Tatapan Tajam Vasko.

522 Words
Vasko mengangkat tangannya, menghentikan Soraya yang mencoba mendekat dengan senyum palsunya. Tatapan dingin sang pria berpindah dari Soraya ke Selin, yang kini berdiri gemetar di hadapannya. Gadis itu terlihat begitu rapuh, namun ada sesuatu dalam matanya—sebuah keberanian yang nyaris padam namun tetap bertahan meski dihempas angin kebencian dari Soraya. “Selin,” gumam Vasko lagi, kali ini dengan nada yang lebih dalam, penuh campuran emosi yang sulit dijabarkan. Tatapannya jatuh pada kalung yang melingkar di leher Selin, kilau peraknya memantulkan cahaya matahari dengan angkuh. Itu adalah miliknya—pemberian yang ia berikan dengan niat tertentu, di masa lalu yang tak pernah benar-benar ia lupakan. Selin menatapnya dengan air mata yang menggantung, suaranya lirih namun penuh harap. “Tuan, saya... saya membutuhkan pertolongan Anda. Saya kehilangan segalanya, dan saya tidak tahu harus pergi ke mana lagi.” Vasko terdiam, memandangnya dengan sorot yang sulit diterjemahkan. Seperti badai yang diam di tengah lautan, menunggu waktu untuk meledak. Soraya, yang berdiri di sampingnya, merasakan panas cemburu yang membakar setiap urat nadinya. Melihat bagaimana Vasko masih peduli pada Selin membuatnya merasa kalah telak. Ia menggertakkan giginya, menggenggam tangan dengan kuat hingga kuku-kukunya menusuk telapak tangannya sendiri. Namun, ia tidak akan menyerah. “Tuan Vasko,” Soraya memulai, suaranya sengaja dilunakkan dengan nada manis, meski kebencian tak bisa sepenuhnya disembunyikan. “Jangan dengarkan b***k itu. Dia hanya ingin memanfaatkan kebaikan hati Anda. Lebih baik Anda masuk, Tuan, dan biarkan saya menyiapkan semua kebutuhan Anda. Anda tidak perlu repot-repot berurusan dengan orang seperti dia.” Vasko tidak merespons. Mata tajamnya tetap terpaku pada Selin, memperhatikan luka di wajahnya, jejak memar di pipi yang merona merah akibat tamparan. Tangannya bergerak, jari-jarinya yang panjang terulur untuk menyentuh kalung di leher Selin, seolah memastikan bahwa gadis ini benar-benar nyata. “Soraya,” ujar Vasko akhirnya, suaranya rendah namun penuh kekuatan. Ia mengalihkan pandangannya, menatap Soraya dengan mata tajam seperti elang yang siap menerkam. “Apa yang terjadi di sini?” Soraya terkejut, namun dengan cepat ia memasang senyum palsu. “Tuan, gadis ini tidak pantas ada di sini. Dia mencemari nama baik mansion Anda dengan keberadaannya. Saya hanya berusaha menjaga kehormatan Anda.” “Dan kehormatan itu dijaga dengan menghina dan menyakiti seseorang yang tidak bisa melawan?” tanya Vasko, nada suaranya mulai terdengar seperti gemuruh badai. Selin menunduk, tangannya gemetar saat ia mencoba berbicara lagi. “Tuan, saya mohon, saya hanya ingin menjual perhiasan saya. Ibu saya sedang sakit, dan kami kehilangan rumah kami. Saya tidak punya pilihan lain.” Kata-kata itu menusuk sesuatu di dalam hati Vasko. Ia mengingat malam ketika ia pertama kali bertemu dengan Selin, bagaimana gadis itu terlihat begitu berbeda dari yang lain. Gadis ini, meski telah jatuh ke titik terendah dalam hidupnya, masih memiliki keberanian untuk memohon. Dan itu membuatnya... tergerak. “Selin,” katanya dengan nada lebih lembut. Ia berbalik pada penjaga yang masih berdiri kaku. “Bawa dia masuk. Pastikan dia mendapatkan perawatan. Dan kalian,” ia menatap Soraya dengan dingin, “saya akan berbicara dengan kalian nanti.” Wajah Soraya memucat. Ia tahu, hukuman sedang menunggunya. Tapi yang lebih menyakitkan adalah kenyataan bahwa Vasko sekali lagi memilih Selin daripada dirinya.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD