara bersenang-senang.” “Hah? Apa?” Eyrin tak terlalu mendengar kalimat Calvin. Calvin menggeleng. “Tidak. Bukan apa-apa.” “Jadi, kekonyolan apa yang diceritakan Edgar padamu? Kuharap tak terlalu buruk untuk diingat.” Eyrin lebih tertarik, seperti apa Edgar melihatnya saat sebelum mereka menikah. “Hanya, kau yang mabuk dan muntah di mobil barunya. Kau menjambak rambutnya, membuatnya rontok, dan hampir membuat kalian bertiga mengalami kecelakaan.” Wajah Eyrin memerah. Itu saat ia dan Regar masih kuliah. Di pesta ulang tahun teman, Lea memasukkan sesuatu di minumannya dengan niat jahat yang untungnya tidak menimpanya karena Regar yang juga dalam keadaan mabuk masih sempat menelpon Edgar. Entah apa yang terjadi malam itu, esok paginya ia terbangun di kamar Edgar nyaris telanjang dan Regar tidur di bath up kamar mandi Edgar. Sedangkan Edgar sendiri tidur di sofa, bangun dengan wajah merah padam penuh kemarahan padanya dan Regar. Edgar langsung memberitahu kedua orang tuanya dan Regar, dan sejak malam itu. Mereka memiliki jam malam yang cukup ketat. “Aku mengambil banyak pelajaran sejak malam itu,” ringis Eyrin. “Ya.” Calvin melirik minuman Eyrin yang diletakkan pelayan beberapa saat yang lalu. Minuman dengan kadar alkohol paling rendah. “Kauingin minuman lain?” tawar Calvin. Menunjukkan anggur miliknya. Eyrin hanya tersenyum dan menggelengkan kepala. Menolak dengan halus. “Aku harus cukup sadar jika Regar mabuk.” Calvin tertawa pelan. “Kalian benar-benar sahabat selamanya sehidup semati.” “Kami saudara kembar yang lahir dari rahim yang berbeda,” timpal Eyrin diikuti gelak tawa keduanya. “Aku salut dengan persahabatan kalian,” puji Calvin. “Hai, love.” Seorang wanita muncul dan langsung mendudukkan pantatnya di pangkuan Calvin. Dengan gerakan yang e****s dan pakaian yang super ketat dan mini, wanita itu langsung mendaratkan bibirnya di bibir Calvin. Mengeluarkan desahan yang menggoda. Calvin yang tampak mengakhiri ciuman lebih dulu, menoleh ke arah Eyrin meminta pemakluman. Eyrin mengerutkan kening, dari belakang dan potongan rambut, wanita itu sepertinya tidak terlalu asing. Calvin menarik kepalanya mundur untuk mengakhiri lumatan terlalu agresif yang diterima pria itu secara tiba-tiba, Kemudian si wanita memutar kepala dan Eyrin dibuat terkejut menemukan bawah wanita itu adalah Lea. Teman TK, SD, SMP, SMA, dan kuliah yang entah kenapa tak pernah menyatu dengannya. Selalu berusaha satu langkah di atas dirinya yang sayangnya tak pernah berhasil. Regar membuatnya selalu lebih di atas Lea. Semua teman kencannya yang diatur oleh Regar, nyaris adalah pria yang diinginkan oleh Lea. Itulah sebabnya Lea menyimpan dendam kesumat terhadap dirinya. Ditambah, wajahnya yang tentu saja lebih cantik dari Lea. “Dan kau lagi?” lirik Lea ke arah Eyrin dengan pandangan tak suka. “Apa suami tampanmu sibuk dengan pekerjaannya lagi minggu ini?” Eyrin hanya mencibir, sama sekali tak berminat membalas ejekan Lea. Terutama dengan keberadaan Calvin di antara mereka. Bagaimana Calvin yang super sempurna harus menjadi kekasih Lea yang sok cantik padahal wajahnya biasanya saja, merasa dirinya penting dan diinginkan, gila pujaan tapi kurang tahu diri. “Kalian saling mengenal?” tanya Calvin. “Bukan siapa-siapa.” Lea mengibaskan tangannya di depan wajah. Seolah Eyrin hanyalah lalat yang hinggap di pundaknya. “Sayang, aku ingin ke atas,” rengak Lea sambil menenggelamkan wajah di leher Calvin dan tangan yang meraba-raba d**a Calvin. Calvin mengangguk. Menurunkan Lea dari pangkuannya dan bangkit berdiri sembari berpamit pada Eyrin. “Kami ke atas dulu.” Eyrin mengangguk. Benar-benar akan muntah jika Lea berada di sini semenit lebih lama. “Bye,” ucapnya lebih kepada Calvin. Kehilangan teman mengobrol dan Regar yang tampaknya sudah berani meletakkan tangan di pinggang wanita barunya, Eyrin mengambil ponsel. Berniat memainkan ponselnya sambil membunuh waktu sembari menunggu Regar selesai. Ponselnya bergetar dan nama Edgar muncul. Eyrin menjawab panggilan pria itu. “Ya, Edgar?” jawab Eyrin dengan suara tinggi. “...” “Hah? Apa?” Eyrin menutup salah satu telinganya. “ ... sekarang.” “Aku tidak bisa mendengarmu dengan baik. Lebih keras lagi!” “Keluar. Sekarang!” Eyrin menurunkan ponselnya. Edgar sudah memutus panggilan tersebut. “Keluar? Sekarang?” gumamnya sambil menatap ponsel di tangannya. Lalu kepalanya berputar melihat pintu keluar klub lalu beralih ke arah Regar di meja bar. Haruskah ia memastikan kalau Edgar ada di luar? Eyrin  pun berjalan keluar. *** “Suami?” gumam Calvin lirih nyaris tak terdengar. Lea bergelayut manja di sepanjang lengan Calvin sambil mengelus-elus d**a pria itu menggoda. Perlahan bibirnya menempel di lengan atas dan mulai merambat menuju leher Calvin. Di ruang VIP seperti ini, mereka bisa melakukan apa pun sesukanya. Tanpa gangguan dari orang luar. “Apa dia sudah menikah?” “Dia?” “Eyrin?” Lea tak menyembunyikan ketidaksukaannya ketika Calvin menyebut nama musuh besarnya itu dengan dengusan sebal. “Kau bilang dia sudah menikah? Dengan siapa?” “Kakaknya Regar,” jawabnya sedikit kesal karena Calvin mengangkat topik pembicaraan paling tidak penting itu sebelum mereka bersenang-senang. “Kau pun juga tidak akan tahu siapa dia, tapi yang jelas dia sudah bersuami,” tekan Lea pada kalimat terakhir.   Calvin tercenung. Cukup lama. Kakaknya Regar. Edgar? Jadi Edgar sudah menikah dengan Eyrin? “Calvin? Calvin!” Panggilan Lea  dan pukulan manja di d**a akhirnya membuat Calvin tersentak. Calvin menunduk, menatap wajah Lea. “Kapan mereka menikah?” Lea diam sejenak, menghitung dengan enggan. “Satu dua bulan yang lalu. Entahlah. Cium aku.” Calvin melirik bibir Lea sekilas, lalu melepas tangan wanita itu dari dadanya. “Sepertinya aku melupakan satu urusanku. Aku harus pergi.” “Apa? Calvin?!” panggil Lea melihat Calvin yang langsung berdiri lalu meletakkan kartu berwarna gold di meja. “Bersenang-senanglah,” pesan Calvin sebelum keluar dari ruang VIP tersebut. Mengabaikan rengekan dan panggilan Lea. Ia berdiri di pinggir pagar, melihat meja yang tadi diduduki oleh Eyrin. Wanita itu sudah tidak ada di sana. Mata Calvin berkeliling, mencari dan hanya menemukan Regar yang masih duduk di kursi bar. Calvin tak berhenti mencoba, menyipitkan mata untuk mencari sosok mungil dengan dress berwarna merah di antara kerumunan orang-orang. ‘Itu dia!’ Calvin berhasil menemukan Eyrin berjalan menerobos ke arah pintu keluar. Calvin bergegas menuju tangga putar dan menyusul Eyrin.   ***   Udara malam yang dingin langsung menyambar wajahnya. Perbedaan suasana di dalam klub yang panas serta berisik dan di luar yang begitu berangin, membuat mata Eyrin terbuka lebar. Seolah mengembuskan kesegaran di dalam isi kepalanya. Mata Eyrin berputar, menatap deretan mobil-mobil yang terparkir rapi. Edgar tidak mungkin ada di sini. Mungkin tadi ia hanya salah dengar. Eyrin pun memutuskan untuk kembali masuk ke dalam klub. Tetapi kemudian sebuah lengan menyambar pinggangnya, menariknya ke samping. Eyrin terkesiap kaget, hampir menjerit keras jika bukan karena telapak tangan besar itu membungkam mulutnya. Matanya membeliak, melihat Edgarlah si pelakunya. “Edgar?!” pekik Eyrin setelah Edgar melepas tangan dari bibirnya. Memukul pinggang Edgar karena membuat jantungnya hampir jatuh. Edgar memindahkan tangannya dan bersandar di dinding. Mengapit kepala Eyrin. “Apa yang kaulakukan di sini?” Eyrin menatap mata Edgar yang menatapnya tajam, tapi terasa menghangatkan dadanya. “Untuk ini?” Mata Edgar berkedip menggoda, wajahnya semakin mendekat dan langsung mencium bibir Eyrin dengan keras. Gigi mereka beradu dan Edgar langsung menyelipkan lidahnya ke mulut Eyrin. Meski dengan kemampuan berciuman Eyrin yang masih kaku, wanita itu membalasnya dengan tak kalah berhasratnya. Tak pernah menolak godaannya. Eyrin melingkarkan lengannya di leher Edgar, tak kalah eratnya dengan tubuh Edgar yang menghimpit tubuhnya semakin ke dinding. Saling melumat, saling membalas, dan saling menyesap. Hasrat seketika membakar keduanya hidup-hidup. “Kita pergi sekarang.” Edgar menggeram saat menghentikan lumatannya. Sedikit akal sehatnya menyadari di mana mereka berada. Ia menempelkan bibirnya di bibir Eyrin sebentar lalu menarik jauh-jauh wajahnya dari wajah Eyrin yang merah dan tak kalah berhasratnya dengan dirinya. Menyambar lengan Eyrin dan menyeret wanita itu menuju mobilnya. Mereka harus segera mendapatkan ruangan.   ***   Seringai tersamar di sudut bibir Calvin. Menatap mobil Edgar yang melaju keluar halaman parkir bersama Eyrin di dalam sana. ‘Eyrin, Eyrin, Eyrin.’ Melihat bagaimana cara Edgar mencium Eyrin dengan cara sembunyi-sembunyi seperti itu mengingatkannya akan luka mendalam yang masih tertoreh di sudut hatinya yang paling dalam. Tetapi rasa perih dan pengkhianatan yang melapisi setiap sel di hatinya masih begitu menusuk dan menyakitkan. Tak pernah membaik meski sudah empat tahun berlalu. 
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD