Bab 4. lagi-lagi Dia!

963 Words
"Penerbangan menuju Brisbane memakan jarak tempuh selama tujuh jam dua puluh lima menit, lebih kurang ya. Dilaporkan cuaca di Singapore sedikit mendung untuk saat ini. Dan laporan cuaca di Brisbane sepertinya baik-baik saja. Mungkin nanti juga akan terjadi turbulence kecil setelah awal keberangkatan. Jadi, kalian harus siap-siap, ya." "Siap, Kapten!" Justine memulai briefingnya di dalam pesawat, tempat favorit pria tampan itu melakukan briefing bersama awak kabin sebelum keberangkatan. "Kapt, saya pamit ke flight deck, ya. Mau lanjut preflight check," ujar Lexi setelah Justine melakukan briefingnya. "Okay, go on." Kemudian tatapan Justine arahkan pada Emily dan bertanya, "Catering-nya sudah beres?" "Masih loading, Kapten," jawab Emily dengan lemparan senyum. Justine terdiam sejenak saat melihat senyuman Emily. 'Such a sweet smile!' batin Justine dalam diamnya memuji Emily Namun, hal itu tidak ia tunjukkan di dunia nyata. "Pastikan on time, ya. Jika sampai telat, pesawat bisa delay berangkatnya," nasihat Justine kemudian berjalan keluar dari pesawat untuk melakukan walk around. "Enak, ya. Pakai pelet apa kamu? Flight attendant seniornya kan aku, kenapa malah kamu yang ditanya sama Kapten Justine," sarkas Miranda sambil mendelik kesal. Emily memilih untuk diam. Ia melakukan itu bukan karena takut. Namun, gadis itu tahu, di saat dirinya mengenakan seragam merah di badannya itu, maka semua ego dan kepentingan pribadi harus ia tanggalkan. Emily harus menjunjung tinggi nilai profesionalismenya saat bekerja. "Miranda kamu kenapa sewot? Apa salah Kapten Justine bertanya pada yang lain? Apa harus banget ya mencari kamu dulu?" "Jenny, udah! Maaf ya, Mir. Ayo, kita cek kabin belakang." Emily menengahi agar tidak terjadi percekcokan yang akan menghambat proses kelancaran pekerjaan mereka. "Kalian cek saja kabin depan. Di belakang sudah beres," ucap salah seorang pramugara senior. Jenny dan Emily langsung saja menuju kabin first class yang hanya dipisahkan oleh sebuah pintu menuju kokpit pesawat di mana Justine dan dua orang FO sedang melakukan persiapan final sebelum take-off. "Apa semuanya sudah beres?" tanya pramugara senior pada Emily sambil mengacungkan jempolnya. "Sudah," jawab Emily. "Okay!" Pria jangkung yang bermata biru itu lantas menuju pintu pembatas antara kokpit dan kabin penumpang. Setelah mengetuk dua kali. Ia langsung membukanya. "Kapt, semuanya sudah beres, siap untuk boarding." "Catering?" "Done already, Captain." "Okay, bisa boarding sekarang kalau begitu," titah Justine. 'Cabin crew, boarding position pax coming.' Mendengar pengumuman itu, Emily langsung saja menuju pintu masuk pesawat bersama dengan Miranda, untuk menyambut para penumpang. Sementara yang lainnya berada di posisi masing-masing. Siap-siap untuk menyambut sejumlah empat ratus orang penumpang menuju Brisbane. … Setelah hampir delapan jam mengudara, akhirnya armada jenis airbus A350-900 neo itu, memasuki wilayah Brisbane International Airport. "Flight attendants, doors to arrival and crosscheck." Masing-masing dari awak kabin itu melakukan pengecekan final sebelum pesawat landing. "Pak, pake sabuk pengaman, ya, karena sebentar lagi pesawat mau landing," bicara Emily pada salah seorang penumpang pria paruh baya. Setelahnya, Emily lantas menuju pintu pesawat kemudian menonaktifkan sistem perosotan darurat yang menempel pada pintu pesawat. "Done, ya?" Emily sekadar mengangkat jempol dan di anggukkan oleh pramugara senior itu. "Take a position for landing." Setelah hampir empat puluh menit, akhirnya pesawat selamat mendarat di runway dua lima bandar udara Brisbane. Tepat jam 6.45 am waktu lokal. "Pegel semua! Sepertinya aku akan tidur seharian sebelum keberangkatan return," keluh Jenny setelah mereka keluar dari garbarata menuju area scanning. Emily tertawa lucu, "Kok, kayaknya aku nggak percaya, ya, Jen." "Maksud kamu?" "Palingan waktumu habis kamu gunakan buat keliling berburu parfume!" Emily bisa menebak kebiasaan Jenny yang doyan belanja parfum mahal. Sampai-sampai kamar gadis itu terlihat seperti gudang parfum mahal dengan aneka merek international. Bugh! Seseorang menabrak tubuh Emily dari arah belakang di saat gadis itu sedang berjalan sambil mengobrol santai dengan Jenny. Emily mengaduh pelan dan memegangi bahunya. "Ups! Maaf! Makanya jalan yang bener!" "Tidak usah meladeni orang yang rendah attitude-nya," ucap satu suara bariton. "Kapten!" Tidak hanya Emily, Miranda, dan Jenny juga kaget dengan kehadiran Justine. Mereka mengira Justine sudah berada di depan, ternyata Justine masih berada di belakang. "Ayo!" Justine lantas menggenggam telapak tangan Emily, mengajaknya untuk berjalan lebih cepat lagi dan meninggalkan Jenny serta Miranda di belakang. "Shane harus tahu kelakuannya Emily!" gumam Miranda dengan nada kesal. "Bukannya Shane itu pacar kamu, ya, Mir? Kenapa kau malah sibuk sekali mau melaporkan kegiatan Emily pada cowokmu sendiri? Takut kalah saing, ya, kamu? Makanya, jangan jadi perampas. Nggak tenang kan hidup kamu," sarkas Jenny yang tersenyum penuh kemenangan dan berjalan sambil menyeret kopernya. "Dasar kurang ajar kamu, Jenny! Kamu sama Emily itu sama saja!" Miranda menggeram kesal. Sebelum menghentakkan kaki dan mulai menyeret kopernya. … Richmond, London. "Makasih, Pak." Usai mengucapkan terima kasih pada sang supir antar jemput bandara, Calista melangkah masuk ke sebuah rumah lantai dua yang agak mewah. "Hai, Princess Mama sudah pulang, ya? Bagaimana? Apakah kau berjumpa dengan Justine?" Itu adalah suara Sarah Park yang menyambut kedatangan putrinya. Wanita paruh baya itu bergegas mendekati Calista "Ma, aku ketemu Justine di Singapore," lapor Calista dan melepas sepatunya. Kemudian, menarik koper kecilnya untuk diserahkan pada sang asistennya. "Taruh di kamarku," perintahnya. "Baik, Miss." "Apakah Justine sudah menyatakan cintanya padamu?" tanya Sarah penuh berharap. "Belum, Mom, ternyata anak haram itu meskipun sudah mati, tapi masih tidak mau mengalah denganku, kenapa sih? Meskipun sudah mati, tetap saja Yuna yang mendapatkan perhatian semua orang!" ucap Calista dengan kilat amarah. "Maksud kamu?" "Yuna! Lagi-lagi Justine menyebutkan nama Yuna dan kemarin itu dia malah mengatakan padaku jika dia bisa merasakan kehadiran Yuna setelah kenalan sama seorang pramugari Skylink," geramnya dengan kedua tangan yang mengepal. "Gawat! Mama harus segera lapor dan bicara sama Madam Sofia Elena! Mama yakin jika Justine tidak akan berani menolakmu lagi jika maminya yang bicara." Sarah mulai menunjukkan sikap aslinya. "Jika itu juga gagal?" "Mama masih punya plan B dan mama yakin seribu persen Justine akan menjadi milikmu." Akhirnya pasangan ibu dan anak itu tersenyum senang. Keberhasilan hanya selangkah di depan mereka jika mamanya meluncurkan plan B.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD