Bab 9. Perlawanan Leora

2157 Words
Dheana langsung kicep. Pucat pasi tidak berani mengangkat wajahnya karena semua mata tertuju ke dia. Tangannya menarik ujung baju mamanya. Berusaha minta tolong untuk mengalihkan amarah yang sudah menguar di mata papanya. Sebenarnya tidak masalah bagi Leora, karena justru dengan begitu menyelamatkannya dari pria b******k seperti Gading. Cuma ini adalah masa harga dirinya yang diinjak-injak. “Jawab!” gertak Sofian geram bukan main. “Nggak mungkin lah, Pa! Jangan dengar Leora yang asal fitnah! Dhea mana mungkin segila itu membuka aib keluarganya sendiri. Untungnya buat dia apa, coba?!” bela Elsa mencoba menyelamatkan anak perempuannya dari amukan suaminya. “Diam, kamu! Aku bertanya ke Dhea. Jawab!” bentaknya lagi menggelegar. “Nggak, Pa. Dhea tidak pernah mengadu ke orang tua Gading,” sanggahnya menggeleng. Leora terkekeh melihat Dhea yang gugup sampai suaranya bergetar. Bahkan perlahan beringsut mencoba bersembunyi di balik punggung mamanya. “Hari ini Gading datang ke kantor menemuiku. Dia mengatakan alasannya kenapa sampai dipaksa pisah dan menerima perjodohan dari orang tuanya. Karena mulut busuk salah satu dari kalian, yang sengaja mendatangi orang tua Gading dan mengatakan aku adalah anak haram hasil perselingkuhan papa!” lontar Leora membongkar semua. “Tapi, bukan berarti Dhea yang melakukannya. Jangan asal fitnah!” Elsa maju, tangannya yang mendorong bahu Leora ditepis kasar hingga dia meringis. “Kurang ajar! Berani kamu main tangan ke istri papamu! Aku nyonya di rumah ini!” “Jangan mengalihkan pembicaraan! Aku tetap akan mengorek mulutnya sampai mengaku. Kalau bukan dia, mana mungkin Dhea tahu alasan Gading dijodohkan dengan Lyla!” tegas Leora yang tahu betul otak licik mama tirinya. Puluhan tahun jadi korban mulut jahat si ratu drama tua satu ini, dikira dia tidak hafal siasat piciknya. “Kalian kan berjiwa dengki. Mana mungkin membiarkanku bernasib mujur diperistri pria pewaris yang ganteng dan mendekati sempurna!” “Jangan asal tuduh! Buktinya mana sini!” sela Faris ganti angkat bicara membela adiknya. “Bukti? Boleh. Kalian pilih sendiri mau aku telepon langsung Gading atau orang tuanya? Sedikit ancaman saja aku tidak akan melepaskan anaknya, maka dijamin mereka akan memberitahu kebenarannya. Karena sampai sekarang Gading tetap mengejarku." Leora merogoh ponselnya dari dalam tas, lalu mencari nomor telepon orang tua Gading. Mereka pernah akrab dulu, sampai kemudian tidak tahu kenapa menjauh. Anehnya lagi, setelahnya Gading juga tidak pernah mengajaknya datang ke rumah mereka. Sekarang dia tahu, ternyata ada si mulut busuk yang sengaja membuka aibnya. “Sini biar Papa yang bicara! Kalau benar salah satu dari kalian berani mengumbar aibku, jangan salahkan Papa jika bertindak tegas!” ancam Sofian mengulurkan tangan meminta ponsel Leora yang sedang menghubungi nomor telepon orang tua Gading. Menyenangkan bagi Leora ketika mendapati mereka yang ketakutan karena boroknya bakal terbongkar. Dia makin yakin kalau bukan cuma Dhea yang terlibat, tapi Faris dan mamanya juga tahu semua. “Jangan!” Tiba-tiba Dhea menyambar ponsel itu dari tangan papanya, lalu mundur dengan muka ketakutan bersembunyi di belakang mamanya. “Kurang ajar, kamu! Beraninya mengumbar aib keluarga sendiri ke orang luar. Ke sini, kamu!” teriak Sofian kali ini benar-benar murka. Bisa-bisanya Dhea menguliti aib orang tuanya sendiri. Sementara Sofian mati-matian menutupinya.. “Dhea minta maaf, Pa. Aku cuma muak melihat dia yang seperti jadi prioritas Papa. Hanya karena dia punya otak lebih encer Papa kasih Leora jabatan jadi manajer di perusahaan kita. Sedang aku yang ingin masuk harus ikut seleksi. Bikin malu! Papa pilih kasih.” seru gadis itu mulai menangis keras. Leora pilih duduk. Drama dimulai lagi. Menggelikan ketika Dhea bilang dirinya diperlakukan istimewa, sedang selama ini setiap kali dia menerima makian papanya bungkam pura-pura tuli. “Bagaimana otakmu bisa encer kalau kerjaanmu hanya hura-hura dan ngrentengin pacar?! Adil kok! Aku sukses menduduki kursi manajer, sedang kamu duduk di pangkuan suami orang!” Leora terkekeh puas. “Mulut kurang ajar!” bentak mama tirinya. “Itu karma kalian yang selalu menghina aku dan bundaku. Kenapa cuma kami yang disalahkan, padahal selama empat belas tahun dia tidak pernah merecoki kalian untuk minta tanggung jawab? Dia sadar diri, tapi bagaimana dengan suamimu? Bundaku tidak akan hamil kalau suamimu tidak b******k selingkuh, padahal sudah punya anak istri!” “Cukup, Leora!” sela Sofian yang merasa tertampar ucapan anaknya. “Yang cukup itu kalian! Berhenti mengusik hidupku! Kalau tidak membiarkan aku pergi dari sini, setidaknya biarkan aku hidup tenang karena aku juga tidak pernah mengusik kalian! Masalah Dheana kalau tidak terselesaikan sekarang juga, maka aku akan balas dengan membongkar aibnya jadi pelakor di rumah tangga Arez. Adil, kan?” ancam Leora. Mereka berempat benar-benar melongo melihat Leora yang tiba-tiba sekeras kepala ini. Bukan, tapi juga bar-bar sampai berani memukul Faris dengan vas bunga. Dan sekarang Leora menuntut keadilan dengan ancamannya. “Jangan ngelunjak kamu, ya! Tahu diri sedikit. Kamu bisa menikmati kehidupan mewah disini, karena aku yang mengalah membiarkan papamu merawatmu. Kurang apa hidupmu sekarang? Bahkan mendapat lebih dari yang dinikmati Dheanda sebagai anak sah keluarga Wiryamanta. Kehilangan Gading tidak akan membuatmu lantas tidak laku dan jadi perawan tua!” oceh mama tiri Leora malah makin memperkeruh keadaan. “Dulu aku sudah menawarkan cerai dan memberimu kompensasi yang pantas jika memang tidak mau menerima keberadaan Leora. Jangan ngelunjak, Sa! Aku sudah berusaha seadil mungkin ke kalian. Bahkan, sering kali membiarkan kalian seenaknya ke Leora!” Suara Sofian terdengar berat. Begitupun tatapan jengahnya ke istri yang sudah tiga puluh dua tahun dia nikahi itu. Leora menoleh kaget. Baru tahu bahkan papanya pernah mengancam menceraikan istrinya demi bisa merawatnya di rumah ini. “Semakin dibahas, semakin kelihatan Papa tidak adil! Mana ada wanita tidak sakit hati diselingkuhi, apalagi disuruh seatap dengan anak dari perempuan itu. Senormalnya saja jika ingin menghukum Dhea, Pa. Aku tidak akan tinggal diam kalau Papa keterlaluan!” ancam Faris. Sofian menyeringai duduk mengalihkan tatapannya ke anak sulungnya itu. Salahnya juga tidak dari dulu bersikap tegas hingga mereka keranjingan begini. “Kamu mengancamku?! Kalau aku diam, bukan berarti tidak tahu seperti apa kelakuanmu di luar sana! Termasuk apa yang kamu lakukan dua tahun yang lalu!” Lutut Faris langsung lemas. Degup jantungnya menggila mendapati tatap tajam papanya yang tidak cuma menggertak. Tapi, benarkah papanya tahu soal itu? Lalu kenapa selama ini diam saja? “Memangnya Faris punya salah apa?” tanya Elsa penasaran. “Tanya sendiri ke anak kesayanganmu!” tanggap Sofian tanpa mengalihkan matanya dari Faris. Mencurigakan, Leora tidak pernah melihat kakaknya sepanik itu. Entah kesalahan fatal apa yang dia lakukan hingga langsung bungkam dalam sekali gertak. “Kamu punya salah apa, Ris? Coba bilang ke Mama! Nanti kita cari jalan keluarnya!” cecar Elsa. “Jalan keluarnya cuma satu, penjara!” tegas Sofian. “Pa!” seru Faris gelagapan takut. “Jadi jangan coba-coba membangkang dan seenaknya kamu, Ris! Kalau Papa sudah angkat tangan tidak bisa membuatmu menurut, lebih baik kamu tanggung sendiri akibatnya!” Faris menunduk, mengangguk tanpa berani membantah lagi. Leora mengernyit curiga. Pasti bukan kesalahan ringan sampai pria arogan bermulut tajam itu bisa langsung berlutut menurut. “Dheana, sini kamu!” panggil Sofian ke anak bungsunya yang ketar-ketir masih menggenggam ponsel milik Leora. Mau tidak mau gadis yang hanya beda satu tahun lebih muda dari Leora itupun pindah dari sofa lebih dekat dengan papanya. Begitu dia lewat, Leora merebut ponselnya. Karena kaget dan berusaha mempertahankan gawai itu, ujung-ujungnya malah tubuhnya oleng dan tersungkur jatuh mencium lantai. “Arghhh …,” rintihnya membekap hidungnya yang memerah. “Kurang ajar kamu, Leora! Sengaja, kan!” gertak Elsa hendak menjambak anak tirinya, tapi urung begitu melihat muka mengerikan suaminya. “Aku hanya mengambil ponselku yang dia rebut. Kalau memang tidak merasa salah, kenapa harus setakut itu? Dasar cemen! Beraninya hanya ngumpet di ketiak mamanya. Jangan-jangan nanti kalau dilabrak istri Arez, malah kamu lempar salahnya ke mamamu! Bilang kalau mamamu yang doyan sama berondong!” ledeknya tertawa. “Leora!” tegur Sofian. Elsa membatu anaknya bangun. Matanya mendelik ke Leora saat melihat hidung Dhea yang memerah dan sedikit mimisan. Duduk tak jauh dari papanya, Dhea menunduk dengan kedua tangan saling taut dan berkeringat dingin. Leora mengulum senyum. Entah habis kesambet dimana sampai papanya tiba-tiba berubah setegas itu dan sudi membelanya. Atau, sebatas khawatir nama baiknya tercoreng akibat ulah Dhea yang mengumbar aibnya. “Bilang terus terang, kenapa kamu memberitahu orang tua Gading soal status kakakmu?” tanya Sofian langsung ke inti masalah. “Jawab!” bentak Sofian sampai anaknya terjengkit kaget. “Karena dia hanya pembawa sial di rumah kita. Kenapa tidak mati saja sana menyusul gundik Papa yang murahan itu!" teriaknya berapi-api. Wajah Sofian merah padam kaku, lalu berdiri dan menampar keras anak bungsu kesayangannya itu. Leora nyengir senang melihat bekas merah di pipi adiknya. “Pa! Apa-apaan sampai main tampar gitu!” bentak Elsa tidak terima. “Kamu pasti juga tahu kan apa yang dia lakukan? Jangan coba-coba mengelak. Aku akan menghubungi Gading sekarang juga kalau kalian tidak jujur!” Sofian menuding di depan muka istrinya. Seru! Baru kali ini Leora mendapat tontonan drama bagus. Jangan katakan dia keterlaluan, karena selama ini pun dia selalu diperlakukan tidak adil. "Iya, aku tahu. Tapi, karena sudah menduga kamu akan memarah ini, jadi aku pilih diam," angguk Elsa mengakui dirinya terlibat. "Papa punya perasaan, tidak? Tega membawa pulang anak haram Papa tinggal sama kita. Dia sama menjijikkan seperti mamanya!" timpal Dhea. Satu lagi tamparan mendarat keras. Pipi Dhea berdenyut panas. Kebas sampai telinganya berdengung dan sakitnya menjalar ke kepala. Bahkan Elsa pun cuma bungkam tidak berkutik, karena dia juga sudah menutupi kesalahan fatal anaknya. “Kurang ajar, kamu! Otakmu taruh mana sampai setolol itu mengumbar aib Papa dan kakakmu demi menghancurkan hubungannya dengan Gading? Dia tidak pernah mengusikmu. Keterlaluan kamu, ya!” gertak Sofian suaranya menggelegar. “Maaf, Pa. Aku tidak rela nasib dia selalu lebih baik dariku! Mana pantas dia bersanding dengan Gading yang nyaris sempurna dan punya segalanya!” Leora tertawa tergelak. Terang-terangan mengejek dengan tawa gelinya. Elsa menghela nafas kasar. Coba tidak ada suaminya, sudah dia jambak sampai botak anak tiri keranjingannya itu. "Kamu terus bilang bundaku jalang murahan dan kami menjijikkan. Eh, terus kamu apa? Maksudmu kamu lebih pantas, gitu? Tanya ke Gading, pernah tidak aku membiarkan dia menyentuhku selain pelukan biasa dan gandengan tangan? Sedang kamu, bahkan rela keluar uang menyewa apartemen dan mencukupi semua kebutuhan suami orang! Pelakor menjijikkan!” cemoohnya. “Tutup mulutmu, sialan!” bentak Dheana yang takut boroknya dikuliti semua di depan papanya. “Benar begitu?” tanya Sofian. Karena Dhea dan istrinya tidak menjawab, dia melontar pandangannya ke Leora. “Cek sendiri apartemen tempat biasanya dia janjian selingkuh sama Azel. Juga, print pengeluaran kartu kredit Dhea! Foto model pendatang baru seperti Arez dapat duit darimana untuk bergaya hedon? Itu uang Papa yang dihamburkan Dhea untuk menyenangkan suami orang!” “b*****t kamu, Leora!” teriak Dhea tanpa sadar menghardik kakaknya. Hanya dalam hitungan detik satu lagi pipinya jadi sasaran tamparan keras tangan papanya. Tangisnya pecah. Bukan karena merasa bersalah, tapi merasa dianaktirikan oleh papanya yang lebih mendengarkan dan membela Leora. “Mulai sekarang jangan gunakan lagi uangku! Bawa kesini seluruh kartu kredit dan perhiasan yang kamu miliki!” “Pa!” seru Elsa tidak terima. “Kamu juga! Serahkan kartu kreditku! Istri dan orang tua macam apa kamu, justru menutupi kesalahan anakmu yang tega mengobral aib kami di luar sana!” “Faris!” “Iya, Pa.” “Besok seret Arez datang menemui Papa! b******n itu harus tahu apa akibatnya berani bermain-main denganku.” titahnya. “Jangan, Pa! Azel bilang dia akan menceraikan istrinya dan menikahiku!” rengek Dhea makin membuat Sofian geram. “Ngarep! Istrinya saja sedang hamil mana mungkin mau diceraikan! Kamu cuma diporotin. Dasar tololll!” geleng Leora sebenarnya kasihan ke Dhea. Sofian terduduk lemas. Benar-benar tidak menyangka kelakuan anak istrinya akan melenceng sejauh ini. Dia terlalu sibuk mengurus kantor, berharap istrinya bisa mengawasi dan mendidik anak mereka, tapi malah sengaja ikut menutupi dan membiarkan makin tersesat. “Taruh semua kartu kredit dan perhiasan di meja ruang kerjaku sekarang juga! Kalau setelah ini kalian masih saling sikut, maka Papa akan lebih tegas lagi!” ancam Sofian. Leora tertawa pelan, lalu meraih ponsel dan tasnya. Matanya kembali membalas tatapan dengki mereka tanpa takut sedikitpun. “Aku justru berterima kasih karena dengan begitu bisa tahu Gading tidak pantas aku perjuangkan! Pungut saja sana kalau kamu mau! Melihatmu senekat itu menghancurkan hubungan kami, aku curiga kalau sebenarnya kamu suka ke dia! Tapi, apa dia doyan belas orang sepertimu? Apa orang tuanya mau punya menantu perusak rumah tangga orang?” “Cukup, Leora!” tegur papanya. “Mulai sekarang aku akan melawan kalau kalian masih seenaknya menginjak-injakku! Silahkan usir atau ambil semua harta kalian! Aku tidak masalah kalaupun harus pergi dari sini dengan tangan kosong. Kelaparan di luar sana jauh lebih nikmat, daripada bergelimang harta tapi tersiksa hidup bersama manusia berhati binatang seperti kalian!” ucap Leora sebelum berlalu pergi ke kamarnya. Dia tahu sikapnya kurang ajar, tapi cuma ini satu-satunya jalan untuk lepas dari tindasan mereka. Dia bukan anak kecil lemah lagi yang bisa diperlakukan sewena-wena. Leora juga siap melepas jabatan dan kehilangan kemewahan, jika itu harga yang diminta papanya untuk kebebasan yang dia minta.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD