6

1186 Words
"Kenapa kamu tak langsung membuka gaunmu lalu menyerahkan diri padaku?" Tatapan Rendi menelisik penampilanku. Dari atas ke bawah. Sungguh tak kusangka ia akan bersikap seperti ini. Sakit, rasanya. Seolah silet tajam bergerak menyayat hatiku. Jantungku berdetak kencang saat ia melangkah semakin dekat, dengan tatapan mengerikan. "Apa kamu akan terus menjadi perempuan haus uang?" Rendi menatapku begitu merendahkan. Dadaku berdebar dan mataku memanas ingin menangis, sungguh tak terima diperlakukan seperti ini. Saat masih menjadi kekasihnya dulu, ia begitu baik lagi romantis. Tak pernah bersikap seperti ini. Aku beringsut mundur saat ia kembali mendekat, mengungkung tubuhku ke dinding. Napasnya hangat menerpa wajahku. Sungguh aku sangat takut. Aku menahan napas dan menatapnya penuh kengerian saat ia mendekat hingga jarak wajah kami hanya beberapa inci saja. Jantungku mengentak kuat dan aku berpaling saat ia hendak menciumku. "Kenapa? Bukankah suamimu menyuruhmu melayaniku? Lalu, kamu mendapat tanda tanganku." Tatapannya lekat, terpantik ke wajahku. Tubuhku panas dingin dan sedikit gemetar. Saat ia semakin dekat, tanganku refleks terangkat lalu terjulur luruh ke depan, mendorong tubuhnya menjauh. "Aku yakin kamu tau kalau aku selalu melakukan keinginan mama. Mama menyuruhku menikah dengannya karena terbelit hutang." Rendi tergelak. Tangannya bergerak mengusap rambut cepaknya. "Apa kamu mainan? Tak bisa menolak? Bahkan ketika suamimu menjualmu kamu tetap diam. Apa kamu bodoh?" Ia menatapku merendahkan. Lalu tersenyum mencemooh. Seperti sedang balas dendam. "Ren ...." "Kita hanya akan melakukannya sekali, Tari. Kenapa tak segera kamu lepas gaunmu?" Suara bergetar saat berkata dengan jantung berdetak kencang. "Dari dulu aku selalu menjaga kehormatanku, Ren. Kalau kamu menginginkannya, kenapa kamu nggak membebaskanku dari Kak Dewa? Lalu kamu boleh menikahiku," kataku dengan suara bergetar. Ide ini keluar begitu saja. Aku begitu gugup dan takut. Rendi menautkan alisnya. Lalu tergelak. "Setelah aku kaya, maka kamu melakukan ini. Dulu kamu membuangku seperti sampah. Lebih memilih meninggalkanku untuk menikah dengan Evan. Lalu apa yang terjadi? Dia menghamili gadis lain bukan? Lalu, kamu menikah dengan lelaki yang tega menjual istrinya sendiri demi sebuah kontrak. Apa menurutmu itu bukan karma?" Aku memejamkan mata saat kecupan pelan mendarat di keningku. Allah, aku sudah mencoba menjaga diri. Biar dosa ini, si manusia jahat itu yang tanggung. Jika aku sampai ternoda, kamu yang akan tanggung dosanya, Kak Dewa. Hening. Aku sungguh takut. Embusan napas di keningku sungguh membuat tubuh ini merinding. Cukup lama, hanya ada keheningan. Membuatku bertanya-tanya sebenarnya apa yang dilakukan Rendi saat ini. Apa ia tengah memperhatikanku dalam jarak dekat seperti dulu? Pelan, kubuka mata. Tepat seperti dugaan, Rendi memang tengah menatapku. Tersenyum kecil saat tatapan kami beradu. "Aku selalu mencintaimu dari dulu, Tari. Aku tak akan berbuat asusila. Apa kamu ingin tahu sesuatu? Saat pernikahanmu dan Evan gagal, aku sangat senang. Kulakukan pekerjaan apa saja agar bisa dipandang layak oleh mamamu. Dan karierku mulai menanjak setahap demi setahap." Aku menatapnya terpana. "Aku akan membebaskanmu darinya. Pasti tak akan mudah. Tapi aku akan berusaha." Aku menatapnya terpana. Ia tersenyum kecil. Lalu tangannya menunjuk ke arah kursi malas. "Duduk di sana," katanya. Aku membuntutinya saat ia duduk di kursi malas, aku duduk di seberangnya. "500 outlet. Seharusnya aku kontrak dengannya. Tapi demi kamu maka akan kubatalkan. DP awal untuk tanda jadi." Ia menulis sesuatu di cek. "Terima kasih, Ren." Aku menatapnya dengan mata ingin menangis. Sungguh merasa begitu terharu. Ia lelaki yang dulu pernah kusakiti karena ulah Mama, namun kini masih begitu baik. Andai tak dosa, ingin aku nemeluknya. Astaghfirullah. Angan apa-apaan ini. "Jangan jadi mainan. Kalau dia kasar, lawan. Untung ini aku, kalau kamu dijual pada lelaki lain bagaimana?" Tatapannya begitu tajam dan dalam, masih sama seperti dulu, membuat dadaku berdesir pelan. Ingat, Tari, kamu sudah punya suami sekarang. Suami gila! Rutukku dalam hati. Segera kuterima kertas juga secarik cek dari Rendi. "Aku akan berusaha membebaskanmu. Jaga diri, Tari." Tatapannya lekat ke tubuhku. "Kamu tak pernah berpakaian seperti ini sebelumnya. Karena ulahnya?" Tatapan Rendi menyelidih. Aku mengangguk kecil. "Jangan jadi mainan." "Aku ... keluar dulu." Rendi menggelengkan kepala, bibirnya merebak mengukir senyum tampak begitu geli. "Kenapa harus terlihat salah tingkah? Dan kalau kamu keluar sekarang, dia akan tahu kalau kita tak melakukan apa-apa." Benar juga. Dengan canggung, aku menyandarkan tubuh di kursi, sesekali tersenyum canggung saat tatapan kami beradu. Cukup lama, kami dalam keheningan. Rendi bertopang dagu, memandangku begitu lekat dan sesekali menyungging senyum kecil, membuatku malu dan salah tingkah saja. Rendi menatap jam yang melingkar di tangannya. "Sekarang kamu boleh pergi." Perlahan, aku berdiri. "Berikan WA-mu yang baru." Tatapannya begitu penuh harap. Walau sedikit ragu, akhirnya kudektekan nomer WA. "Jangan lupa share lokasi." "Untuk apa?" Aku menatapnya kebingungan. "Tentu saja agar kita bisa bertemu lagi. Aku akan membebaskanmu, Tari. Bukankah itu tadi yang kamu mau?" Aku memandangnya cukup lama dan akhirnya mengangguk kecil. Maafkan aku Tuhan, bukan bermaksud mempermainkan pernikahan. Tapi jika sikapnya terus begitu hanya menganggapku mainan, maka aku lebih memilih lepas, melabuh pada lelaki yang benar-benar menginginkan. Toh rasa ini, tetap sama. Seperti dulu. Rendi yang belum benar-benar hilang dari hidupku. "Aku keluar dulu." Aku beranjak berdiri, melangkah dengan gugup keluar kamar karena Rendi tak henti berdeham. Tingkahnya, sungguh mirip seperti dulu yang suka menggoda. "Tari apa kamu melupakan sesuatu?" Langkahku terhenti. Dadaku berdebar keras. Rasa aneh ini tak boleh ada. Sebelum aku lepas dari Kak Dewa, maka statusku masih istri lelaki gila yang barangkali masih menunggu di mobil di depan sana. "Nggak ada, Ren. Aku pergi." Aku kembali melangkah. "Surat kontrak dan cek kamu tinggal begitu saja?" Aku menepuk jidat. Oh, ya, Tuhaan. Kak Dewa pasti akan sangat marah kalau aku tak membawa itu. Rendi mendekat, sambil tersenyum mengulurkannya padaku yang segera kuterima. "Kamu tak berubah. Tetap seperti dulu. Semoga harimu menyenangkan." Aku melangkah cepat menuruni tangga. Mendengkus kesal saat melihat Kak Dewa bersandar di moncong mobilnya, menatap ke arah sini sambil tersenyum lebar. Tatapannya terpantik ke tanganku yang membawa selembar kertas. Dibukanya pintu mobil. Begitu aku masuk, ia menyusul masuk. Mobil pun melaju pelan meninggalkan halaman luas rumah bertingkat satu. "Tak kusangka kamu mau melakukannya. Benar dugaanku, ternyata kamu tak sesuai yang kubayangkan. Bagaimana serviknya? Kamu suka?" Ini penghinaan namanya. Tapi aku malas mendebat. Mungkin benar yang dikatakan Rendi, bahwa aku bukan mainan. "Suka.Timbang melakukannya dengan Kak Dewa, aku lebih memilih dengannya." Ia menoleh dengan wajah terkejut. Mobil tiba-tiba berhenti dan berdecit keras. "Panggil apa barusan? Dan ... bilang apa kamu barusan?" Matanya terpicing menyebalkan. Ingin rasanya mencolok mata tajam serupa tatapan elang itu dengan telunjuk. "Bicara apa kamu barusan, Baby?!" Sentaknya, membuatku terlonjak kaget. Namun aku segera menguasai diri. Lawan Tari! Kamu istrinya, bukan mainannya! "Aku tahu Tuan nggak tuli! Timbang melakukannya dengan Tuan yang belum tentu nggak terkena penyakit kelamin karena sering berganti perempuan, aku lebih baik dengannya, hanya aku satu-satunya di hatinya." Tentu saja ucapanku dusta. Aku sengaja berkata begini untuk membuat Kak Dewa panas. Kulihat jakunnya naik turun. Setelah putus denganku, kulihat beberapa kali Rendi keluar dengan cewek dari hotel. "Bilang apa kamu barusan?!" Ia mendongakkan wajahku yang langsung kutepis kuat. Kak Dewa menatapku terkejut. Itu membuatku takut, tapi aku memilih pura-pura tegar. Jangan terlihat lemah, Tari. Hanya akan membuatnya menginjak injak harga dirimu. Jadilah kuat! Jangan lupa follow dan subcribe ceritanya biar selalu dapat notif UP, Teman. Wajah para tokoh ada di i********: @fitri_soh
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD