Empat hari setelah kembali dari Brisbane, Justine terlihat uring-uringan. Ia merasa aneh dengan dirinya yang selalu ingin bertemu dengan Emily, gadis yang baru ia kenal dan temui setelah penerbangannya kemarin. Pria tampan itu bahkan menanyakan langsung ke tim schedule tentang jadwal Emily.
"Kapt, sekarang ini Nona Emily terbang bersama Kapten Vincent ke Osaka," jawab karyawan divisi schedule setelah mengecek jadwal Emily.
"Thanks," ucap Justine kemudian mengangkat tangannya tinggi tanda pamit. Ia mulai lega setelah mendengar bagaimana kabar gadis itu meski hanya dengan menanyakan jadwalnya saja.
‘Padahal kalau ada di sini, aku bisa ketemu dia,’ batin Justine. Ia terbelalak saat menyadari apa yang sedang ia pikirkan. ‘s**t! Apa yang sedang aku pikirkan? Seperti orang kasmaran saja! padahal dia juga bukan siapa-siapa.’
"Hai, Kak!" Justine tersentak dan menoleh. Seseorang yang ia kenal tengah menyapanya.
“Kenapa kok kaget gitu, sih?”ucap Dasha dengan senyum usil.
"Dasha! Kamu saja yang tiba-tiba teriak di samping aku!” semprot Justine, mengacak poni gadis itu ”Kamu on duty, ya?" tanya Justine lagi pada sang adik yang juga merupakan seorang pilot, dengan tiga bar di pundaknya.
"Yes, nggak mau kirim salam sama Chelsea?" tawar Dasha yang memamerkan wajah sombongnya, yang akan segera bertemu dengan saudara perempuannya.
"Kamu fly ke Korea?" tebak Justine dan sekali lagi Dasha mengangguk mantap. "Tanyakan saja kapan dia mau pulang. Aku takut nanti dia hanya bisa makan kimchi saja sementara di London ini, mau cari di mana makanan itu. Biar dia puas-puasin makan kimchi di sana," ucap Justine panjang lebar sukses membuat Dasha terkekeh lucu.
"Ya sudah, duluan ya! Mau ke ruangan flops. Oh, iya, tuh, Kakak sudah di tunggu Calista dari tadi." Dasha izin pamit setelah menunjukkan keberadaan Calista menggunakan dagunya.
"Take care." Justin melambaikan tangannya pada Dasha.
Justine kemudiannya berjalan ke arah Calista. "Kau menungguku?" tanyanya pada Calista.
Calista tampak senang melihat kedatangan Justine ke arahnya tanpa ia minta terlebih dahulu. "Iya, aku ke sini naik taksi. Soalnya mobilku dipake Mama."
Justine mengernyit heran. "Punya urusan apa kamu di sini?"
Calista tampak berusaha berpikir keras mencari jawaban yang tepat. "Emm, ah! Aku mau cek lokerku saja, kok! Siapa tau ada surat penting yang belum k****a, tapi syukur nggak ada," kelit Calista. Padahal, ia hanya ingin bertemu dengan Justine dan memastikan jika pria itu tidak sedang bersama dengan Emily.
Justine tahu jika gadis yang mengenakan mini dress itu berbohong. Terlihat jelas dari tatapan matanya yang ke mana-mana saat bicara. Seolah-olah sedang mencari alasan untuk berbicara dengannya.
Namun, Justine memilih untuk tidak peduli. "Iya sudah. Ayo, aku antar kamu pulang. Kamu nggak pulang naik taksi, kan?” tawar Justine dengan perhatian.
Calista melingkarkan tangannya ke lengan Justin. "No! Kita ke rumah kamu saja."
Calista menyadari jika Justine sedang menatapnya dengan tatapan memohon sebuah penjelasan. "Mama aku bilang kalau dia main ke rumah kamu. Lagian sudah lama sekali aku tidak bertemu Tante Sofia. Mumpung aku lagi nggak sibuk, sekalian aja aku mau bertanya kabarnya dia. Pulang nanti sama mama saja bisa, kok!" jelas Calista panjang lebar.
Tidak ada lagi pertanyaan dari Justine dan keduanya langsung saja menuju parkiran mobil.
Setelah sekian lama berkendara menuju ke mansion Levine, akhirnya Maybach hitam mengkilap milik Justine itu berbelok masuk ke pekarangan sebuah rumah. Setelah memarkirkan mobilnya dengan aman, Justine melangkah keluar dan Calista segera pergi mencari keberadaan ibunya.
Sebelum sempat pria itu masuk ke dalam, terlihat sang daddy melangkah keluar dari mansion mengantarkan dua orang tamu. Justine segera menghampiri Charles yang menyambut kedatangannya.
“Hey son!” sapa Charles.
"Dad, mereka itu siapa? Satu itu, sepertinya aku kenal. Kapten Richard, kan? Satunya lagi itu siapa?" tanya Justine penasaran.
"Flight Instruktur, Mr. Morrison Drew," jawab Charles.
"Punya urusan apa mereka? Bukannya Kapten Richard sekarang sedang ada masalah sama kesehatannya? Sedang libur panjang kan dia."
"Kapten Richard mau mengundurkan diri, tapi Daddy sayang mau melepasnya. Daddy minta dia buat bantu para siswa di Akademi sebagai flight instruktur. Sementara Mr. Drew, Daddy pulihkan jabatannya sebagai kapten pilot karena sudah ada Kapten Richard yang menggantikan posisinya," jelas Charles panjang lebar.
"Jadi mereka saling menggantikan, ya?" rangkum Justine.
"Iya. Mereka adalah sosok penting dalam perusahaan maskapai penerbangan Skylink. Terutama Mr. Drew. Di saat dulu para pilot senior pilih kabur karena berita hoax, Kapten Drew malah masih tetap bertahan dan melakukan pekerjaannya tanpa merasa khawatir apakah perusahaan masih bisa membayar gajinya atau tidak." Charles tersenyum tipis di ujung kalimatnya. Ia terlihat sedang mengenang masa lalu.
Setelah penjelasan panjang itu, Justine dan daddy-nya mulai membuka langkah masuk ke rumah. Sementara itu, di gazebo bagian belakang hunian mewah itu, Sarah dan Sofia sibuk sekali bercerita, mulai dari gosip artis sampai berlanjut ke gosip para pramugari yang mereka kenal.
"Sof, kamu kenal sama pramugari Skylink yang namanya Emily Drew? Apa dia juga pernah main ke sini?" tanya Sarah. Ia melancarkan aksinya mencari tahu lebih dalam gadis yang menjadi saingan Calista.
Sofia menggeleng, "Aku barusan mendengar nama itu. Kenapa emangnya?" balik Sofia melemparkan pertanyaan setelah menjawab pertanyaannya Sarah.
"Ng-nggak, kok. Karena Calista bilang kalau Justine kemarin saat transit di Singapore itu jalannya sama Emily terus dan dia malah mengabaikan Calista. Apa itu pacar barunya Justine, ya?" tebak Sarah.
"Justine tidak pernah cerita apa-apa loh sama aku. Mungkin mereka hanya sebatas rekan kerja saja," jawab Sofia santai. “Justine itu anaknya terbuka dan selalu cerita kalau ada apa-apa. Selama dia tidak cerita, berarti mereka tidak punya hubungan apa-apa.”
Sementara itu, Calista yang datang dan langsung menyimak pembicaraan dua wanita itu, kini angkat bicara untuk menyampaikan kegelisahan yang ada di dalam hatinya, "Aku takut Justine jatuh cinta sama pramugari itu, Tante. Karena dari gosip yang aku dengar, si Emily itu punya pacar dan sebentar lagi mereka mau nikah." Calista mulai mengarang. “Aku, kan, nggak mau nama baik Justine jadi tercemar karena wanita tidak jelas itu.”
"Berarti itu ceweknya nggak benar, dong ya! Kamu jangan khawatir, Tante nanti pasti memarahi Justine kalau dia beneran main sama cewek semacam itu," janji Sofia pada Calista yang tersenyum cerah.
"Kasihan Yuna. Anak nakal itu masuk ke dalam mimpi aku, Sof. Dalam mimpiku, Yuna mohon sekali, agar aku mau menjodohkan Calista sama Justine." Sarah bicara dengan tatapan yang berkaca-kaca. “Sampai meninggal pun, gadis itu tetap jadi gadis yang baik, ya!”
Sofia jadi tidak enak. "Duh, Sarah. Kamu kenapa menangis?"
"Karena aku sayang sekali sama Yuna. Sementara Yuna itu tidak pernah memikirkan aku, Sof. Dia itu sayangnya sama Calista saja makanya aku berusaha untuk membuat arwah merasa tenang dengan mewujudkan semua mimpinya, termasuk menjodohkan Calista sama Justine." Sarah menjeda kalimatnya menghapus bulir bening yang mulai meleleh menuruni pipi tuanya.
"Aku malu Sofia, tapi aku harus mengatakan ini padamu. Karena menurutku ini adalah maunya Yuna," imbuh Sarah lagi.
"Jadi maksudnya kamu mau aku jodohin Calista dengan putraku, Justine?" tanya Sofia menangkap penjelasan Sarah.
Sarah mengangguk kecil dan terus memamerkan wajah sedihnya. "Aku cukup tidak sadar diri ya, karena bermimpi mau menjadikan putra kamu sebagai pendampingnya Calista," celetuk Sarah bermaksud untuk merendahkan dirinya.
"Jangan bicara begitu, Sarah. Kami punya hutang budi sama Yuna dan keluarganya. Tentang perjodohan ini, biarkan aku bicarakan dulu dengan suamiku, Charles." Ia beralih menatap wajah cantik Calista. "Kamu yang sabar, ya. Tante janji bakalan memberikanmu jawaban yang menyenangkan setelah berbicara dengan Justine.”
Sarah dan Calista akhirnya saling lempar pandang dengan bibir yang mengulum senyum kemenangan.
'Selama Tante Sofia berada di pihak aku maka tidak akan ada yang bisa menggeser posisiku. Termasuk hantunya, Luna!’ batin Calista dengan senyum kemenangan yang tercetak dengan jelas.