"Mau mandi bareng gak?" ledek Satria pada Haya saat lelaki itu sudah menyiapkan handuk menggantung di pundaknya. Haya yang baru saja masuk, tentu saja langsung merona dengan godaan suaminya.
"Malu ih! Nanti saja di kamar, Bang," jawab Haya malu-malu.
"Asik, Abang mandi kilat deh, biar kita langsung bisa main mamah papah di kasur," komentar Satria dengan senyuman teramat lebar. Haya tertawa, lalu dengan gemas mendorong tubuh suaminya untuk segera keluar dari kamar.
Satria tersenyum, lalu berjalan ke kamar mandi, tapi langkahnya terhenti di depan pintu kamar mandi. Kamar mandinya sempit, tidak muat untuk dua orang di dalam. Kalau pun muat, pasti gak bisa banyak gaya.
"Kenapa ngeliatin kamar mandi lu?" tanya Bu Mae heran.
"Bu, Satria mau bongkar kamar mandi, digedein gitu, Bu, boleh ya?" kening Bu Mae mengerut dalam saat mendengar ucapan Satria. Ia memanjangkan lehernya untuk melihat keadaan kamar mandi yang biasa digunakan anaknya.
"Emangnya segini gak cukup? Mau ngapain kamar mandi gede-gede? Mau mandi, apa mau koprol lu di sana?" tanya Bu Mae semakin keheranan. Satria tertawa, lalu menarik tangan ibunya sedikit menjauh dari kamar mandi.
"Biar bisa Mabar, Bu," bisik Satria dengan wajah merona.
"Mabar apaan?"
"Mandi bareng istri," jawab Satria yang diikuti gelak tawa menggelegarnya. Bu Mae mencebik, lalu pergi meninggalkan Satria yang masih saja tertawa.
"Gak ada renov kamar mandi. Kalau lu mau Mabar, Mabar aja sonoh! Sempit-sempitan gak usah banyak pakai gaya. Nungging dikit yang penting masuk," oceh Bu Mae asal hingga membuat Satria tertawa terbahak-bahak. Haya yang mendengar keributan suami dan mertuanya ikut menguping di balik pintu kamar. Wajahnya merah karena malu. Hatinya berbunga-bunga karena akhirnya menemukan sebuah keluarga yang bisa menerimanya dengan tulus dan ikhlas.
Satria bergegas masuk ke dalam kamar mandi untuk membilas tubuhnya. Cukup lima menit saja dan kini Satria sudah membuka pintu kamar. Haya masih duduk di pinggir tempat tidur masih dengan kebaya pernikahan. Satri berbunga-bunga hatinya, karena berharap Haya kesusahan membuka baju kebaya, lalu meminta tolong padanya. Mirip seperti n****+ online yang pernah ia baca. Setelah membukakan baju kebaya istrinya, maka ia pun bisa langsung memperkenalkan si Asep Tyrex pada Haya.
"Bang, itu bajunya," tunjuk Haya pada sehelai baju kaus dan juga sarung baru yang ada di atas tempat tidur yang sudah ia persiapkan.
"Abang gak mau pakai baju ajah, biar kamu gak susah bukain nanti," ujar Satria lagi sambil menyeringai. Haya tertawa dengan wajah yang merona.
"Memangnya mau apa?" tanya Haya masih dengan wajah yang menunduk.
"Paka nanya lagi, udah jelas bercinta dong! He he ... masa lupa sih?" Satria mencolek pipi istrinya dengan gemas. Haya menyentuh pipi suaminya dengan telapak tangannya, lalu mengecup pipi Satria yang segar karena selesai mandi.
"Saya mandi dulu ya." Haya berlalu dari kamar dengan sejuta rasa bahagia, sedangkan Satria meninju udara dengan kepalan tangannya karena sangat bahagia.
Dengan cekatan ia memakai sarung tanpa memakai kaus lagi. Satria duduk bersandar di tempat tidur sambil memperhatikan wajah Samudra yang kelelahan.
Semoga kamu segera dapat adik dari Papa Satria ya, Sayang. Batin Satria penuh haru.
Ia memang pernah menikahi janda sebelumnya, tetapi janda tanpa anak, sehingga sensasi janda dengan anak satu ini adalah baru baginya, tentu saja Satria akan berusaha menyenangkan Samudra dan menyayangi Samudra seperti anak kandungnya sendiri.
Satria mengeluarkan cukup banyak amplop dari dalam saku jas dan juga saku celananya. Ia taruh di atas kasur dengan maksud hati ingin menghitung bersama Haya. Belum lagi jejeran kado yang bisa dibilang cukup banyak dari tetangga, teman, baik dari pihaknya, maupun pihak istrinya.
Satria teringat akan amplop pemberian Salsa yang ia simpan di dalam lemari. Ia mengambilnya dan ikut ditaruh bersama amplop yang lain.
Haya masuk ke dalam kamar dengan rambut yang ditutupi handuk kecil. Ia juga sudah mengenakan daster pemberian Satria waktu itu. Daster pilihan Salsa yang sangat pas dipakai oleh istrinya.
"Wah, kita mau buka amplop, Bang?" tanya Haya dengan wajah berbinar.
"Iya, kita buka amplop dulu yuk, biar semangat kenalan sama si Asep," jawab Satria sambil tergelak. Haya duduk di depan Satria, lalu ikut membuka amplop satu per satu.
"Lima belas ribu, Bang."
"Dari siapa?"
"Bu Mira."
"Mira? Oh, itu mantan istri Abang dulu. Irit banget ngasihnya ya. Gak papa lah, he he ... buka yang lain coba!" Haya mengangguk patuh.
"Dari Gyta, Bang, isinya ... tiga puluh lima ribu."
"Alhamdulillah, mendingan," sahut Satria diikuti gelak tawa keduanya.
"Wah, ini apaan, Bang? Kok kayak brosur, gak ada uangnya di amplopnya. Cuma brosur motor aja. Bos, langsung aja hubungi nomor marketing ini ya."
"Ha ha ha ... kamvret si Ramlan!" Satria tertawa terbahak-bahak, lalu mengambil kertas brosur itu dari tangan istrinya.
"Memang aneh Bang Ramlan mah, makanya ibu-ibu tetangga pada takut kalau Bang Ramlan lewat depan rumah mereka, pasti anak perawannya pada diumpetin, takut disirep, kalau kata orang Pamulang, ha ha ha ...."
"Tapi berkat dia juga si Tyrex Abang akhir dapat KPR, Sayang." Satria kembali mencolek pipi Haya.
"Buka lagi terus!" titah Satria. Haya mengangguk dan mulai membuka amplop yang lainnya. Satria mencatat nama dan berapa jumlah uang yang diberikan oleh para tamu undangan.
"Ini dari Tya, Bang, lima puluh dua ribu lima ratus, ha ha ha ... ya Allah, ini pasti mantan Abang lagi ya?" Haya menertawakan suaminya.
"Ini dari Vanda Okta dan Aisyah STM, temen STM Abang ya? Ya Allah, Bang, ini ... Tiga belas ribu lima ratus dan dua puluh enam ribu dua ratus rupiah, ha ha ha ... ya Allah, pada tega bener ini ngasih amplopnya, ha ha ha ...." Haya terus tertawa hingga matanya berair. Satria pun sama, tawa gelegar keduanya membuat Samudra merengek terbangun.
"Ish, Abang ketawanya gede banget, Samudra jadi bangun." Haya dengan cekatan mengambil Samudra, lalu memangkunya serta menimangnya dengan penuh sayang.
"Dek, sebentar ya, Bunda sama Papa lagi hitung uang, nanti uangnya bisa beli sepeda untuk Ade Samudra keliling sama nenek ya," ujar Satria sambil mencium pipi gembul Samudra.
"Buka lagi yang lainnya," kata Satria sambil ikut membuka amplop juga.
"Bang, ini apa?"
"Oh, itu dari Salsa. Coba Abang lihat!" Satria mengambil amplop dari tangan Haya untuk memastikan isinya.
Selamat menempuh hidup baru Bang Satria. Semoga Sakinah, Mawaddah, wa Rohmah hingga maut memisahkan. Selamat menikmati bulan madunya. Ini ada tiket di cottage teman saya di Lombok selama tiga hari. Ini juga ada tiket pesawat pulang pergi. Semoga bermanfaat ya, Bang. Maafkan saya yang pernah mengecewakan. Semoga Abang bahagia selalu. Aamiin.
Nayna Salsa
****