Ruby ditahan dan ditetapkan sebagai tersangka. Dia diperiksa oleh penyidik dengan didampingi oleh pengacara yang disediakan negara, bukan pengacara dari suaminya. Selama hampir sebulan lamanya Ruby menjalani pemeriksaan dengan status sebagai tahanan. Selama kurun waktu tersebut, tak pernah satu kali pun Arslan datang membesuknya.
Ruby merasa benar-benar telah dibuang oleh suaminya itu. Dia sungguh tak menyangka jika kepercayaan Arslan padanya sangatlah dangkal. Dia juga tak menyangka jika rasa cinta Arslan yang selama ini terlihat begitu membara akan padam dengan begitu mudahnya.
Pemberitaan tentang Ruby telah memenuhi di televisi dan menjadi pembicaraan hangat di jejaring media sosial. Hampir seluruh negeri mengutuknya tanpa ampun. Predikat perempuan tak tahu malu melekat pada dirinya. Kisah sempurna tentang Cinderella kini telah ternoda. Gadis miskin yang tak tahu terima kasih dan malah mengkhianati suami yang telah mengangkat derajatnya, itulah yang orang-orang pikirkan tentang Ruby saat ini. Sungguh tak adil sekali rasanya, Ruby harus mendapatkan sanksi sosial atas perbuatan yang tak pernah dia lakukan.
Ruby terpuruk. Dunia seakan terus menekannya, memaksanya untuk masuk ke dalam jurang kegelapan. Terlebih saat ia mendengar sang ibu yang merupakan satu-satunya orang yang berada di pihaknya kini terbaring di rumah sakit. Ibu Ruby terkena stroke setelah menyaksikan secara langsung pemberitaan tentang Ruby yang benar-benar buruk dan menyakitkan. Wanita tua itu terlalu rapuh untuk bertahan di tengah hantaman badai, sehingga dia akhirnya tumbang.
Tak ada yang bisa Ruby lakukan. Hasil penyidikan terus mengarah pada dirinya sebagai pemain utama atas kasus penggelapan dana dan pencurian data rahasia di perusahaan Dominic. Meski sejauh ini, Ruby masih enggan mengakui segala tuduhan tersebut karena dia sama sekali tak melakukannya.
"Nona Ruby, ada yang datang membesuk." Panggilan dari petugas sipir yang menjaga sel tahanan membuyarkan lamunan Ruby. Ruby mengangkat wajahnya dan bangkit dengan enggan. Dalam hati, ia bertanya-tanya, siapakah gerangan yang datang menemuinya kali ini.
Ruby digiring ke sebuah ruangan khusus yang diperuntukkan bagi para tahanan untuk menemui dan berbicara secara pribadi dengan orang yang membesuknya. Sesampainya di sana, Ruby terpaku sejenak karena yang datang menemuinya ternyata adalah Nyonya Rose dan juga Arslan.
Arslan, sosok yang beberapa waktu ini selalu Ruby harapkan untuk datang menyelamatkannya, sekarang lelaki itu bahkan tampak enggan hanya sekedar untuk menatap Ruby.
Petugas sipir mempersilakan Ruby untuk berbicara dengan orang yang membesuknya, kemudian pintu ruangan tersebut ditutup. Perlahan Ruby duduk di hadapan Nyonya Rose dan Arslan dengan dibatasi oleh sebuah meja.
Suasana hening sejenak. Tak ada pembicaraan antara mereka semua. Hanya mata Ruby saja yang menatap lurus ke arah Arslan dengan tatapan yang sulit untuk diartikan.
Arslan tampak menghela napasnya, lalu mengeluarkan selembar berkas dan diletakkannya di hadapan Ruby. Sebuah berkas perjanjian perceraian.
"Mari kita bercerai, Ruby." Arslan berujar dengan nada datar, seolah tak ada beban saat dia mengucapkan kata-katanya barusan.
Ruby masih terdiam dan menatap Arslan dalam. Bibir wanita itu kemudian tersungging, mengulas senyuman miring nan ironis. Inikah wujud cinta luar biasa yang selama ini lelaki itu gaungkan padanya?
"Bercerai?" ulang Ruby dengan suara parau. Rasa marah, kecewa, dan penyesalan kini menghuni hatinya, membuat dadanya sesak tak tertahankan.
"Ya. Setelah apa yang telah kamu lakukan, tak ada alasan bagiku untuk mempertahankan pernikahan kita." Arslan menyahut lagi-lagi dengan nada tanpa beban.
Ruby tertawa mendengar penuturan Arslan barusan. Tawa yang terlihat begitu menyedihkan karena bercampur dengan air mata.
"Inikah pembuktian janji yang kamu katakan dulu, Arslan? Bukankah kamu pernah mengatakan padaku, kamu akan tetap berada di sisiku, tak peduli jika aku sedang berjalan ke arah neraka?" tanya Ruby dengan sarkas.
"Tutup mulutmu! Berhenti mengatakan omong kosong dan tanda-tangani saja berkas perceraian itu! Jika kau tidak banyak drama, setidaknya Arslan akan tetap memberikan kompensasi perceraian agar kau bisa membayar biaya rumah sakit ibumu." Kali ini bukan Arslan yang berbicara, tetapi Nyonya Rose.
Ruby menoleh ke arah Nyonya Rose. Dia tahu, semua ini adalah permainan yang diciptakan oleh ibu mertuanya ini, tapi tentu tak ada gunanya dia meneriakkan kebenaran itu. Tak akan ada yang mempercayai dirinya.
"Baiklah, saya akan melakukan seperti yang sejak awal Anda inginkan, Nyonya," sahut Ruby sambil meraih berkas yang ada di hadapannya. "Berikan saya pena!"
Arslan memberikan sebuah pena kepada Ruby dan segera Ruby menandatangani surat perjanjian perceraian itu. Tentu saja raut wajah puas langsung diperlihatkan oleh Nyonya Rose. Sedangkan Arslan, lelaki itu masih memperlihatkan raut wajah datar seperti sebelumnya.
"Ada hal lain lagi yang kalian inginkan dariku? Jika tidak, maka aku akan pergi," ujar Ruby sambil bangkit dari duduknya.
"Jangan berkelit lagi pada penyidik." Arslan bergumam sambil menaikkan pandangannya ke arah Ruby.
"Akui semua perbuatanmu dan tunjukkan penyesalanmu. Dengan begitu, hakim akan memberimu keringanan hukuman," sambung Arslan lagi.
Tangan Ruby langsung mengepal mendengar kata-kata Arslan barusan. Wajah perempuan itu mengeras, menunjukkan kemarahan yang tak pernah dia perlihatkan sebelumnya.
"Terima kasih atas saran Anda, Tuan Arslan, tapi meski aku harus mendapatkan hukuman mati sekalipun, aku tidak akan pernah mengakui sesuatu yang tak pernah aku lakukan!" Ruby menjawab dengan tegas sebelum akhirnya meninggalkan ruangan tersebut tanpa menoleh lagi.
Tak butuh waktu lama bagi Arslan untuk meresmikan perceraiannya dengan Ruby. Hanya selang beberapa hari, Ruby telah mendapatkan kiriman surat cerai yang sah dari kantor catatan sipil. Tak ada lagi air mata saat Ruby membacanya. Hatinya terlalu sakit sehingga air matanya menjadi kering. Satu-satunya rasa yang tersisa saat ini hanyalah penyesalan karena telah terlalu naif, mengira jika Arslan adalah sosok lelaki kaya yang berbeda.
Seminggu setelah Ruby menerima surat cerai, salah seorang sipir yang bertugas menunjukkan pada Ruby sebuah berita menghebohkan di dunia maya, yaitu pertunangan Arslan dengan seorang gadis yang merupakan putri kesayangan dari seorang pengusaha sukses dan terkenal. Pertunangan tersebut diadakan di sebuah hotel mewah dengan pesta yang luar biasa meriah.
Seketika tubuh Ruby bergetar dengan sangat hebat. Dia benar-benar telah dikhianati oleh lelaki yang paling dipercayainya di dunia ini. Amarahnya membuncah, sampai rasanya ada yang ingin meledak di dalam dirinya. Setelah itu, tiba-tiba dia juga diberitahukan jika ada orang yang ingin menemuinya.
Nyonya Rose, perempuan itu rupanya yang kembali datang menemui Ruby. Kali ini dia berdiri angkuh dengan menunjukkan senyum penuh kemenangan.
"Aku membawakanmu kudapan yang disediakan di pesta pertunangan Arslan kemarin malam. Di sini pasti tidak pernah menyiapkan camilan enak," ujar Nyonya Rose.
Ruby mengurungkan niatnya untuk duduk. Sepertinya Nyonya Rose datang hanya untuk menghina dirinya saja, jadi tak ada alasan bagi Ruby untuk tetap berada di sana. Tapi jelas Ruby harus sedikit menanggapi.
"Anda sudah berusaha sangat keras, Nyonya, jadi memang tidak ada salahnya jika sekarang Anda merasa sedikit senang. Hanya saja, jika nanti Arslan mengetahui jika semua ini adalah hasil dari perbuatan Anda, dia pasti akan sangat membenci Anda. Bukan tidak mungkin dia akan memutuskan hubungan dengan Anda," sahut Ruby.
Nyonya Rose justru tertawa, lalu melangkah mendekati Ruby.
"Kamu pikir, Arslan tidak tahu semuanya?" tanya Nyonya Rose.
Ruby sedikit mengerutkan keningnya mendengar pertanyaan itu.
"Kau terlalu polos dan lugu, Ruby. Tapi di sisi lain, kau juga sok pintar. Tentu saja Arslan tahu semuanya. Bahkan, sebagian besar dari rencana itu adalah ide Arslan," ujar Nyonya Rose lagi.
Mata Ruby melebar. "Tidak mungkin," gumamnya tak percaya. Sudah cukup buruk baginya menerima kenyataan jika Arslan tak mempercayainya dan meninggalkannya di penjara. Tidak bisa ia bayangkan jika semua ini adalah rencana Arslan.
"Satu hal yang tidak boleh kau percayai di dunia ini, Ruby, yaitu kata-kata cinta dari seorang lelaki, terutama lelaki yang memiliki banyak uang. Kau hanyalah sebuah objek yang menarik perhatian Arslan. Objek yang membuat Arslan terobsesi ingin memiliki. Saat telah berhasil memilikimu, dia tersadar kalau kau tidaklah seberharga itu untuknya." Nyonya Rose berujar sambil tersenyum miring.
Ruby hanya bisa menatap mantan ibu mertuanya itu tanpa mampu mengatakan apapun.
"Dia menolak keras bertunangan dengan Gwen dan memilih untuk menikahimu. Tapi, setelah dipertemukan secara langsung dengan Gwen, dia sendiri yang sibuk memikirkan cara bagaimana supaya dia bisa menyingkirkanmu. Kasihan sekali kau," tambah Nyonya Rose lagi.
Napas Ruby mulai memburu dan matanya tampak memerah. Kedua tangannya mengepal kuat sehingga pembuluh darahnya semakin terlihat jelas. Ruby sungguh tak menyangka jika di mata Arslan, dia tak lebih dari sebuah mainan yang bisa dibuang kapan saja setelah puas dimainkan.