NYSA. 10 NYSA VS ARYAN

1004 Words
Di dalam mobil. "Awas kalau mengadu pada Mbak Andin, atau Mas Hanan!" Ancam Aryan. Nysa tidak menanggapi ucapan Aryan. Hatinya sedang sangat kesal, karena Aryan sudah menciumnya. Ciuman pertama yang sangat jauh dari impiannya. Impian Nysa, ciuman pertama adalah saat di malam pertama pernikahannya. Tapi, Aryan sudah merenggut kesucian bibirnya dengan semena-mena. "Hey! Kamu mendengarkan aku atau tidak!?" Aryan berseru kesal, karena Nysa tidak menanggapi ucapannya. "Saya tidak tuli! Tapi terserah saya mau mengadu atau tidak." Nysa tidak mengalihkan tatapan dari jalan di depan. "Kalau kamu sampai mengadu, aku akan membuat hidupmu tidak tenang disisa usiamu!" Aryan kembali mengancam Nysa. "Bapak mengancam saya!? Saya bisa laporkan Bapak ke Polisi!" Nysa balas mengancam Aryan. "Kamu ini benar-benar ya ...." Aryan menggeram, ia benar-benar kesal terhadap Nysa. Aryan tidak tahu lagi harus bicara apa dengan Nysa. Akhirnya, Aryan memilih diam, agar rasa kesalnya bisa mereda. Tidak ada lagi yang bicara di antara mereka. Begitu tiba di rumah, Nysa langsung menaiki anak tangga, untuk menuju kamarnya. Aryan tidak ke luar dari dalam mobil, ia langsung pergi meninggalkan rumah kakaknya. 'Aku harus bicara dengan Mas Hanan, sebelum gadis kampung itu mengadu.' Aryan menjalankan mobilnya menuju kantor. Ia ingin bicara langsung pada kakaknya, tentang apa yang terjadi di butik tadi. Sebelum kakaknya mendengar dari Andin, karena Aryan yakin, Nysa pasti mengadu pada Andin, dan Andin pasti menyampaikan pengaduan Nysa pada kakaknya. Tiba di kantor, Aryan langsung menuju ruangan kakaknya. Ternyata ada Andin di sana. "Gadis itu benar-benar membuat aku kesal. Kenapa harus dia yang Mas pilih? Gadis kampungan yang tidak tahu aturan!" Aryan menghempaskan pantatnya di sofa. Belum sempat Tuan Hanan bicara, saat ponsel Andin berbunyi. "Aku angkat telpon dulu." Andin bergerak sedikit menjauh. "Dia sudah aku pilih, Aryan. Aku tidak akan merubah pilihanku. Jadi, kamu yang harus bisa mendidik, dan mengarahkan dia agar bisa tahu aturan seperti katamu. Kewajiban seorang suami, untuk membimbing istrinya, bukan?" Jawaban Tuan Hanan santai saja. Tatapan lembut Tuan Hanan mengarah pada bola mata Aryan. Aryan mendengus kesal mendengar ucapan kakaknya. "Pilihanmu hanya dua, menikah dengan Nysa, dan memberi keturunan bagi keluarga kita. Atau, mengabaikan keinginanku, dan pergi tanpa mendapatkan apa-apa. Ingat pesan orang tua kita. Pada dirimu terletak kelangsungan nama Bakrijaya." Ucapan Hanan, membuat Aryan semakin kesal jadinya. Andin mendekat, setelah selesai bicara ditelpon. Ia duduk di sebelah Hanan. "Kamu menuduh Nysa tidak tahu aturan. Tapi, masalah ini bermula dari dirimu sendiri." Andin menatap tajam pada Aryan. Aryan yakin, yang menelpon Andin pasti Nysa. 'Ternyata, dia benar-benar berani mengadu. Awas kamu Nysa, akan aku buat hidupmu sengsara. Aku akan menikah denganmu, memiliki anak darimu, akan aku buat kamu jatuh cinta padaku. Lalu aku lepaskan kamu. Dan aku akan kembali pada Rosa yang aku cinta.' Benak Aryan langsung merancang pembalasan pada Nysa. "Dia mengadu apa?" Aryan penasaran apa yang dikatakan Nysa pada Andin. Aryan membalas tatapan Andin. "Aku tidak perlu mengatakan dia bicara apa. Tidak salah kalau dia marah, apa yang kamu lakukan memang salah," tutur Andin lembut, tapi matanya menatap Aryan dengan cukup tajam. "Aku hanya berusaha bersikap ramah pada Rosa, itu saja." Aryan berusaha membela diri. "Ramah dalam versimu, mesra dalam versi Nysa. Kalau hanya sekedar ingin bersikap ramah, tidak ada pelukan mesra, dan bicara berdua." Andin membela Nysa. "Haah! Dasar tukang ngadu! Tidak ada yang percaya denganku di sini. Entah apa yang gadis kampung itu lakukan, sehingga kalian sangat percaya padanya. Aku pergi saja!" Aryan bangun dari duduk, dengan rasa kesal luar biasa. "Oh ya, katakan padanya, besok aku jemput. Untuk fitting baju pengantin." Aryan melangkah ke luar dari ruangan kantor kakaknya, dengan membawa perasaan kesal luar biasa. 'Belum menikah saja sudah serumit ini, bagaimana nanti kalau sudah menikah. Hidupku pasti tidak akan tenang. Harus mendengar suara ceriwisnya. Harus berdebat setiap waktu dengannya. Huh! Rumah tangga macam apa itu.' Aryan terus menggerutu di dalam hati. Sementara itu, Andin, dan Tuan Hanan tertawa pelan, melihat rasa kesal yang ditunjukan Aryan. "Baru sebentar, Nysa sudah bisa membuatnya kelabakan." "Pilihanmu benar-benar tepat, Mas!" "Bukan cuma Aryan yang akan Nysa kalahkan, tapi juga Rosa tampaknya." "Hmmm ... kita lihat saja hasilnya nanti, Mas." Andin tersenyum senang. * Esok hari, Aryan kembali menjemput Nysa. Di dalam mobil. Aryan menoleh ke arah Nysa yang diam saja, tubuhnya miring menghadap jendela. "Kenapa kamu jadi aneh, tidak banyak bicara seperti biasanya?" Tanya Aryan untuk memulai pembicaraan. Nysa merubah posisi tubuhnya, tatapan ditujukan pada Aryan. "Saya banyak bicara, dibilang ceriwis. Saya diam saja dibilang aneh. Serba salah! Atau ... atau mungkin Bapak mulai merasa rindu dengan ocehan saya? Sepi terasa ya, Pak. Kalau saya tidak bicara. Awal yang bagus untuk jatuh cinta itu, Pak!" Nysa terkekeh pelan karena ucapannya sendiri. Ia sengaja ingin membuat Aryan kesal. "Ck, kamu jangan besar kepala, jangan gede rasa. Saya bertanya tanpa maksud apa-apa, bukan karena kangen, rindu, apa lagi cinta! Tidak akan pernah saya jatuh cinta dengan gadis ceriwis, dan tukang ngadu seperti kamu!" Cibir Aryan dengan rasa kesal yang kembali datang lagi. Nysa tertawa lepas. Lalu menadahkan kedua telapak tangannya ke atas " Ya Allah, aku mohon padaMu. Sebagai hambaMu yang teraniaya, oleh pria di sampingku ini. Buat pria di sampingku ini jatuh cinta padaku. Buat dia bucin sebucin-bucinnya padaku. Buat dia tak nyenyak tidur, tak enak makan, tanpa ada aku bersamanya. Kabulkan doa orang yang terzalimi ini, ya Allah, aamiin." Nysa mengusapkan kedua telapak tangan ke wajahnya. Kali ini Aryan yang tertawa. "Mission impossible, Nysa. Doa anehmu tidak akan dikabulkan oleh Yang Maha Kuasa. Kamu itu teraniaya, dan terdzalimi darimana? Saya tidak menyiksa kamu," ucap Aryan, setelah tawanya reda. "Tapi saya merasa teraniaya, merasa Bapak dzolimi." Aryan kembali tertawa. "Ya sudah, kita lihat saja nanti, apa doamu itu akan dikabulkan. Atau justru sebaliknya, kamu yang akan tergila-gila sama saya!" "Kalau saya tergila-gila sama Bapak, dimana salahnya. Saya tidak pernah menghina Bapak. Justru bagus, kalau seorang istri tergila-gila pada suaminya!" "Argghh, berisik, diamlah!" "Dasar duda labil! Tadi saya diam Bapak bingung. Saya bicara disuruh diam!" "Diam, Nysa!" Mata Aryan melotot. Ia kalah berdebat dengan Nysa. Untuk mengakhiri perdebatan, satu-satunya cara, adalah menyuruh Nysa untuk diam. Sebelum rasa kesalnya kembali memuncak di kepala. *
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD