Bagian 9

700 Words
Sera panik, ia pun mendekat pada Kenzo yang masih meneriakinya. Tanpa sadar ada serpihan kaca yang menempel, namun ia hiraukan. "Kalian terpikir atas ucapan ayah tadi? Mereka tidak menjawab, sejak kakaknya menangis, Kezia pun turut menangis. "Kalian jangan khawatir, ucapan Ayah tadi tidak sungguh-sungguh, Ayah hanya sedang melindungi Tante, sama seperti Zia yang tadi berusaha melindungi. Terimakasih banyak, Tante tahu, kalian anak yang baik. Tante janji akan menjaga kalian dengan baik!" Keduanya membisu, tangis mulai mereda. "Tante di sini hanya sebagai orang yang membantu kalian, dibayar langsung oleh Ayah, hanya bekerja, bukan untuk menggantikan bunda, kalau kalian butuh apa pun, Tante siap kapan pun." Sementara Arkan menelpon pihak hotel untuk membantu membereskan pecahan piring yang berserakan. Setelah bersih Sera dengan langkah pincang keluar kamar dan kembali membawa sepiring nasi lagi, merekapun mulai melahapnya, Sera bisa bernapas lega, kemudian ia pamit untuk keluar. "Tante Sera!" Kenzo memanggil. Sera membalikkan badan dan melihat ke arah mereka. "Kakimu berdarah!" Sera mengangguk. "Aku akan membersihkannya." Kenzo merasa bersalah, tapi untuk menguntai sejumput kata maaf terasa sulit untuk dikatakan. Arkan pun mendekati mereka dan bicara dari hati ke hati. "Ayah butuh bantuan Tante Sera untuk menjaga kalian, Ayah harap kalian bersikap baik padanya." "Kami sudah dewasa, Yah. Kami tidak butuh dia," jawab Kezia. "Ayah tahu! Kalian sudah tumbuh dengan sangat baik, tapi Tante Sera bisa memudahkan semua yang kalian butuhkan." "Tidak Ayah! Kami menjadi tambah sulit, bahkan untuk sekadar main hape pun dibatasi, kebebasan kami banyak direnggut!" jawab Kenzo mendramatisir ucapannya. "Semua terbaik untuk kalian!" "Kami itu kesepian, tidak bisa leluasa akses ponsel membuat kami merasa semakin kesepian." "Itu akan sebentar, setelah itu semua akan terbiasa dan kalian akan tumbuh menjadi lebih baik lagi." "Ayah tidak adil!" "Ayah hanya sayang pada kalian." Setelah itu pembicaraan terhenti, mereka melanjutkan makannya sementara Arkan keluar kamar dan melihat Sera sedang membersihkan luka di kakinya. "Kamu tidak apa-apa?" "Tidak, hanya tergores kecil." "Tapi darahnya masih terus keluar. Mau ke klinik?" "Tidak usah, ini tidak apa-apa, aku sudah terbiasa sejak kecil karena sering main ke kebun!" "Maafkan anak-anak." "Its oke," jawab Sera masih fokus dengan kakinya. "Jangan-jangan kamu terpikir untuk resign?" Sera terlihat berpikir. "Sepertinya itu ide bagus, ijazahku sayang kalau ku biarkan menganggur. Bagaimana bila aku melamar di kantor Pak Arkan?" "Tidak! Aku tidak menerima ijazah SMA!" Sera mengernyitkan dahi. "Apa aku tidak terlihat seorang Sarjana?" Arkan menggelengkan kepala ragu. Sera membuang napas kasar. "Aku seorang sarjana dan baru saja lulus." "Oh ya?" Sera mengangguk. "Bapak tidak pernah menanyakan pendidikanku karena bapak pikir aku akan menjadi seorang pengasuh. Tapi Pak Arkan lupa, justru seorang pengasuh harus pintar, karena ia akan mendidik anak-anakmu!" "Pantas kamu pintar!" Sera hanya tersenyum "Sepertinya panggilan bapak terasa aneh. Aku merasa begitu tua!" "Lalu mau dipanggil apa? Adik?" Sera bergurau. Arkan tersenyum tipis. "Sudah kamu tidur dan istirahat, ini sudah malam." Sera mengangguk. "Terimakasih atas pembelaan tadi." "Tak perlu dipikirkan." **** . . Hari kedua di kota ini, Arkan masih melanjutkan pekerjaannya yang tertunda. Waktu menunjukkan pukul tujuh pagi, sementara si kembar masih terlelap di kamarnya, selepas salat subuh tadi mereka kembali terlelap dan biasanya akan bangun siang. Sera sibuk dengan aktivitasnya, ia sedang santai menunggu si kembar bangun dan sarapan datang, Arkan bilang akan pulang saat jam makan siang. Tak berapa lama terdengar pintu diketuk, sepertinya makanan sudah datang. Namun, Sera terpaku ketika mendapati siapa yang berdiri di sana, dalam sekejap Sera di dorong, sampai ia terjatuh. "Saya sudah sangat malu semalam, tidak mungkin saya biarkan kamu sekarang! Sudah lama aku ingin mencicipi tubuh molekmu itu!" Dendam di mata Pria gempal itu terlihat membara. Ia memang dikenal sering bermain dengan wanita, ia adalah seorang bos besar, setiap keluar kota permintaannya hanya disediakan perempuan. Masa lalu Sera yang pernah memandu lagu tidak pernah menjerumuskannya lebih dalam, bahkan sampai saat ini ia masih begitu utuh. Sera ketakutan ketika pria tua itu berusaha menyergapnya, ia berontak dan menghindar, namun tenaganya tidak cukup, pakaian belakang Sera robek tertarik. Ia nyaris ingin berteriak, namun Sera sadar keberadaan si kembar sangat berbahaya, pria yang berusaha menodainya ini bisa saja melukai mereka. Sera menangis tertahan, sekuat tenaga ia masih berusaha untuk melawan, kemudian tak sanggup lagi dan menangis dalam kepasrahan. Sungguh ... Sera terus meminta, ia tidak ingin hancur saat ini.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD