Terhitung sejak hari senin, Mira telah bekerja di kantor Pak Haji Rahman. Ia mulai menikmati kesibukannya.
Hari ini hari Sabtu Mira sengaja izin tidak masuk kerja karena harus menemani ibunya ke undangan. Sementara Pak Haji Rahman tidak dapat ikut serta karena ada banyak pekerjaan.
Tepat pukul 11 Mang Asep adik kandung Bu Sari datang bersama tamunya dari Jakarta. Boleh dibilang itu adalah client nya Pak Haji Rahman. Sebelumnya beberapa waktu lalu mereka pernah bertemu.
"Apa kabarnya Den, wah sebulan ga ketemu pangling amat. Jadi semakin ganteng." Pak Haji Rahman yang pandai memuji dan meraih hati para client mulai beraksi.
"Abah bisa saja. Alhamdulillah Bah, kabar saya baik. Abah sendiri apa kabar?" Tamu itu tertawa ringan sambil menjabat tangan Haji Rahman.
"Seperti begini kabar Abah mah untuk hari ini Alhamdulillah sehat. Walaupun kadang encok dan asam urat suka kambuh." Pria tua itu terkekeh.
"Silahkan duduk dulu Den." Haji Rahman mempersilahkan tamunya duduk.
"Sep, ambilin minum dulu buat Den Herman." Haji Rahman memerintah adik iparnya.
"Tidak perlu repot-repot Bah." Pria berusia 38 tahun itu berusaha mencegah.
"Eh, tidak apa-apa. Den Herman pasti cape kan. Santai saja dulu yah. Habis ini kita jalan-jalan keliling peternakan." Seru Haji Rahman. Bagi pria paruh baya ini pria bernama Herman itu adalah orang penting.
Mang Asep datang membawa minuman yoghurt dingin. Ketiga pria itu pun langsung menikmatinya.
" Gimana kalau kita langsung jalan-jalan di sekitar peternakan. Sambil menunggu waktu shalat dzuhur." Mang Asep segera mengajak pria yang dipanggil Den Herman oleh kakak iparnya.
Herman adalah calon investor di peternakan milik Haji Rahman.
"Boleh..boleh." Seru Herman.
Mereka bertiga lalu berdiri meninggalkan ruangan Haji Rahman.
***
Di Sebuah parkiran Hotel yang terletak di pusat kota Bandung tampak dua orang wanita keluar dari sedan BMW. Seorang wanita paruh baya dengan kain kebaya warna hijau toska dengan kerudung warna senada serta wanita muda tanpa jilbab mengenakan gaun pink itu akan menghadiri undangan pernikahan.
"Umi, nanti pulangnya yang nyetir Mira aja ya. Mira deg-degan banget lihat gaya nyetir umi yang kaya gitu. Kalau abah tahu mah pasti ngomel-ngomel." Wanita muda yang ternyata Mira dengan ibunya terlihat kesal seraya memandang ibunya.
Gara-gara sang sopir bernama mang Pipin tidak bisa mengantar mereka karena sedang demam akhirnya mereka membawa mobil sendiri. Awalnya Haji Rahman tidak memberi izin. Namun Bu Sari yang pandai merayu dapat meluluhkan hati sang suami yang selalu overprotektif. Hari ini ia memang tidak ikut dengan anak istrinya karena kedatangan tamu penting. Katanya sih investor dari Jakarta.
"Ih si Neng mah, ngebut dikit saja protes." Bu Sari yang hobi nonton balap Formula 1 mendelik.
Beberapa saat kemudian keduanya berjalan menuju Hotel. Mereka menghadiri acara pernikahan anak teman Bu Sari.
Selama di dalam acara pesta pernikahan itu Bu Sari selalu berseri. Di sana ia bertemu banyak teman dan kenalannya, ibu-ibu pengajian. Sementara Mira merasa kurang nyaman karena sang ibu mencuek bebekkannya.
"Mi, Mira ke toilet dulu ya." Pamit Mira kepada Bu Sari. Sedari tadi ia ingin ke kamar kecil.
"Ia. Umi tunggu di sini ya sama Tante Pipit," jawabnya.
"Aw..." Mira meringis ketika tubuh seseorang menubruknya tanpa sengaja. Barusan ia telah kembali dari toilet dan mencari sang ibu yang entah dimana keberadaannya.
"Maaf mbak." Pemuda yang tadi menubruknya itu meminta maaf.
"Ga papa, eh..A Rio!" Mira terkejut karena pemuda itu ternyata Rio. Kakak kelasnya waktu SMA.
"Mira Nurazizzah kan?" Pemuda bernama Rio itu malah balik bertanya. Dulu mereka satu SMA. Mira kelas X sementara Rio kelas XII.
"Kamu apa kabar? lama banget kira ga ketemu. Masih tinggal di Ciemoh?" Rio tampak antusias mengajak Mira mengobrol. Gadis itu melupakan pencarian terhadap ibunya.
"Alhamdulillah baik. Aa sendiri gimana? iya Mira masih di Ciemoh. Kapan-kapan main atuh." Mira berbasa- basi.
" Boleh minta no WA?" Rio mulai berusaha mendekati Mira.
" Boleh."
Ketika sedang bertukar no HP tiba-tiba Bu Sari sudah berada si samping Mira.
" euleuh-euleuh si Neng ternyata ada di sini. Umi nyusul ke belakang ga ada. Di cari-cari juga ga ada. Mana HP Umi lowbatt." Dengan gayanya yang lebay Bu Sari sedikit ngomel.
" Ini Mira anak bungsu saya, Bu Ida." Bu Sari memperkenalkan putrinya kepada wanita yang sedari tadi menemaninya.
"Kalian saling kenal ya?" Wanita bernama Ida itu tersenyum sambil memperhatikan Rio dan Mira.
"Iya Tante. Dulu kami satu sekolah," jawab Rio. Rio dan Mira memang sempat akrab karena keduanya mengikuti ekstrakurikuler yang sama.
"Rio ini keponakan kesayangan Tante." Bu Ida menepuk pelan bahu Rio.
"Nak Rio masih kuliah apa udah kerja?" Bu Sari mencoba mengorek informasi. Mira cuma bisa diam menahan rasa kesalnya. Ih si Umi mah kepo aja. Batin Mira menggerutu. Ia tidak puas dengan sikap sang ibu yang norak. Wanita itu tidak dapat mengontrol diri.
"Kebetulan sebentar lagi beres S2," jawabnya singkat.
"Oh.." Bu Sari cuma ber-oh ria.
"Kuliah di Inggris, Rio ini anaknya Mas Bambang." Bu Ida memberikan penjelasan lebih lanjut. Mendengar nama Bambang disebut yang tiada lain adalah pengusaha terkenal di Indonesia asal Yogya itu sekaligus kakak ipar Bu Ida, wajah Bu Sari langsung berbinar. Entah apa yang dipikirkan wanita paruh baya itu.
****
TBC