Part 6

1046 Words
"Assalamualaikum?" Suara Bu Sari langsung mengagetkan Haji Rahman yang tertidur di kursi teras. "Waalaikum salam. Aduh...aduh...yang pergi ke undangan kok lama amat sih. Tuh lihat ini teh sudah jam 3 sore. Memangnya di jalan macet ya." Abah mengomel saat sang istri dan anaknya baru tiba di rumah. "Bukan Bah, tadi Umi ketemu sama teman lamanya terus ga nyangka ternyata keponakan teman Umi itu kakak kelas Mira waktu di SMA dulu. Jadinya kita semacam reuni." Mira memberikan penjelasan. Sepulang dari undangan itu Bu Sari dan Mira diajak mampir ke rumah Bu Ida yang kebetulan jaraknya sangat dekat dari hotel itu. *** "Gimana hasil pertemuan Abah sama investor itu?" Sambil menunggu adzan maghrib pasangan itu duduk santai di teras depan. "Pokona mah Abah puas pisan Mi. Rencananya Den Herman mau mengucurkan dana 10 Miliar." Pria berkumis tipis itu sumringah. "Aduh banyak pisan Bah." Bu Sari terkagum-kagum. "Ya iya lah dia kan orang kaya perusahaannya banyak. Uangnya juga pasti banyak." Haji Rahman berbinar. "Sayangnya dia tuh lagi sedih dan kesulitan Mi." Haji Rahman menghela nafas. "Memangnya kenapa Bah?" Bu Sari yang selalu kepo mulai mengorek informasi. "Dia lagi nyari calon istri. Abah diminta tolong olehnya." Haji Rahman terlihat bingung. "Emang umurnya berapa Bah?" Tanya sang istri lagi. "Emang kenapa dengan istrinya yang dulu?" Bu Sari terus mengajukan pertanyaan. "Meninggal setahun yang lalu." Terlihat nada sedih. "Kasihan ya. Kenapa jauh-jauh ke sini nyari calon istri. Di kota emang stok wanita cantik habis ya?" Bu sari melontarkan pertanyaan lucu. "Ih si Umi mah. Bukan begitu Mi. Dia curhat katanya mau sama wanita yang baik dan cantik . Mojang Priangan. Janda juga tidak apa-apa katanya." "Nanti Umi bantu cariin. Gini -gini Umi selalu sukses kalau urusan menjodohkan orang mah." Bu Sari berkata penuh percaya diri. Ia lupa perjodohan Dokter Lutfi dan Mira kan gagal. "Ada apa sih Mi, Bah serius amat ngomongin perjodohan. Jangan bilang Mira mau dijodohin lagi ya." Mira yang menguping tertarik dengan obrolan mereka. Ia bertanya penuh selidik. Mira ingin memastikan tidak akan ada lagi perjodohan antara dirinya dengan para lelaki pilihan orang tuanya. Mira ingin mencari jodohnya sendiri. "Udah ah ngobrolnya. Udah mau maghrib." Haji Rahman memutuskan pembicaraan. **** Haji Rahman duduk di teras belakang seorang diri. Ia termenung sambil menghisap rokoknya yang tinggal setengahnya. Di atas meja terhidang secangkir kopi dan singkong rebus yang masih hangat. Sudah beberapa hari ini sejak pertemuan dengan pria berama Herman yang menjadi investornya, Haji Rahman terus memikirkan permintaan pria itu. Sebentar lagi kucuran dana akan segera masuk ke rekeningnya. Ia senang sekaligus bingung. Salahnya sendiri yang sok sok-an bersedia mencarikan calon istri untuknya. Adik iparnya yang bernama Asep juga malah sibuk pulang pergi Garut dan Cibaduyut, mengurus pengiriman kulit sapi bukannya mencari wanita cantik yang dipesan pria bernama Herman. Tiba-tiba terlintas di pikirannya sebuah ide yang menurutnya akan menguntungkan kedua belah pihak. Pria beranak 3 itu pun langsung tersenyum. Ia lalu meraih sepotong singkong rebus lalu mengunyahnya dengan nikmat. "Abah sedang apa? Ini teh sudah malam-malam. Tuh udah jam sembilan. Angin malam kurang baik untuk kesehatan." Bu Sari tiba-tiba muncul di hadapan Haji Rahman. "Ih Umi ngagetin Abah aja. Mana ini teh malam jum'at lagi," Pak Haji Rahman bergidik ngeri. "Jangan banyak ngelamun atuh Bah, Terus kenapa abah senyum-senyum kayanya lagi happy ya." Bu Sari menatap suaminya. "Teu aya nanaon Mi." Haji Rahman menyembunyikan sesuatu. "Kalau tidak ada apa-apa kenapa senyum?" Bu Sari masih penasaran. "Abah teh punya rencana Mi, ya sudah Den Herman teh kita jodohin saja sama Neng Mira." Haji Rahman mengemukakan idenya. " Naon Abah?!! Tidak mau, pokona mah Umi tidak setuju. Enak saja si Neng harus nikah sama Duda. Dapat suami second. No, pokona mah. Tidak. TITIK." Wanita itu terkejut. Setengah berteriak kemudian ia pergi meninggalkan sang suami. Ini adalah ide tergila yang pernah didengarnya seumur hidup. "Ya, si Umi mah diajak diskusi malah kabur. Mau diajak untung tidak mau." Pria itu menggerutu. *** Seminggu kemudian. "Neng, Abah mau ngomong sesuatu." Haji Rahman yang baru tiba dari peternakan langsung mengajak Mira bicara empat mata. Tadinya ia mau mengobrol di kantor. Tapi demi keamanan akhirnya niat itu dibatalkan. Ia tak mau ada pihak lain yang mendengar. "Iya Bah, ada apa?" Mira lalu duduk di depan sang ayah. Siap mendengarkan. "Abah tahu Neng tidak mau dijodohkan lagi. Tapi Abah mohon kali ini neng mau ya." Haji Rahman menyampaikan niatnya. "Dijodohin lagi? Sama siapa? Ga mau Bah. Mira ga mau. ini bukan zaman Siti Nurbaya. Masa sih Mira harus dijodohkan." Seperti yang sudah-sudah gadis cantik itu menolak. Mira ingin memilih jodohnya sendiri. "Ada client Abah yang sedang mencari calon istri. Walaupun statusnya Duda tapi Duren alias Duda Keren. Kaya raya dijamin kualitas tinggi. Neng ga bakalan nyesel menjadi istrinya." Haji Rahman berapi-api. "Mira ga mau. Jangan paksa Mira!" Mira marah pada Abahnya. "Jadi kamu maunya nikah sama siapa atuh? Lamaran anak Hj Mimin kamu tolak, dokter Lutfi kamu tolak, sekarang kamu mau nolak Den Herman juga. Mira kamu ini sudah cukup umur. Pokona mah Abah engga mau punya anak gadis jadi perawan tua." Haji Rahman akhirnya emosi karena Mira tidak mau diajak kompromi. Den Herman itu menantu idamannya. Mendengar kemarahan ayahnya Mira lalu menangis. "Abah jahat..Abah teh tidak mengerti perasaan Mira." Gadis itu bicara keras. Mendengar terjadi keributan, Bu Sari yang baru datang dari pengajian langsung menuju TKP. "Abah, aya naon ieu teh. Udah sore sebentar lagi mau maghrib malah ribut?" Bu Sari menatap ank dan suaminya bergantian. " Mi, Abah mau jodohin Mira lagi." Mira mengadu. Ia memeluk sang ibu memohon perlindungan. "Abah...belum jelas ya, Umi kan ga setuju. Kenapa atuh Abah teh meni ngotot," tutur sang istri dengan nada kesal. "Terserah kalian, mau tidak mau harus mau. Ini demi masa depan dia. Neng Mira harus mau dijodohkan dengan Den Herman. Besok Den Herman datang ke sini. Neng harus siap." Pria paruh baya itu meninggalkan mereka. *** "Umi, Mira ga mau Mi. Mira tidak mau dijodohkan." Mira menangis lagi. "Maaf, Umi ga bisa bantu. Kecuali kalau ada pria lain yang segera melamar kamu. Kamu tahu kan Abah seperti apa kalau sudah punya kehendak." Bu Sari pun menahan sedihnya. Ia tak bisa berbuat apa-apa untuk melindungi anaknya. "Kenapa Umi malah belain Abah." Protes Mira. "Ya, sudah kamu pura-pura kabur saja. Biar besok ga ketemu sama orang itu. Nanti lusa kamu balik lagi." Bu Sari malah memberikan ide gila. **** TBC
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD