Part 19

1554 Words
Pagi itu, Regar melahap makanannya lebih cepat dari biasa dan menunggu Eyrin menandaskan isi piring. Sambil bertopang dagu dan tatapan tajam yang tak henti-hentinya menusuk sisi wajah Eyrin. Semalam wanita itu bersembunyi di ketiak Edgar, karena ia memberondong sahabatnya dengan pertanyaan tentang hotel. Kali ini ia tak akan membiarkan wanita itu lolos. Bukan masalah tentang kepergian Edgar dan Eyrin ke hotel untuk bersenang-senang di atas ranjang. Tetapi ia hanya merasa sangat kesal karena Eyrin mengatakan ada pekerjaan penting yang harus wanita itu lakukan bersama Edgar, sehingga ia terpaksa menangani pertemuan sore dengan klien sendirian. Dan merasa terkhianati karena pekerjaan penting itu melenceng jauh dari urusan pekerjaan. “Apa kau sudah selesai?” tanya Regar tepat ketika Eyrin menyuapkan suapan terakhir ke mulut tanpa sempat mengunyahnya. Eyrin menolehkan kepalanya ke samping dengan gerakan kaku. Hidungnya berkedut dan meringis menjawab pertanyaan Regar. Ia benar-benar tak bisa menghindari sahabatnya lagi. “Kau bisa berangkat duluan,” sela Edgar sambil mengusap bibirnya dengan tisu kepada Regar. “Hari ini aku akan berangkat bersama Eyrin.” Eyrin terkejut, dan Regar lebih terkejut lagi. “Dan seterusnya kami akan berangkat bersama,” lanjut Edgar tak terduga. “Kenapa?” tanya Regar dan Eyrin bersamaan. Kemudian keduanya saling pandang sejenak dan kembali mengejar penjelasan pada Edgar. “Kenapa?” Edgar mengulang pertanyaan mereka dengan sedikit nada bercanda yang terselip dalam suaranya. “Eyrin istriku. Apa aku tidak boleh berangkat ke kantor bersama istriku sendiri.” Regar dan Eyrin sudah membuka mulut, tapi tak sepatah kata pun keluar. Keduanya kembali saling pandang. Menuntut penjelasan satu sama lain. “Tapi ... ini aneh, Edgar,” jawab Eyrin kemudian dengan nada terbata. “Aku juga tidak terbiasa berangkat kerja tanpanya. Kemana-mana kami selalu berdua,” tambah Regar. “Kau tak bisa memisahkan kami begitu saja.” “Lalu lebih aneh mana dengan orang-orang yang berpikir bahwa kaulah istri Regar?” balas Edgar pada Eyrin, lalu pria itu beralih pada Regar, dengan tatapan yang lebih tajam dan suara yang lebih kuat. “Kalau begitu kau harus mulai membiasakan diri mulai sekarang.” “Aku tidak mau.” “Kenapa?” “Aku tidak ingin terbiasa tanpa Eyrin.” “Dia istriku.” “Dia sahabatku.” Hening. “Maka biarkan Eyrin memilih. Apa ini adil?” Eyrin membeku, terjebak di antara ketegangan yang membuatnya sangat tak nyaman. “Dia tidak akan memilih,” tegas Edgar. “Aku suaminya. Aku lebih berhak atas dirinya daripada kau.” Kali ini Regar tak bisa berkata-kata. Pria itu menatap Eyrin, yang sama sekali tak menyangkal pernyataan Edgar. Membuatnya merasa ditusuk dari belakang. “Ehemmm.” Lely berdehem. Melerai pertikaian kedua putranya sebelum menjadi lebih serius. Dengan nada lunaknya, ia mencoba memberi pengertian pada Regar karena ia sendiri tak bisa menyangkal kebenaran dalam kalimat putra sulungnya. “Regar, apa yang dikatakan Edgar benar. Saat ini Eyrin adalah istri Edgar. Jadi Edgar yang lebih berhak atas Eyrin.” “Tapi dia yang datang dalam persahabatan kami? Dia tak berhak mengambil Eyrin begitu saja,” protes Regar tak terima. “Dia hanya sahabatmu, Regar. Jangan membuatku terlihat berengsek seperti aku telah merebut kekasih adikku sendiri.” “Hanya kaubilang!” teriak Regar tersinggung. Mendorong kasar piring di depannya dan matanya melotot penuh amarah. Tubuh Eyrin yang duduk di antara keduanya beringsut ke punggung kursi. Pertengkaran Edgar dan Regar benar-benar membuatnya terjepit dan tak tahu harus melakukan apa. Jika ia menoleh ke arah Edgar, ia takut Regar akan salah paham dan semakin marah. Dan jika ia menoleh ke arah Regar, lonjakan kemurkaan Edgar tak akan mampu ia tangkal. “Pahami posisimu, Regar. Jangan bersikap kekanakan.” Regar berdiri, mengambil tangan Eyrin dan membawa wanita meninggalkan ruang tamu. Hening yang lama. “Regar?” panggil Lely dengan lembut. Karena suaminya tak menunjukkan tanda-tanda untuk membantu menenangkan amarah putra sulungnya. “Jika tahu semua akan berakhir seperti ini, seharusnya mama menikahkanku dengan Eyrin saja!” sentak Regar sambil membanting serbet di tangannya ke lantai. Lalu berjalan meninggalkan ruang tamu dengan langkah dihentak-hentak.   ***   Lely mengetuk pintu kamar Regar. Tak ada jawaban dari dalam, ia pun membuka pintu tersebut dengan perlahan. Jas, pakaian, sepatu dan kaos kaki Regar berserakan di lantai dan ranjang. Lely mulai memungut satu persatu dan memasukkannya ke keranjang pakaian kotor. Pintu kamar mandi terbuka dan putranya yang baru saja selesai mandi tersentak kaget menemukan keberadaan dirinya. “Apa yang Mama lakukan di sini?” Lely berjalan ke sofa, menempuk tempat kosong di sisinya sebagai isyarat Regar harus duduk di sana. Regar mengikuti permintaan mamanya sambil mengusap-usap rambutnya yang basah dan mengempaskan tubuhnya di sofa. “Ada apa?” tanyanya enggan. Lely diam sejenak. “Apa kau masih belum berbaikan dengan Eyrin?” Regar tak menjawab. Sejak perdebatannya dengan Edgar dua hari yang lalu, Eyrin tak lagi berangkat ke kantor bersamanya. Bahkan di kantor pun, pekerjaan mereka lakukan dengan sangat dingin. Hanya mengatakan sesuatu yang penting seperti ada pertemuan di sini, kontrak berhasil ditandatangani, klien setuju. Pekerjaan berlangsung dengan sangat lancar tanpa saling berbincang satu sama lain. Ini adalah pertengkaran terlama yang pernah mereka lalui, dan Regar tak tahu sampai kapa perang dingin ini akan tetap berlangsung. Karena dirinya atauapun Eyrin sama sekali tak menunjukkan tanda-tanda untuk membujuk pada yang lainnya. “Besok malam adalah hari ulang tahunmu. Apa kau akan meniup lilin sendirian tahun ini? Kau tahu acara spesial ini hanya akan terjadi setiap setahun sekali, kan? Kau tak ingin membagi momen bahagiamu ini dengannya?” ‘Dua kali setahun,’ koreksi Regar dalam hati. Ia juga melakukan hal ini di ulang tahun Eyrin. Bahkan mamanya juga menyiapkan dua kue ulang tahun untuknya dan Eyrin. Lalu apakah tahun ini ia akan meniup kedua lilin itu sendirian? “Mama tahu dia sabahatmu. Bahkan dia sudah seperti saudara kandungmu sendiri. Dan mama juga sangat memahami rasa kehilanganmu karena pernikahan Eyrin dan Edgar. Kedua orang tua Eyrin pun merasakan hal yang sama.” Lely menyentuhkan telapak tangannya di pundak Edgar. “Tapi Edgar memang lebih berhak atas Eyrin karena dia adalah suami Eyrin. Kaupun juga harus memahami hal itu.” Regar mendesah pelan. Masih merasa tak rela. “A-apa ... apa kata-katamu pagi itu benar-benar serius?” tanya Lely dengan hati-hati. Regar menoleh ke samping. Menatap raut wajah mamanya. “Tentang ... tentang menikahkanmu dengan Eyrin?” Mata Regar membelalak. Teringat kembali kata-katanya yang keluar penuh emosi pagi itu. Sejujurnya, terkadang ada sedikit penyesalan akan terjadinya pernikahan Eyrin dan Edgar. Saat perjodohan itu diatur, ia sungguh tak melihat Eyrin sebagai seorang wanita. Dan ia pikir Edgar adalah pilihan terbaik calon suami Eyrin karena yang pasti ia tak akan dipisahkan dari Eyrin sebab pernikahan mereka. Ia tak bisa membayangkan jika Eyrin menikah dengan pria asing dan harus ikut suami wanita itu. Yang karakter dan kepribadiannya belum ia selami dalam-dalam. Dengan kemungkinan tersakiti dan dikhianati yang tidak bisa ia prediksi. Bahkan ia masih belum melihat Eyrin sebagai seorang wanita setelah pernikahan dingin Edgar dan Eyrin terjadi. Akan tetapi, semua mendadak berubah. Ketika Eyrin dan Edgar memilih menjadikan pernikahan tersebut serius. Ditambah Edgar yang mulai merasa sok berkuasa akan hidup Eyrin. Seolah merampas Eyrin darinya. Membuatnya memikirkan kemungkinan jika dulu kedua orang tuanya dan Eyrin menjodohkan wanita itu dengannya, dan bukannya dengan Edgar. ‘Tetapi, bagaimana jika aku sudah mencintai Edgar dengan sepenuh hati ...’ kalimat Eyrin kembali terngiang di kepala Regar. ‘Bagaimana jika Eyrin sudah mencintai Edgar?’ tanya Regar dalam hati. ‘Apakah ia akan menjadi penghalang untuk kebahagiaan Eyrin?’ “Apa kau benar-benar menginginkan perjodohan keluarga kita untuk dirimu sendiri?” Lely mengulang pertanyaannya dengan kalimat yang berbeda. Regar tampak semakin bimbang. ‘Apakah ia menginginkan Eyrin selain sebagai sahabatnya?’ Regar tak bisa menjawab pertanyaan yang muncul di benaknya. “Apakah ada sesuatu yang tidak mama ketahui tentang persahabatan kalian?” Regar tahu seharusnya ia menjawab tidak ada. Tapi ia sendiri tak tahu jawaban yang sesungguhnya kali ini rasakan dalam hatinya. Ada yang berbeda antara isi pikiran dan hatinya. Keduanya mulai berjalan tidak sinkron. “Regar?” Lely membuyarkan lamunan yang membungkam mulut putra sulungnya. “Apa kau memandang Eyrin sebagai seorang ...” Regar menggeleng dengan keras. Walaupun ia memiliki jawaban ya untuk semua pertanyaan mamanya tersebut, ia tak mungkin mengatakan hal itu kepada mamanya. Semuanya sudah terlambat. Ia tak mungkin merusak hubungan keluarganya dan Eyrin dengan perasaan asing yang bahkan belum sepenuhnya ia telaah dengan akal sehatnya. “Itu tidak seperti yang Mama pikirkan.” Lely mengembuskan napas keras penuh kelegaan. Seolah wanita itu telah menahan napas selama berjam-jam. Wanita itu menepuk pundak Regar, dengan napas sedikit terengah. “Syukurlah, Regar.” “Aku hanya merasa aneh dipisahkan dari Eyrin dengan cara ini.” Regar merasa kata-katanya terdengar seperti omong kosong. Seolah ada alasan lebih besar yang ia tutup-tutupi. Lely mengangguk-angguk paham. “Mama mengerti. Itu karena kau sangat menyayangi Eyrin melebihi dirimu sendiri. Dan Mama yakin Eyrin pun begitu.” Regar mengangguk sekali, menundukkan kepala menghindari bertatapan secara langsung dengan mamanya. “Kalian harus berbaikan. Dua hari ini kalian terlihat murung. Sebagai laki-laki, kau harus membujuknya lebih dulu. Lagipula, kau yang bersalah. Tak seharusnya kau membuatnya memilih antara suami dan sahabatnya. Dan Edgar menjawab pertanyaan dengan sangat tepat.” Regar mengangguk lagi. Menyadari kesalahannya. Pernikahan Edgar dan Eyrin mau tak mau menjadi batu loncatan yang besar bagi Edgar di kehidupan Eyrin. Bagaimana kacaunya Eyrin ketika ingin menggugat cerai Edgar, memberi wanita itu dampak yang cukup kuat. Dan kebahagiaan yang dirasakan Eyrin ketika Edgar mulai membuka hati untuk pernikahan mereka, ia sendiri tak sanggup merampas semua hal itu dari Eyrin. Apa pun, apa pun itu yang mulai tumbuh dan terpendam di kedalaman hatinya. Ia harus mengunci dan menguburnya dalam-dalam. “Apa Mama melihat Eyrin?” “Di balkon kamarnya. Mama berbicara dengannya sebelum ke kamarmu.” Regar merasa ragu harus menyelesaikan masalahnya dan Eyrin di kamar Edgar. Terutama jika harus melibatkan Edgar dalam pembicaraan mereka. Ia butuh berbicara empat mata dengan Eyrin.   “Edgar sedang ada makan malam eksklusif bersama papamu. Mereka sepertinya akan pulang terlambat.” “Aku akan berganti pakaian dulu.” 
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD