NYSA. 9 ANCAMAN NYSA

1002 Words
Adalah .... Ada Rosa di sana. Langkah mereka terhenti. "Sayang ...." Rosa tersenyum manis, lalu meraih bahu Aryan, dikecup bergantian pipi kiri, dan pipi kanan Aryan. Lalu ia menyodorkan jemari ke hadapan Aryan. Aryan meraih jemari Rosa, ia kecup dengan mesra. Lalu dipeluk pinggang Rosa, mereka sedikit menjauh, meninggalkan Nysa, dan Bunda Dia. Mereka terlihat terlibat pembicaraan mesra berdua. Tak lagi memperhatikan orang lain yang ada di sana. Bunda Dia menatap Nysa. Nysa hanya diam melihat adegan di hadapannya. Namun satu rencana berkelebat di dalam benaknya. 'Awas kamu, Pak Aryan!' "Nysa ...." Bunda Dia menyentuh lengan Nysa dengan lembut. Nysa menatap Bunda Dia. "Bunda, aku pikir sebuah kesalahan, Tuan Hanan memintaku untuk menikah dengan Pak Aryan. Tampaknya Pak Aryan, dan Mbak Rosa masih saling menyimpan rasa. Aku akan telpon Bu Andin, untuk menjemputku, dan biar Bu Andin juga bisa melihat apa yang terjadi di hadapan kita sekarang." Nysa sengaja bicara dengan suara nyaring, agar Aryan, dan Rosa bisa mendengar ucapannya. "Nysa ...." Bunda Dia mengusap lengan Nysa lembut. "Saya ke luar dulu, Bunda. Mau menelpon Bu Andin," pamit Nysa. Nysa beranjak ingin ke luar butik, ia mengambil ponsel baru, dari tas baru yang ia beli bersama Andin, namun Aryan menggapai lengannya. "Tunggu!" Aryan mencekal kuat pergelangan tangan Nysa. "Mau apa!? Lepas!" Nysa merenggut lengannya yang dipegang Aryan. Tapi Aryan tidak mau melepas pegangan di lengan Nysa. "Kamu jangan macam-macam ya!" Seru Aryan dengan nada gusar. Tatapan Aryan berusaha mengintimidasi Nysa. "Macam-macam apa? Saya cuma ingin menelpon Bu Andin!" Nysa menantang tatapan Aryan, meski ia harus mendongakkan wajahnya untuk itu. Nysa berusaha melepas lengannya dari pegangan Aryan. "Jangan coba-coba mengadu!" Aryan menunjuk wajah Nysa dengan jari telunjuknya. "Kenapa? Meski kita akan menikah tanpa cinta, tapi kesetiaan Bapak pada saya harus dijaga. Kalau Bapak bersikap genit, dan mesra seperti tadi, saya lebih baik memilih pergi! Daripada nanti saya harus terus menerus sakit hati! Di depan saya saja Bapak bermesraan, apa lagi di belakang saya!" Seru Nysa dengan nada tajam. "Kamu ini bertingkah sekali ya!" Aryan menggeram marah. "Saya bertingkah apa!? Bapak yang bertingkah. Calon istri di depan mata, tapi bertingkah mesra dengan mantan istri. Kalau Bapak masih cinta pada Mbak Rosa, silakan nikahi lagi dia. Saya ingin tahu, apa Mbak Rosa masih mau sama Bapak, kalau Bapak tidak punya apa-apa, karena Bapak harus ingat. Batal menikahi saya, sama artinya Bapak melepaskan semua yang Bapak punya!" Nysa menarik nafas dalam, usai menumpahkan semua kata yang terangkai di dalam benaknya. Aryan melongo mendengarnya. Tidak menyangka ucapan bernada mengancam berani dilontarkan Nysa, gadis kampung yang ia anggap akan mengikuti saja apa keinginannya. Ternyata Nysa bukanlah gadis yang bisa ia atur, atau ia perlakukan sesuka hatinya. Sekarang, justru Nysa yang berusaha mengendalikan dirinya. Dengan berani, Nysa mengancam akan memiskinkan dirinya. Aryan semakin marah pada Nysa, tapi ia tak bisa berbuat apa-apa. Aryan tidak siap untuk menjadi gelandangan di ibukota. "Dia mengancammu? Untuk apa kamu menuruti keinginan kakakmu, menikahi gadis kampungan seperti dia. Kita bisa hidup tanpa harta warisan orang tuamu. Kamu bisa tinggal bersamaku. Akan kita bangun perusahaan kita sendiri. Asal kamu mau menuruti apapun yang aku katakan!" Seru Rosa berusaha mempengaruhi Aryan dengan iming-iming kebahagiaan. Rosa menatap sinis pada Nysa. Nysa tertawa. Mata Aryan, dan Rosa melotot gusar mendengar tawa Nysa. "Yakin, ingin melepas harta warisan, lalu menjadi b***k Mbak Rosa, Pak? Cinta sih cinta, tapi kalau bersyarat harus menuruti semua maunya, itu b***k namanya. Mending mengikuti maunya kakak Bapak. Karena tidak mungkin Tuan Hanan ingin membuat Bapak sengsara. Bapak satu-satunya keluarga beliau. Eh tapi, terserah Bapak sih! Saya mau telpon Bu Andin dulu." Nysa sengaja bicara dengan nada mengejek Aryan. Aryan semakin geram Nysa mengangkat tangannya yang memegang ponsel, Aryan merebut ponsel dari tangan Nysa. Nysa berusaha mempertahankan ponsel di tangannya. Aryan memeluk tubuh Nysa. Nysa meronta, ia berteriak meminta Aryan melepaskannya. Bunda Dia, dan karyawan butiknya hanya melongo menatap apa yang terjadi. Sedang Rosa menggerutu karena rasa kesal di dalam hatinya, melihat Aryan memeluk Nysa di depan hidungnya. Meski bukan pelukan mesra, tapi tetap saja mampu membakar perasaannya. "Lepas!" Nysa berteriak, berusaha membebaskan diri dari pelukan Aryan. "Diam!" Mata Aryan melotot. Pelukannya semakin kuat. "Lep ... hmppp!" Mata Nysa kali ini yang melotot, karena ia tak mampu lagi bersuara. Aryan mengunci mulut Nysa dengan bibirnya. Mata Nysa terpejam, tubuhnya menegang, sebelum tubuh itu lemas, bak tak bertulang. Nysa jatuh pingsan. Efek dari ciuman Aryan. * Nysa membuka mata. Hal yang pertama ia lihat adalah wajah Bunda Dia. "Bunda!" Nysa berusaha bangun dari berbaring. Bunda Nysa membantunya. "Maaf, saya jadi menyusahkan." "Tidak apa-apa. Apa kamu merasa pusing?" "Hah! Oh ... tidak, saya hanya merasa ...." Wajah Nysa merona, ia meraba bibirnya. "Apa saya pingsan lama?" Tanya Nysa Nysa menatap wajah Bunda Dia. "Tidak, kamu pingsan hanya sebentar." Bunda Dia tersenyum. "Pak Aryan mana?" "Dia di kamar mandi. Kamu minum dulu ya." Bunda Dia menyodorkan gelas berisi air putih kepada Nysa. Nysa mengambil gelas dari tangan Bunda Dia. Lalu meminum air putih di dalam gelas sedikit. "Kamu ingin pulang, atau ingin melanjutkan mencoba gaun pengantin?" "Lebih baik saya pulang. Saya tidak ingin menikah dengan ...." "Tidak! Pernikahan harus tetap dilakukan!" Aryan tiba-tiba muncul dari dalam. "Saya tidak mau menikah dengan pria yang tidak bisa menghargai wanita! Seenaknya mengabaikan calon istri." "Tapi kamu sudah dibayar untuk menikah dengan aku!" "Tuan Hanan orang baik, saya yakin beliau tidak keberatan, kalau hutang saya, saya bayar dengan cara mencicil. Saya akan bekerja keras untuk itu. Maafkan saya, kalau keputusan saya membatalkan pernikahan, akan membuat Bapak kehilangan hak atas warisan." "Kamu jangan ...." "Pssstt! Sebaiknya sekarang kalian pulang, bicarakan baik-baik di rumah. Takutnya nanti pertengkaran kalian terdengar oleh orang lain. Ayolah, berbaikan dulu," bujuk Bunda Dia. Bunda Dia tersenyum di dalam hati. Ia yakin, Nysa hanya mengancam saja. Agar Aryan tidak seenaknya, meski pernikahan mereka atas dasar perjodohan, tanpa adanya cinta. Bunda Dia yakin, Nysa akan bisa mengatasi Aryan. Meski dari kampung, terlihat lugu, dan polos, tapi Bunda Dia bisa menilai, kalau Nysa adalah gadis cerdas, yang memiliki pemikiran hebat. Yang pasti punya seribu satu cara, untuk menaklukan seorang Aryan nantinya. *
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD