Sesampainya di Pasar Kebayoran, semua penumpang pun turun. Kini, Syahla pun mau tidak tau harus turun. Dengan kaos dan rok di bawah lutut tanpa alas kaki.
“Cah, sendale ndi? (Cah, sendalnya mana?)” tanya kernet.
“Kawur, Om. (Terbang, Om).” Jawab Syahla seadanya.
Kernet tersebut pun langsung memberikan sendal jepit warna hitan kepada Syahla.
“Ini. Pake aja. Buat kamu.” Kata kernet tersebut.
“Eh, ndak usah, Om.” Kata Syahla basa-basi, padahal dalam hati dia ingin sekali mengambil sandal tersebut namun dia tidak bisa langsung mengatakan mau.
“Eh, pake-pake.” Kata kernet sedikit memaksa.
Syahla pun menganggukkan kepalanya. Lalu, Syahla pun menerimanya dengan senang hati. “Suwun, Om.” Kata Syahla.
Selanjutnya, Syahla pun turun dan langsung berjalan. Dia merasa sangat asing dengan keadaan sekitar. Semua orang kini tengah beraktivitas.
Saat sedang berjalan, perut Syahla pun terasa lapar.
Duhhh, laper. -batinnya.
Syahla memang tidak makan pada saat di rumah makan tadi, dia sadar diri kalau dirinya tidak memiliki uang untuk membeli makanan jadi dia memutuskan untuk tidak turun seperti yang lainnya.
“Duh, Gusti …” kata Syahla.
Syahla pun berjalan ke sebuah rumah makan, dia berniat untuk mencari pekerjaan, setidaknya dia bisa makan.
“Assalamualaikum, Bu.” Kata Syahla menghampiri sebuah warteg yang ada di pinggiran jalan.
“Waalaikumsalam.” Jawab pemilik.
“Bu, boleh kulo melamar pekerjaan di sini? Kulo lapar, Bu, ndak perlu dibayar pakai uang. Cukup pakai makan saja.” Kata Syahla.
“Maaf ya, Dik.” Kata pemilik warteg tersebut.
Syahla pun menganggukkan kepalanya. Lalu dia pun berjalan lagi. Ntah bagaimana caranya dia bisa sampai di jalan yang sudah cukup jauh dari pasar. Lalu dia pun langsung melihat ada Rumah Makan Padang yang ada di sebelah kiri jalan sebelum pom bensin.
Rumah makan tersebut terlihat sangat ramai, Syahla sampai ragu untuk masuk ke dalamnya. Namun, seketika dia pun memutuskan untuk mengantre sampai semua pelanggan pergi.
“Permisi, Pak-e, kulo ndak punya uang. Tapi kulo sangat lapar. Boleh kulo minta nasinya? Kulo ndak keberatan kalau harus cuci piring.” Kata Syahla.
Dia sudah bingung sekali. Perutnya benar-benar terasa lapar.
“Oh, boleh-boleh.” Kata pemilik restoran yang memakai baju koko dan berpeci putih tersebut. Syahla membelalakkan matanya, dia merasa kalau orang itu sangat baik.
Pemilik restoran itu pun langsung membungkuskan seporsi nasi padang, lalu meminta kepada salah satu karyawannya untuk membuatkan es teh manis. Setelahnya, beliau memberikan nasi dan es teh manis yang sudah dimasukkan plastis itu kepada Syahla.
“Ini, Dek. Untuk kamu.” Kata pemilik restoran.
“Kulo ndak perlu cuci piring, Pak-e?” tanya Syahla bingung.
“Tidak usah. Ambil saja.” Kata pemilik restoran.
Mata Syahla pun langsung berbinar-binar ketika mendengar pemilik restoran tersebut mengatakan kalau dirinya tidak perlu cuci piring. Makanan itu diberikan kepadanya secara cuma-cuma.
“Terima kasih, Pak-e. Semoga Allah membalas kebaikan, Pak-e.” kata Syahla.
“Amin.” Jawab pemilik restoran tersebut.
Syahla pun langsung berpamitan dan langsung pergi ke luar dari restoran tersebut dengan perasaan senang. Namun, jalanan besar ternyata membuat dirinya merasa takut. Lalu, dirinya pun memutuskan untuk masuk ke sebuah jalan sepi yang mengantarkannya ke sebuah kompleks.
“Mau ke mana, Nduk?” tanya satpam yang menjaga di depan kompleks.
“Mau numpang makan, Pak-e.” kata Syahla.
“Loh, numpang makan bagaimana?” tanya satpam tersebut.
Syahla hanya bisa mengangkat nasinya. Satpam tersebut pun langsung menganggukkan kepalanya.
“Kamu ada keluarga di dalam kompleks?” tanya Satpam.
“Ndak ada, Pak-e.” kata Syahla.
“Kalau gitu makan dulu saja di pos.” kata Syahla.
TIN TIN TIN!
Suara klakson mobil terdengar begitu nyaring. Syahla pun hampir saja melemparkan makanannya karena terkejut.
Syahla menoleh mencoba mencari tahu siapa pengemudi yang dengan tidak sopannya mengklaksonnya seperti tadi. Dia memang berada di tengah-tengah jadi sebetulnya wajar saja dia mendapatkan klakson karena orang itu akan masuk.
“Maaf, Tuan. Nduk. Kamu makan ke pos satpam saja ya?” kata Satpam tersebut.
Kaca mobil yang berada di samping pengemudi pun terbuka, sebuah kepala menyembul dari sana dan menatap kesal ke arah Syahla.
“Bisa cepet minggir gak? Lagi buru-buru, nih!” seru laki-laki tersebut kepada satpam.
“Eh, maaf, Mas Marco!” kata satpam tersebut.
“Heh, dasar ndak tau sopan santun sama orang tua!” seru Syahla kesal karena laki-laki yang berama Marco itu terdengar tidak sopan kepada satpam yang sudah seumur ayah angkat Syahla di kampungnya.
“Pak! Bawa minggir cewek itu!” seru Marco dengan perasaan yang sangat kesal.
“Eh, iya, Tuan. Ayok, nduk.” Kata satpam tersebut.
Satpam tersebut pun menarik Syahla. Akhirnya, Syahlapun menurut. Lalu dirinya pun berjalan ke arah pos satpam dan dia langsung mengerucutkan bibir melihat kelakuan dari laki-laki ‘songong’ yang baru saja ditemuinya.
“Aduh, Pak-e. kenapa dia dibiarin masuk ndak diceramahin?” tanya Syahla yang bingung.
Satpam tersebut menghela nafas sebentar, “Dia anak yang tinggal di kompleks ini, Nduk. Dia yang gaji bapak, jadi bapak ndak bisa bilangin, takut dipecat.” Katanya.
Syahla pun kini mengerti, ternyata itu alasannya. Ini kali pertama dia ke Jakarta, dan kejadian ini adalah sesuatu yang menurutnya harus dicatatnya dalam kepala.
“Kasian, Bapak-e.” kata Syahla.
“Kamu katanya mau makan, Nuk? Makan aja di pos.” kata Pak Satpam tersebut.
“Pak-e udah makan?” tanya Syahla.
“Udah.” Jawab Pak Satpam tersebut.
Syahla menganggukkan kepalanya. Lalu dia pun langsung menggelar makanannya di dalam kantor satpam. Pak Satpam tersebut seketika mengamati Syahla dari atas sampai bawah.
“Kamu dari mana, Nduk? Mau ke mana?” tanya Pak Satpam.
Syahla yang merasa bingung harus ke mana akhirnya memilih percaya kepada Pak Satpam tersebut.
“Kulo dari kampung, Pak-e. Kulo mau kerja tapi ndak tau kerja di mana.” Kata Syahla. “Makan, Pak-e.” kata Syahla menwarkan.
“Iya, silakan.” Kata Pak Satpam tersebut.
Kini satpam tersebut pun terlihat memaklumi. Karena untuk ukuran remaja seperti Syahla, penampilannya memang jauh tertinggal dari anak-anak kota.
“Mau kerja apa?” tanya Pak Satpam tersebut.
“Opo yo, Pak? Pengen-e sih apaan aja yang penting diterima, pembantu juga ndakpapa, Pak.” Kata Syahla.
“Satpam tersebut pun langsung menganggukkan kepalanya.” Kata Pak Satpam.
Syahla pun memakan nasi padang itu dengan lahap. Dia merasa sangat lapar dan nasi padang dengan lauk ayam itu sangatlah enak di mulutnya. Syahla pun diam-diam berterima kasih kepada pemilik restoran yang sama sekali tidak sombong tersebut dan ingin rasanya bila dia mendapatkan kerja, dia akan makan di warung itu lagi.
“Kamu bener jadi pembantu, Nduk?” kata satpam tersebut setelah Syahla selesai makan.
“Iya, Pak. Kulo serius.” Jawab Syahla.
“Ikut bapak ya, Ntar. Kebetulan ada yang lagi cari pembantu.” Jawab Pak Satpam tersebut.