Jam sudah menunjukkan pukul dua pagi, dan aku masih berkutat dengan ponselku berbincang lewat sambungan telepon dengan Bayu. Aku enggan melewatkan malam ini karena belum tentu aku bisa melakukan video call lagi dengan Bayu sampai selarut ini. Besok hari libur, dan mas Dimas meminta ijin untuk pergi memancing dan menginap di waduk, tentu saja langsung kuberikan dia ijin tanpa fikir panjang. Dulu sebelum ada Bayu, aku tak pernah memberikan dia ijin pergi memancing di malam hari. Bukan apa-apa, aku pernah tau dia berkencan dengan perempuan lain saat dia pamit memancing. Jangan pernah bertanya dia dimana dan ngapain saja karena tentu dia tidak pernah mengakui. Jangan pernah mengataiku bodoh kalau aku percaya padanya. Aku sudah merasa biasa terhadap perlakuan dia. Ini bukan yang pertama, aku semakin paham jika mas Dimas memang tidak bisa hidup dengan satu wanita saja, sikap flamboyan dia yang membuat dia dengan mudah mendapatkan gadis seperti apa yang dia mau.
Aku tidak pernah bilang kalau suamiku tampan, tapi cara penampilan dia, cara dia bertutur kata dan bagaimana dia bersikap itu bisa dengan mudah membuat wanita tertarik padanya. Cemburu, sakit hati, sudah menjadi makananku sehari-hari, hingga aku memiliki prinsip hidup jika dia pulang kerumah berarti dia suamiku, kalau dia diluar terserah dia masih menganggapku istri atau dia mengaku dia bujang. Sakit ? Tentu ! Tapi sudahlah kini hatiku sudah merasa biasa karena terbiasa dengan sikapnya.
"Sayang belum ngantuk ?" Tanyanya lewat panggilan video.
"Kamu mau pulang yank ?" Tanyaku.
"Kalau kamu ngantuk, aku pulang sayang." Katanya.
"Kamu nanti dicariin dia enggak kalau pulang pagi ?"
"Asal jangan sampai subuh aman sayang."
"Iya sayang aku ngerti."
"Aku sayang kamu."
"Kenapa tiba-tiba bilang begitu ?"
"Emang ga boleh ?"
"Aku juga sayang sama kamu. Sayang masih pusing kepalanya ?" Tanyaku karena tadi sore Bayu sempat cerita kalau kepalanya pusing karena kejedot.
"Dikit sayang. Aman kok. Cuma kaya gitu doang. Kejedot lebih parah dari itu juga sering. Aku kan cowok harus tahan keras, ga boleh cengeng."
"Iya deh percaya yang jago perang."
"Aku jualan ayam, enggak jago perang."
"Ih sukanya gitu."
"Lha emang iya, identitasnya aja udah tak buang, udah ga mau ikut-ikut kaya gitu lagi."
"Percuma dong ikutan, bukane biar dapetin itu?"
"Itu dulu. yang penting basicnya kan tau."
"Oke deh sayang. Yaudah sana pulang, aku udah ngantuk sayang."
"Yaudah kamu tidur ya sayang, i love you, i miss you."
"Love you too, miss you too. Ati-ati ya kalau pulang."
*****
Aku bergegas menyelesaikan belanjaku, aku ingin segera pergi dari sini. Rosa masih terus mengikutiku, dia terus berbicara panjang lebar hingga membuat hati dan tubuhku memanas, dia tidak jera sama sekali untuk membuatku berpisah dari mas Dimas.
"Aku tidak pernah merebutnya darimu! Aku juga tidak berniat mengambilnya darimu ! Dia yang datang padakku dengan sejuta cinta, dia yang menarikku dengan sejuta rindu. Jika kutau dia sudah menjadi milikmu tentu aku memilih menjauh dan tak akan kupupuk rasa ini padanya. Jangan sebut aku orang ketiga, karena aku hanyalah korban dari ketidak tahuan diantara kalian!" Kataku dengan tegas .
"Lepaskan dia, aku mohon!"
"Mintalah kepadanya sendiri agar dia melepaskanku, dia yang memintaku maka dia juga yang harus melepaskanku. Dan jika dia melepaskanku akan kuserahkan dia langsung kehadapanmu! Sudah cukup jangan pernah mengangguku lagi. Selesaikan sendiri urusanmu dengan dia."
Aku segera meninggalkan Rosa dan mengambil motorku. Jangan tanya bagaimana rasanya perasaanku. Sepanjang perjalanan air mataku tidak berhenti mengalir. Aku mencoba tegar tapi pada kenyatannya aku tidak bisa. Aku terlalu terluka menghadapi luka ini sendirian. Seandainya mas Dimas tau bahwa hatiku benar-benar hancur.
"Dek kok lama banget belanjanya ?" Tanya mas Dimas yang ternayata sudah lebih dulu sampai di rumah.
"Mas Dimas kok sudah pulang kerja ? Baru jam 1 lho ini."
"Iya, jam kerjaku disini memang bebas, aku bisa pulang kapan saja kalau pekerjaan sudah selesai."
"Tapi kalau pas ga kontrak mas Dimas sampai rumah paling cepet maghrib lho."
"Iya aku sering istirahat di jalan, kamu tau sendiri perjalanan Klaten Sragen memakan waktu dua jam."
Aku mengangguk saja mendengar jawaban mas Dimas. Tiba-tiba saja otakku berfikir kemana-mana, jika saja dia bisa pulang di jam segini setiap hari jika dua jam perjalanan seharusnya dia bisa jam 3 sore sampai rumah, tapi dia jam 6 baru sampai rumah, lalu selama 3 jam dia kemana saja, sama siapa sungguh membuat hatiku semakin sesak.
"Dek, kamu kenapa ?" Tanya dia begitu melihat aku mengusap wajahku.
"Aku tadi bertemu Rosa, dia menghampiriku di pusat perbelanjaan."
"Hah ? Trus ?"
Aku menceritakan semuanya yang terjadi tadi, tidak ada yang aku tutup-tutupin dari mas Dimas. Dia meraih tanganku dan memelukku. Dia kembali meminta maaf padaku atas segala kesalahannya dan kesalahannya Rosa mantan kekasihnya.
"Aku tidak akan melepaskanmu demi dia. Aku putus dari dia sudah sejak awal kita kenal, yaitu 4 bulan lalu. Dia memang tidak menerima keputusanku, tapi aku tetap tidak bisa bersamanya, karena aku tidak mungkin melawan restu kedua orang tuaku.
"Iya aku tau. Lihat saja setelah ini dia masih menghubungi kamu apa tidak."
"Iya dek, kalau dia menghubungi aku pasti akan cerita ke kamu. Aku janji."
Aku mengangguk. Aku mencoba kembali percaya padanya, entahlah aku tidak bisa berkata tidak jika dia sudah mulai menjelaskan kepadaku.
****
Aku termasuk orang yang manja, sementara mas Dimas tidak memberikan aku ruang untuk bermanja dengan dia. Mas Dimas merupakan lelaki dingin seperti kulkas, sehingga aku yang butuh dimanja dan disayang merasa tidak dianggap, apalagi dengan masalah awal pernikahan kita membuatku merasa seperti tidak dibutuhkan. Dan aku bertemu dengan Bayu yang memang suka memanjakan pasangannya.
"Aku tipe orang yang selalu ingin meratukan pasangannya." Kata Bayu.
"Bahagia sekali yang menjadi pasanganmu ?"
"Tapi masih saja kurang di mata dia, aku tau mungkin karena kesalahanku yang dulu juga jadi kebaikanku gak terlihat di matanya."
"Ya wanita memang seperti itu, kalau sudah disakiti memang akan selalu membekas. Tapi kamu sabar aja, nanti juga dia menghargai kamu."
"Iya gak usah dipikirin."
"Aku juga di ratukan kah ?"
"Kapan aku tidak menghormatimu sebagai seorang wanita ? Asal kamu bisa jaga hatiku, sebisa mungkin aku meratukan pasanganku."
"Jangan gombal yank. Tadi pas di telpon gak ngomong i love you ke aku."
"Nanti kalau kita ketemu aku akan ngomong itu terus di depanmu. I love you yank."
"I love you too sayangku."