KEEMPAT

1053 Words
Aku lebih banyak diam daripada banyak bicara, yang penting kewajibanku sebagai seorang istri aku jalankan dengan sebaik-baiknya. Aku masih sakit ketika membayangkan tubuh suamiku bertukar keringat dengan wanita lain, meskipun itu sudah menjadi masa lalunya. Kadang air mataku jatuh sendiri jika mengingat peristiwa itu, rasa penyesalan memilih dia sebagai suamiku juga tak jarang menghantui pikiranku. Satu bulan setelah pernikahan suamiku mengajakku untuk hidup mandiri, kami berdua memilih mengontrak di dekat kantor suamiku di luar kota yang agak jauh dari tempat tinggal kami. Drrrttttt ....... Drrrttttt ... Ponselku berbunyi di saat aku sedang membersihkan rumah kontrakan kami, sementara mas Dimas sedang bekerja dan belum pulang. "Halo ..." Angkatku. "Haloo ... Sudah kubilang bukan kalau kamu itu hanya pelampiasan. Dimas tidak akan bisa lepas dari aku, kamu lho bukan tipe Dimas, bahkan jauh dari tipenya, jadi jangan bermimpi untuk bisa langgeng bersama Dimas. "Apa maksud kamu ?" Tanyaku. Tiba-tiba panggilan dia alihkan ke video call, aku dengan malas mengangkatnya, dan betapa kagetnya aku saat aku melihat suamiku Dimas sedang duduk sandaran di sofa sambil menyesap rokoknya. Kulihat kembali wajah Rosa tersenyum dengan penuh kemenangan. Dia juga menunjukkan cincin pernikahan kami yang dia pegang di tangannya. Rosa berjalan lalu merangkul Dimas dan entahlah aku tidak bisa berkata apa-apa lagi, aku lebih memilih mematikan panggilan dari Rosa. Jangan pernah bertanya bagaimana rasanya hatiku, sudah pasti hancur lebur, aku yang selama ini berusaha mengobati lukaku sendiri, belum sembuh sudah harus di tambah lagi luka yang bahkan lebih dalam dari yang kemarin. Aku menarik nafas panjang dan mencoba menenangkan perasaanku sendiri, aku tidak ingin memperlihatkan kesedihanku di hadapan Mas Dimas. Aku lebih memilih bersujud dan meminta kepada seluruh pemilik dunia dan isinya. ****** "Sayang aku lagi stress." "Strees kenapa sayang ? Cerita dong sama aku." "Kan aku tadi ngupas kentang, biasane kan kalau ngupas itu pakai pisau sing serut itu. tapi aku pakai pisau biasa, nah dia itu lihat dan langsung marah-marah gitu." "Kok marah kenapa sayang ?" "Ya kata dia kena daging kentangnya kena banyak kalau pakai pisau biasa, padahal aku tu ngupasnya tipis, cuma kena kulite aja. Trus dia malah marah dan kamu tau sayang ?" "Kenapa sayang ?" "Plastik yang aku pakai buat wadah sampah kulit kentang itu di lempar ke aku." "Astaga, kok dia sekasar itu sayang sama kamu ? Berani banget sama kamu, padahal kamu kan suaminya." "Ya begitulah sayang, makanya aku ketemu kamu yang penurut seperti ini aku bener-bener ngerasa nyaman." Bayu, lelaki penyabar menurutku yang cukup sabar menghadapi sikap istrinya yang tempramental. Jika saja malam itu aku tidak menanggapi chatnya mungkin aku tak akan sedekat ini padanya. Awalnya aku sama sekali tidak pernah membayangkan jika aku akan memiliki hubungan spesial dengan Bayu. Semua berawal dari sebuah keisengan membalas chatnya, mengisi waktu luang saat libur kerja dan malah berlanjut hingga terjadinya hubungan spesial diantara kita. Bukan mengisi waktu luang, lebih tepatnya saat aku kecewa pada suamiku yang ternyata masih berbohong di belakangku. Kupikir segala perhatian dan kasih sayangku sudah cukup untuknya, tapi nyatanya dia masih sering curi-curi waktu dibelakangku untuk bertemu dan berkencan dengan orang lain. ***** "Dek ." Sapa mas Dimas saat dia pulang kerja. "Ya mas ?" Jawabku." "Aku bisa jelaskan semuanya ke kamu. Ini tidak seperti yang kamu bayangkan." "Selesaikanlah dulu urusanmu dengan masa lalumu, jika sudah selesai kembalilah padaku." Kataku sambil meninggalkannya yang masih berdiri di dapur. "Ijinkan aku menjelaskan semuanya." "Apalagi yang perlu dijelaskan ? Sudah cukup mas. Lebih baik kita jalani kehidupan yang seperti ini saja, jika kamu memang masih memilihku selesaikanlah dulu urusanmu dengan dia, aku tidak bisa terus bersama jika kamu masih terus terbayangi olehnya yang pernah menjadi masa lalumu." "Aku sudah selesai dengannya. Aku hanya mengambil barang-barangku yang masih tertinggal di rumahnya, aku juga sudah berpamitan dengannya dan meminta agar dia tidak mengganggu hubungan kita lagi." Percayalah, dadaku sungguh sesak saat aku mendengar perkataannya, rasanya seperti sangat tidak sinkron dengan apa yang aku lihat. Suamiku bertelanjang d**a, merokok dan bersantai sungguh itu membuatku berfikir bahwa mereka kembali melakukan hubungan terlarang itu, apalagi cincin pernikahan yang seharusnya tersemat di jemari suamiku berpindah tangan ke genggaman perempuan tidak tau diri itu. "Dan soal cincin, aku memang melepasnya. Awalnya dia meminta tolong untuk memindahkan almari yang berisi pakaianku di gudang, lalu aku melepasnya, dan aku tidak tau bagaimana ceritanya sampai dia membawa itu dan menelponmu. Percayalah setelah kamu mematikan telponnya aku meluapkan kemarahanku padanya." "Sudahlah mas, cukup! Baru berapa lama kita menikah ? Tapi sudah berapa besar luka yang kamu torehkan padaku ? Aku tau jika kamu memang tidak mencintaiku, tapi bukan seperti ini caramu untuk membuatku membencimu." "Aku sama sekali tidak bermaksud seperti itu, aku minta maaf, maafkan aku, aku memilihmu, ijinkan aku memulai dari awal bersama kamu." Mas Dimas meraih tanganku, dia melihat kedua mataku. Air mataku kembali mengalir, rasanya dadaku begitu sesak dan sakit. Seharusnya ini menjadi hari-hari bahagaiku, tapi dia terus-terusan membuatku luka, aku tidak punya siapa-siapa lagi setelah menikah, aku tidak ada tempat bercerita, rasanya tidak mungkin menceritakannya pada kedua orang tuaku atau mertuaku, kepada teman dan sahabatku kurasa tidak mungkin, sama saja aku membuka aib suamiku. **** Aku sedang berbelanja kebutuhan rumah kontrakan kami yang masih kosong, sementara mas Dimas sedang pergi bekerja. Tinggal di tempat yang jauh dari rumahku sendiri membuatku tidak mengenal banyak orang, jadi apa-apa harus sendiri. Mas Dimas hanya memberikan maps dan aku yang mendatangi sendiri. "Ehem .." Aku menghentikan gerakanku memilih perlengkapan dapur begitu mendengar suara deheman dari seseorang. "Akhirnya bisa ketemu juga setelah sekian lama." "Mau ngapain lagi kamu ?" Tanyaku begitu melihat sosok perempuan yang menjadi benalu di dalam rumah tanggaku. "Ternyata kamu belum mau melepaskan Dimas juga ? Secinta itu kah kamu sama Dimas ?" "Bukan aku yang tidak mau melepaskan Dimas! Tapi dia yang tidak mau melepaskanku !" Kataku tegas sambil berjalan meninggalkannya. "Usia kamu masih muda, kamu bisa mendapatkan pria yang lebih baik dari dia. Kamu harus sadar kalau Dimas itu pria b******k! Dia gak pantes buat perempuan sebaik kamu. Aku sudah pernah kan menceritakan padamu bagaimana hubunganku dengan Dimas ? Dan asal kamu tau, selama bersamaku dia juga sering berselingkuh, dia juga sering tidur dengan perempuan lain, apa kamu yakin masih tetap ingin bertahan dengannya ? Bahkan kemarin saat aku video call kamu juga kita habis bercinta." Aku menghentikan langkahku. Kutatap wajah perempuan yang berusia 6 taun lebih tua dari aku itu. Mata kami bertemu. Aku bahkan hampir menarik hijabnya.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD