Setelah diputuskan untuk operasi, Kania diharuskan untuk berpuasa sampai prosedur operasi itu bisa dilakukan. Kurang lebih pukul tujuh malam Kania masuk ruang operasi setelah dibius umum hingga sepenuhnya tertidur saat operasi.
Semua orang menunggu diluar dengan harap-harap cemas. Bagaimanapun, Kania dan bayinya diusahakan selamat saat operasi. Putra Jordan adalah cucu pertama dari keluarag Abraham yang pastinya akan disayangi semua orang. Bahkan sampai sekarang, semua orang belum tahu jenis kelamin anak Jordan perempuan atau laki-laki karena Jordan memang sengaja tidak mau diberitahu. Semua orang hanya menebak-nebak entah perempuan atau laki-laki. Dan mereka sudah mengantongi hasilnya satu-satu melihat dari pengalaman atau dulu-dulu yang ada, seperti waktu hamil Jordan, Khris ataupun Anna.
Masalah perdarahan memang tidak bisa disepelekan. Kalau tidak ditangani dengan baik bisa mengakibatkan kematian bayi dalam kandungan dan ibunya. Selain itu, bayi yang telahir sebelum cukup umur juga rentan sekali terkena infeksi, maka dari itu dokter menyegerakan operasi caesar mengingat juga riwayat yang diderita sang ibu.
Dalam kondisi seperti ini, Anna yang mendekap Jordan tanpa mau sedikitpun melepaskan. Dia selalu menemani kakak pertamanya itu, tidak mengatakan apa-apa, hanya memeluknya seperti saat masih terang tadi dengan doa yang tidak ada hentinya terlantun dari dalam dasar hatinya yang paling dalam.
“Kak Kania dan bayi kalian akan baik-baik saja, Kak. Kakak jangan khawatir.” Usapan lembut yang Anna berikan di lengan Jordan entah mengapa membuat d**a kakak laki-lakinya ini sesak bukan kepalang. Ada sesuatu yang terasa begitu mengganjal dan harus dia keluarkan.
“Kakak takut, Na.” Jordan balas mendekap Anna erat, menguatkan dirinya sendiri kalau semuanya baik-baik saja, kalau istri dan anaknya akan baik-baik saja.
Anna mungkin tidak cengeng, tapi kalau melihat kakaknya yang tidak pernah menangis di depan matanya selama ini, Anna rasa tidak salah untuk tidak baik-baik saja saat ini, Anna rasa tidak apa-apa untuk menangis bersama kakaknya di waktu ini. Anna tahu kalau semua orang khawatir, dirinya juga khawatir. Mereka past baik-baik saja di dalam. Kania adalah perempuan, istri, ibu dan kakak ipar yang baik pula. Tuhan pasti memermudahlan proses persalinannya meski ada masalah di awal.
Sampai kurang lebih satu jam yang terlewatkan semua orang habiskan untuk saling menguatkan dan berdoa, dokter keluar dan datang dengan senyum mengembang, memberitahukan keadaan Kania pada semua orang.
“Ibu dan bayi laki-lakinya selamat, semuanya sehat, normal, beratnya 2,6 kg dengan panjang 50 cm. Selamat untuk mu Jordan, selamat untuk keluarga Abraham yang mendapat jagoan kecil.”
Dengan penuh haru Jordan yang tadi sudah berdiri langsung memeluk sang dokter yang sudah menjadi kenalannya sedari dulu. Dia tidak pernah sebahagia ini sebelumnya. Jordan bahkan tidak bisa mengondisikan keharuannya. Sementara Anna dan Shilla saling berpelukan dan menyelamati satu sama lain. Semuanya bahagia menyambut sang jagoan kecilnya Jordan. Apalagi Barack pasti senang sekali. Jagoan yang ditunggu-tunggu sudah lahir. Barack dan Irish sudah menjadi kakek dan nenek sekarang. Sekarang mereka mendapat gelar baru yakni Oma dan Opa, mereka bahagia sekali. Namun terlepas dari itu semua, kesehatan ibu dan anaknya yang utama.
Mereka lantas diarahkan ke ruang perawatan. Kania masih dalam pengaruh ansetesi saat dibawa keluar, perempuan yang baru saja berjuang melahirkan putranya itu masih belum tersadar dan ada tambahan darah juga di tiang infusnya. Sementara Anna dan Shilla pamit ingin melihat keponakan mereka setelah melihat keadaan Kania.
Kedua perempuan itu pergi ke NICU karena bayinya perlu pemeriksaan lebih lanjut meski waktu terlahir normal dan menangis seperti bayi pada umumnya. Karena pengaruh waktu gangguan hamil yang Kania alami dulu, makanya bayinya dibawa ke NICU sementara untuk pemeriksaan lebih lanjut, terutama kerja paru-paru sang bayi guna menghindari masalah kesehatan di kemudian hari.
Begitu sampai di depan NICU, meski bisa dibilang Anna dan Shilla orang dalam, mereka harus tetap mematuhi peraturan yang ada. Mereka hanya bisa melihat bayi Jordan dan Kania dari luar.
“Ya Tuhan, tampan sekali.” Shilla meremas tangan Anna tanpa sadar. Dia turut bahagia sekali melihat bayi mungil di dalam sana yang tengah bergerak-gerak mungkin mencari s**u. Sayangnya Kania belum bisa menyusui karena belum tersadar.
“Wajahnya mirip dengan Papa, Kak. Kak Jordan pasti menggerutu.” Anna menambahkan yang membuat tawa di antara keduanya lantas pecah begitu saja. “Semoga Kakak cepat menyusul, ya.” Tanpa dikomando, tangan Anna langsung menyentuh perut Shilla begitu juga
Shilla langsung merinding dan menyentuh perutnya juga. “Aamiin.” Katanya ceria.
Mereka menghabiskan waktu untuk melihat dan menyama-nyamakan bayi Jordan dan Kania dengan orang-orang yang berada di rumah. Sampai kegiatan mereka harus terhenti saat Jordan dan Barack datang.
“Papa!” Anna memekik ceria dan memeluk pahlawannya ini sayang.
“Senang, Sayang?” papanya ini mencium puncak kepala Anna-nya juga tak kalah sayang.
“Baby-nya sehat, ganteng seperti Papa.”
“Yaaa, itu anakku, Na. Mirip aku.” Kata Jordan tidak suka. Oh ayolah, dia yang membuat dengan Kania. Masak mirip opanya? Tidak, Jordan tidak terima. Putranya harus mirip dengan dirinya.
Barach yang berada di sana hanya tersenyum mendengar perdebatan kecil anak-anaknya. Dia merasa seperti saat nostalgia dulu, di saat Jordan, Khris dan Anna masih kecil. Barack mendadak merindukan waktu mereka masih kecil dulu, waktu mereka masih bisa dia peluk sepanjang malam. Kalau sekarang boro-boro dipeluk, Jordan dan Khris pasti langsung melarikan diri kalau mau dipeluk papanya. Katanya malu kalau sampai dilihat oleh istri-istrinya, dibilang tidak gantle.
“Kan kau mirip Papa, Kak. Jadi ya memang ketampanan anak Kakak bukan menurun dari Kak Jordan tapi dari Papa.” Anna berkomentar yang langsung membuat Jordan menatapnya sinis. Dia suka sekali menggoda kakak laki-laki pertamanya ini. Jordan memang sensitive kalau membahas kemiripan.
Berhubung sudah malam juga dan Jordan ganti datang untuk melihat bayinya bersama dengan Barack, Anna dan Shilla memutuskan untuk kembali ke ruang rawat Kania. Kakak perempuannya ini masih tertidur lelap, ditunggui oleh Irish dan ada juga mbak ART yang ikut datang, membawa keperluan tambahan Kania yang tertinggal karena tadi Shilla yang panik melupakan satu tas.
Irish yang sedang duduk di samping Kania yang sedang berbaring lantas dihampiri oleh Anna, sementara Shilla sudah duduk di samping Khris yang sibuk dengan iPad-nya karena memback-up pekerjaan Jordan yang keteteran saat ditelfon istrinya perdarahan.
“Baby boy-nya nggak disusuin, Ma? Aku baca artikel, ASI eskslusif baik untuk perkembangan bayi baru lahir. Kaya manfaat, bisa jadi untuk imun juga.”
“Iya, tapi kan kakakmu belum sadar. Besok pagi kalau sudah sadar, sudah boleh menyusui. Tadi dokternya sudah menyampaikan.”
Anna manggut-manggut paham saat Irish menjelaskan. Kemudian mengusap tangan Kania yang tergeletak di samping. “Kak Kania hebat ya, Ma. Kuat banget. Aku tadi sudah berpikir yang tidak-tidak karena darah Kak Kania banyak.”
“Kalau kamu hamil nanti, kamu akan merasakan keinginan yang begitu besar untuk apapun yang terjadi harus melahirkan anakmu dengan selamat, Na. Dulu Mama sempat perdarahan saat hamil kamu, tidak sebanyak Kania, tapi penanganan Mama telat karena waktu itu Papa kamu masih perjalanan. Di rumah sendiri Mama tidak kuat berjalan dan tidak ada yang bisa Mama mintai tolong karena pagi sekitar jam 8, semua orang sibuk kerja, kedua kakakmu juga sudah berangkat sekolah.
Karena penanganan yang telat itu, paru-paru kamu terganggu waktu kecil. Tapi mama bersyukur sekarang kamu tumbuh sebagai perempuan yang cerdas dan cantik. Tidak terasa, sekarang mau menikah saja.”
Anna agak tersipu saat mamanya membahas pernikahan. Bicara tentang pernikahan, Anna juga baru ingat kalau seharusnya Roger sudah landed, tapi lelaki itu tidak mengabarinya sama sekali sedari tadi atau Anna saja yang tidak membuka telfonnya sejak di rumah tadi. Anna bahkan tidak tahu telfonnya di mana.
Belum sempat pergi, pintu kamar VIP ini terbuka, menampilkan Jordan dan papanya yang masuk, kemudian Anna melihat ke arah Khris dan Shilla yang duduk berdua, Anna memberenggut. “Mama dengan Papa. Kak Jordan dengan Kak Kania, Kak Khris dengan Kak Shilla, aku sendirian.” Katanya sendu.
Jordan lantas mendekat, mencium puncak kepala Anna, “memangnya kenapa? Kangen Roger, ya?”
“Tidak.” Jawab Anna tanpa pikir panjang lagi. Memangnya dia merindukan Roger? Rasanya tidak.
“Jual mahal.” Kakak laki-lakinya ini tersenyum, kemudian mengusap puncak kepala Anna sayang sebelum menghampiri Kania, gantian mengusap wajah istrinya yang pucat ini perlahan, memberikan ciuman singkat di bibir yang tak terbalas.
“Kau istirahat dulu, Jor, biar mama yang menjaga.”
Gelengan pelan Jordan berikan sebagai balasan. “Aku mau menunggui Kania, Ma. Kalian pulang saja kalau lelah, besok kembali ke sini lagi.”
Sebagai ibu, Irish tentu tahu kekhawatiran yang masih saja Jordan rasakan meski Kania sudah dinyatakan selamat sekalipun. “Mama mau di sini. Mau pulang besok saja, habis menemani Kania menyusui anaknya. Kamu juga belum buat nama, kan?”
“Sudah, dong.” Jordan senyum-senyum tidak jelas yang membuat orang lain ikutan tersenyum juga.
Kemudian pintu di kamar mandi terbuka. Bukan mbak ART yang di dalam, tapi Roger yang tengah tersenyum tipis dan menyapa semua orang. “Ramai sekali, aku datang.” Katanya.
Anna tentu diam saja. Perasaan dia tidak tahu kalau Roger datang. Dan yang menambah kebingungannya lagi, lelaki itu keluar dari kamar mandi. Memangnya di kamar mandi ada jalan khusus yang menghubungkan salah satu ruangan di rumah sakit dengan bandara? Sepertinya tidak. Atau benar yang dikatakan Jordan, dirinya merindukan Roger sampai jatuhnya mengkhayal?
“Lhoh, kapan datang, Ger?” Barack berjalan-jalan bersama dengan Roger, menghampiri satu sama lain dan berakhir berpelukan erar.
“Setengah sembilan tadi, Paman. Selamat untuk gelar barunya menjadi opa.”
“Hoho, terima kasih.” Barack melepas dekapannya, kemudian turut menghampiri Jordan yang tengah memperhatikan istrinya lekat, sementara Roger menghampiri Anna.
“Masih pengaruh bius, Jor. Jangan khawatir, tidak apa-apa, kau istirahat saja.” Barack menenangkan seraya mengusap rambut Kania yang dipinggirkan agar tidak menganggu.
Sementara Roger mengode Anna untuk ikut keluar dulu bersamanya sebentar. “Bibi, aku mengajak Ana keluar sebentar, ya.”
“Oh,” Irish menoleh, mengangguk pasti. “Iya, bawa pergi saja,”
“Mamaa…” Anna memberenggut tidak suka. Lantas ikut pergi keluar juga seperti yang yang Roger minta.
“Awas macam-macam ya.” Khris sengaja menambah-nambahi, hanya untuk cendaan saja yang langsung membuat Anna dan Roger segera pergi karena dia tahu kalau sebenarnya sedang diusir secara halus.
“Duduk dulu, Na.” Roger mempersilahkan Anna untuk duduk di kursi tunggu, lantas Roger menyusul setelahnya.
“Kakak tadi ke rumah?”
“Tidak.” Roger mengeleng pelan. “Kebetulan tadi ada rapat dengan kakakmu, tahu-tahu Khris datang dan memberikan kabar. Jadi semua orang yang berada di rapat tadi tahu.”
“Selamat ya, sudah jadi Aunty.” Roger tersenyum dan mengusap rambut Anna sayang yang dihadiahi senyuman balik oleh Anna.
“Kakak pasti capek, pulang saja, Kak.”
“Hm, aku diusir?”
Anna tergelek. “Bukan begitu. Besok kan masih bisa menjenguk, sekarang Kakak pulang saja, istirahat, besok ke sini lagi.”
“Baiklah.” Roger pasrah, kemudian dia masuk ke dalam dan berpamitan kepada semua orang. Hanya itu kebersamaan Anna dan Roger di waktu ini. Setelahnya mereka berpisah lagi.
***
Pagi yang begitu cerah secerah wajah Jordan dan Kania saat putranya boleh disusui. Kania yang tidak bisa menahan haru sampai menangis melihat putranya minum ASI dengan begitu rakus, Kania bisa merasakannya.
“Kencang sekali.” Kania berkomentar dengan kedua tangan yang sibuk mengusap-usap punggung putra pertamanya ini. Jordan yang sampai cuti kantor demi istri dan buah hatinya enggan meninggalkan mereka. Sedari Kania sadar pagi ini, Jordan tidak meninggalkan istrinya sama sekali.
“Haus Maaa, mama tidurnya lama sekali.”
Kania kembali menangis haru saat menerima ciuman hangat oleh suaminya. Yang lain pun turut tersenyum bahagia.
Apalagi Khris yang juga ingin segera menyusul kakaknya untuk memiliki putra jadi mengusap perut Shilla sayang. “Semoga cepet isi ya, Sayang.”
“Aamiin.”
Tak lama kemudian Roger datang membawa parsel buah, melewati Khris dan Shilla untuk meletakkan bingkisannya ken akas. Namun belum apa-apa, Shilla langsung pergi ke kamar mandi yang langsung diikuti oleh Khris karena terburu sekali seraya memegangi perutnya. Sementara yang lain hanya diam untuk beberapa saat sampai Roger yang terlihat paling warasa dan sadar sendiri melihat kea rah semua orang. “Apa akan ada new members lagi? Istri Khris hamil?” tanyanya tanpa dosa, apalagi wajah datar yang digunakan kontra sekali dengan kabar yang kalau seandainya benar, seharusnya semua orang bahagia.
“Ya, semoga, Ger. Tapi belakangan ini Shilla memang kurang enak badan. Semalam dia juga tertidur kurang, mungkin hanya kecapaian atau masuk angina.” Irish bantu menjelaskan tentang kondisi Shilla yang kebetulan dia memang mengetahuinya. Ibu mertua yang siaga sekali.
Sementara Anna yang duduk tidak berkomentar apa-apa.
Tak lama kemudian Khris keluar bersama dengan Shilla yang berada dalam tuntunannya. Begitu sampai di ambang pintu, Shilla yang berpegangan pada kusen limbung ke depan dan hampir saja jatuh ke lantai kalau Khris tidak sigap menahan tubuh istrinya ini dari belakang.
“Shilla? Sayang?”
Semua otang memekik terkejut. Padahal Kania belum pulih, malah sekarang Shilla sakit. Buru-buru Khris membawa Kania keluar untuk meminta pertolongan pertama pada dokter mumpung mereka berada di rumah sakit sekalian.
Anna memilih mengikuti Khris yang mana Roger juga berakhir mengikuti mereka. Shilla yang setengah sadar langsung diletakkan di ranjang sementara perawat langsung menangani, ada dokter juga yang tak selang lama datang.
Setelah serangkaian pemeriksaan entah berapa waktu yang dihabiskan, Anna yang kemarin menenagkan Kania sekarang ganti menenagkan Khris. Beruntungnya dokter datang segera, membersihkan hasil pemeriksaan laboratorium pada Khris dan membuat semua orang yang berada di sana berdebar-debar.
“Dari hasil yang ada, Hormon hCG dalam tubuh Bu Kania tinggi. Kami bisa melakukan USG untuk mengecek kebenarannya apakah Bu Kania hamil atau tidak.”
Khris terdiam untuk beberapa waktu, meratapi kertas hasil pemeriksaan Shilla yang diberikan oleh dokter. Sampai akhirnya Khris tersadar saat ditegur oleh Anna. “Kak, diajak bicara dokter.”
“Ya, silakan, Dok.”
Dokter itu tersenyum melihat wajah linglung Khris. “Mari ikut saya.”
Sementara Roger dan Anna di luar, menunggu, Khris ikut masuk ke dalam ruangan dokter untuk menghampiri Kania.
“Aku tidak apa-apa,” kata perempuan itu lemah yang langsung Khris hadiahi usapan sayang dan kecupan hangat di dahinya.
Kemudian sang dokter melakukan apa yang memang seharusnya dilakukan. Dokter perempuan itu tersenyum menenangkan kepada Kania yang terlihat khawatir meski rautnya tenang. “Tenang ya, Bu. Ini mau diperiksa sebentar. “
Dengan siaga, Khris duduk si samping Kania dan menggenggam tangan istrinya ini erat. Pernikahan mereka sudah berjalan dua tahun beberapa bulan ke depan. Dan selama ini, selama berhubungan, mereka tidak pernah memakai pengaman apapun tapi belum diberi-berikan kepercayaan juga oleh Tuhan. Kalau sekarang, dibilang mau berharap ya mereka memang berharap, tapi tidak terlalu berharap juga.
Begitu dokter sudah mengoleskan gel ke perut rata Shilla, dokter menggunakan transduser yang seperti microphone itu ke perut Shilla hingga layar monitor menampilkan sebuah gambar.
“Bapak, Ibu bisa dilihat. Ini…” Dokter perempuan itu dengan ceria menunjuk kantong yang sudah berisi janin. “Ini kantong dan didalamnya sudah ada janinnya.”
Shilla langsung melihat ke arah Khris dengan air mata yang bercucuran. Dia tidak tahu kalau sedang hamil. “Kak, aku hamil.” Katanya penuh haru.
“Iya sayang, terima kasih.” Balas Khris tak kalah sayang.
Kemudian dokter menjelaskan kalau kandungan Shilla sekitar 8 minggu, juga karena masalah kandungan lemahnya yang mengharuskan Shilla harus bedrest total setelah ini.
Anna yang awalnya tidak paham jadi paham saat Shilla menggerakan tangannya seperti kode dan mengatakan kalau dirinya hamil. Dan di luar sana, Anna yang bahagia sekali langsung mendekap Roger sayang. “Aku mau jadi Aunty lagi.” Katanya senang. “Kak Shilla hamil, Kak.”
Untuk kesekian kalinya, Roger menerima pelukan Anna dan menyelamati calon istrinya ini. Kemudian membisikkan sesuatu di telinga Anna yang membuat perempuan itu merinding. “Setelah ini kita menyusul mereka.”
Ada jeda bagi Anna untuk menghilangkan rasa yang bagai meletup-letup dalam perut dan dadanya. Dia juga punya harapan besar untuk memiliki anak. Semoga pernikahannya nanti berjalan lancar dan harapan-harapan keduanya dapat terwujud saat mereka hidup bersama kelak.