Syahla pun dipersilakan untuk masuk ke rumah Margaretha. Sebuah rumah yang sangat besar. Ini adalah kali pertama ia mengambangi rumah yang begitu besar layaknya istana, bahkan lebih megah dari istana-istana yang ada dalam bayangannya selama ini.
"Wah, ibune, bapake ibune kerja apa? Kenapa rumahnya gede banget?" tanya Syahla dengan polosnya.
Margaretha tertawa mendengar pertanyaan konyol dari Syahla.
"Adalah pokoknya. Selamat datang di Keluarga Silalahi ya? Di rumah ini ada saya, suami saya, dan anak saya. Ada juga petugas keamanan, tukang kebun, dan beberapa asisten rumah tangga." kata Margaretha.
"Asisten rumah tangga itu apa, ibune kayane keren ya?" kata Syahla.
"Iya, keren sekali, sampai saya saja tidak bisa melakukan pekerjaannya." kata Margaretha.
"Oh ya? Wah keren sekali. Kalau ada lowongan itu boleh ibune. Nyong maksude kulo mau." kata Syahla dengan mata berbinar.
Margaretha tertawa mendengar apa yang dikatakan oleh Syahla. Syahla benar-benar anak yang polos. Beliau berasa tidak menyesal saat menerimanya tadi.
"Sekarang kamu saya angkat jadi asisten rumah tangga ya?" kata Margaretha yang masih asyik menggoda Syahla.
"Siap, Ibune. Kulo akan kerja sedang sepenuh jiwa raga kulo." kata Syahla hormat kepada margaretha.
Margaretha pun langsung tertawa lagi. Rasanya menyenangkan sekali berbicara dnegan Syahla yang meski tingkahnya ajaib namun tidak membuatnya marah.
Tak lama kemudian, Marco datang dan langsung memandang Syahla dari atas sampai bawah.
"Mah, ngapain sih mamah bolehin gembel masuk rumah ini?" tanya Marco dengan sangat ketus.
Gembel? -batin Syahla. Syahla menoleh ke kanan dan ke kiri.
Syahla belum sadar kalau orang yang dikatakan oleh Marco gembel adalah dirinya sebab ia tidak merasa gembel. Setelah menoleh ke kanan dan ke kiri dia tidak menemukan satu gembel pun di sampingnya.
Ya ampun, kata 'gembel' itu terdengar sangat menyakitkan.
"Mas bisa liat makhluk ndak kasat mata ya?" tanya Syahla kepada Marco dengan tatapan polosnya. Dia ingin berbaikan dengan Marco yang merupakan anak dari Nyonya Besarnya.
Margaretha yang menyadari kalau Syahla tidak tahu kalau orang yang disebutkan oleh anaknya adalah Syahla sendiri langsung terkekeh. Marco pun memandang ibunya dengan kesal.
"Gue nggak ngomong sama lo." kata Marko.
Syahla mengerucutkan bibirnya sebal, namun seketika matanya bertemu dengan Margaretha, Syahla yang awalnya cemberut kini mulai tersenyum lagi.
"Masnya suka bercanda ya, Ibune? Gemes yah?" kata Syahla sambil menggaruk kepalanya yang tidak gatal.
Ini hari pertamanya datang ke tempat itu, Syahla tidak mau kedatangannya pertama kali membuat kedua majikannya tidak suka kepada dirinya.
Margaretha tertawa lagi mendengar apa yang dikatakan oleh Syahla, "Ada loh, pekerjaan yang lebih bagus di rumah ini." kata beliau.
Syahla langsung berbinar mendengar apa yang dikatakan oleh majikannya itu. Syahla menatap beliau dengan penuh minat, padahal pekerjaan 'Asisten Rumah Tangga' saja belum dia ketahui apa tugas-tugasnya.
"Apa itu ibune? Tugasnya ada berapa?" tanya Syahla dia berniat untuk membandingkan berapa tugas pekerjaanya dnegan yang akan dibritahukan oleh majikannya itu.
"Baby sitter. Tugasnya cuma satu." kata Margaretha.
"Wah, tugasnya apa tuh? keliatannya bagus banget ibune." kata Syahla.
"Mengurus bayi. Udah itu aja."
Syahla berpikir sebentar, "Wah mau-mau." syahla tidka gentang. Dia justru berpikir kalau hanya mengruus bayi dirinya tidak akan pernah letih. Sebba, Bayu sukanya tidur, jadi dia bisa ikut tidur juga.
"Nih, bayinya." kata Margaretha sedikit mendorong Marco ke arah Syahla, lalu tertawa.
Syahla melongo sebentar, "Eh?" tanya Syahla yang bingung.
Marco di tempatnya memandang tajam ke arah Ibunya. Guyonan ibunya sama sekali tidak lucu.
"Eh, ndak jadi Ibune, ndak jadi. Kalau bayinya segede ini kalau dia ngompol sama mandi kulo ndak bisa bantuin." kaya Syahla dengan polos.
Marco yang kesal langsung menjitak kepala Syahla, "Bodoh." katanya.
"Aduh!" ringis Syahla.
***
Syahla merebahkan tubuhnya di atas kasur, dia beguling ke kanan dan ke kiri. namun dia tidak bisa tidur. Ruangan ini tentulah sangat besar dan mewah padahal dia tidur di kamar asiten rumah tangga. Namun, ruangan ini hampir tiga kali lipat dari kamarnya di kampung dulu.
Syahla pun memilih untuk keluar dari kamar dan langsung berjalan ke luar ruangan. Hari ini dia dibebastugaskan. Menurut Nyonya Besarnya, dirinya tidak perlu bekerja untuk hari ini.
“Mau kemana, Ani?” tanya Margaretha.
Syahla nyengir lebar, “Ibune, mau dipijit ora sama kulo?” kata Syahla.
“Emang kamu bisa?” tanya Margaretha.
“Wah, bisa banget ibune. Di kampung enak sama bapake kulo sering minta pijit.” Kata Syahla dengan berbinar.
Dia memang tipikal orang yang tidak bisa diam, lagi pula apa yang bisa diharapkan dari diam? Bagi Syahla, Diam justru membuat dia memikirkan banyak hal. Hal ini tentu tidak dia sukai. Syahla tidak terlalu menyukai hal-hal yang mellow meski hidupnya sudah demikian.
“Oh, boleh, kalau begitu.” Kata Margaretha dengan senang hati. “Duduk-duduk!” kata Margaretha.
Syahla pun mengangguk. Dia sudah mandi, di kamar mandinya sudah ada sabun yang sangat wangi. Namun, meski begitu Syahla tetap tidak nyaman dengan bajunya. Dia tidak memiliki baju lain.
“Wah, ibune, tempat duduknya empuk.” Kata Syahla sambil menepuk-nepuk sofa yang didudukinya. Ini kali pertama dirinya duduk di sofa yang empuk.
Syahla pernah merasakan duduk di atas sofa kepala sekolahnya saat di Jakata namun dia ingat bahwa rasanya tidak sama dengan yang dia rasakan saat ini. Saat ini dirinya merasa tempat duduk ini sangatlah nyaman.
“Tidak ada di kampungmu?” tanya Margaretha
Syahla langsung menggelelengkan kakinya. Dia pun mengakui kalau di kampungnya memang tidak ada. Saat dia sedang asyik merasakan keempukan sofa tersebut, tiba-tiba Syahla pun langsung teringat kalau dirinya hendak memijit majikannya.
“Oiya, ibune ayo kakinya diangkat kulo pijit.” Kata Syahla.
Margaretha kini menatap Syahla. Dia mulai menimbang-nimbang apa yang salah dengan Syahla. Tak lama kemudian, beliau pun ingat kalau Syahla tidak pakai baju ganti.
“Kamu tidak ganti baju?” tanya Margaretha.
Syahla nyengir dengan malu-malu, “Kulo ndak punya baju, Ibune. Niatnya nanti kalau gajian beli satu.” Kata Syahla.
“Trus selama sebulan kamu pakai baju ini terus seperti itu?” tanya Margaretha.
Syahla menggaruk kepalanya yang tidak gatal. Dia juga tidak tahu. Dia mulai memikirkan sesuatu.
“Tapi tenang ibune. Nanti kulo akan cuci baju kulo nanti biar kulo tidur ndak pakai baju saja.” Kata Syahla.
Margaretha pun menggelengkan kepalanya, lalu beliau pun memutuskan untuk berdiri.
“Ibune mau ke mana? Ndak jadi dipijit?” tanya Syahla bingung.
“Sebentar, nanti saya akan kembali.” Kata Margaretha.
Syahla menganggukkan kepalanya dan membiarkan majikannya untuk pergi. Lagi pula siapa dirinya yang bisa mengatur majikannya sendiri?