6

1376 Words
“Ga, kok lu nggak cerita sih kalo lu anak juragan?” Pertanyaan Jono membuat Gara sadar dari lamunannya. Ia memandang Jono kemudian melemparkan pandangannya pada kebun teh yang hanya diselimuti cahaya remang-remang dari lampu-lampu kecil. “Lu ternyata anak orang kaya juga, tapi kok lu kerja jadi pengawal sih, Ga?” Tanya Jono lagi. Lama terdiam akhirnya Gara menjawab “Gue Cuma pengen bantuin orang tua gue, bang. Meringankan biaya yang mereka keluarin buat gue” “Tapi kalo Cuma buat ngeringanin biaya dari orang tua lo, gue rasa orang tua lo lebih dari bisa buat sekolahin lu. Bokap lu punya tiga pabrik, punya kebon teh yang besarnya segede kampung gue, punya peternakan. Belum lagi nyokap lu yang katanya punya bisnis baju kebaya modern yang gede, terus nyokap lu juga bangun sekolahan dibeberapa daerah. Gila kaya banget lu, Ga.” Ucap Jono terkesima. Gara tersenyum kecil “Iya bang. Tapikan itu semua milik mereka” “Tapikan elu anak mereka. Ngapain lu susah-susah kerja sama tuan Bill di Jakarta. Belum lagi kakek lu yang-- ” ucapan Jono terhenti saat Corry menghampiri mereka. “Lagi ngobrolin apa nih? Sampe-sampe ibu panggilin dari tadi nggak denger” ucap Corry dengan ramah “Nggak ngobrolin apa-apa kok, bu” jawab Gara. Corry tersenyum “Ayo makan” Merekapun menuju ruang makan. Disitu sudah ada James—ayah Gara, dan Shana—adik perempuan Gara. “Malam Om” ucap Jono James berdiri menerima uluran tangan Jono “saya Jono” “Saya James, ayah Gara. Jadi kamu temannya Gara di Jakarta?” Tanya James dengan ramah “Iya, om” “Jangan pamggil om. Panggil ayah saja dan panggil istri saya ibu” ucap James menunjuk istrinya. Jono menganggukan kepalanya “Iya, yah, bu” Corry tersenyum ramah “Ini kenalin…” James menunjuk Shana “Adiknya Gara” “Shana, mas” “Jono” mereka bersalaman “Yaudah nak Jono, silahkan duduk” Corry menarikkan kursi disamping Gara untuk Jono. Dimeja telah tersedia makanan rumahan yang sederhana namun cukup membuat air liur menetes. Jono yang sudah kelaparan memakan makannya dengan lahap. “Nak Jono, makan yang banyak. Kan capek nganterin Gara dari Jakarta” Corry menyendokan sayur capcay kepiring Jono. “Iya, bu” “Mas, gimana kerjaan kamu di Jakarta?” Tanya Corry kepada Gara “Baik kok, bu” jawab Gara masih focus pada makanannya “Majikanmu baik kan, mas?” Tanya Corry lagi mengingat delapan bulan yang lalu Gara disurh segera pulang oleh majikannya keesokan harinya saat ia baru sampai. Corry saat itu berpikir bahwa majikan anaknya adalah orang yang mungkin tidak ramah. “Tuan dan nyonya baik kok, bu” Gara menandaskan air putihnya “Nona Clara juga baik” “Nona Clara?” Tanya Corry “Nona Clara anaknya Tuan Bill. Aku jadi pengawalnya” “Pengawal, mas?” Tanya James Gara menganggukan kepalanya “Aku disana sebagai pengawalnya non Clara, yah” “Wih, mas keren” pekik Shana. Ia membayangkan masnya memakai pakaian formal seperti pria-pria yang berperan menjadi pengawal di drama Korea yang sering ia tonton. Gara tersenyum. “Mas di Jakarta udah punya pacar?” pertanyaan Corry membuat Gara tersedak ludahnya sendiri. Gara nampak kebingungan. “Udah punya, bu. Tuh, tiba-tiba mas kesedak” Shana terkikik geli melihat gelagat kakaknya. “Udah punya ya, mas?” Tanya Corry lagi. Melihat anaknya tidak menjawab, Corry bertanya pada Jono. “Nak Jono, Gara di Jakarta sudah punya pacar belum?” Jono pun gelagapan. Ia melihat kearah Gara yang tamyah biasa saja “Eh.. itu bu… Gara ini…” “Nanti aku kenalin sama ibu” Gara menyela ucapan Jono “Berarti udah punya ya, mas?” pekik Shana “Yah, mas udah punya pacar” Shana menatap ayahnya senang. “Yang penting dia anak baik-baik. Ayah dan ibu setuju ajah mas” ujar James santai. “Siapa orangnya, mas? Ibu kenal nggak?” Corry terlihat antusias “Adalah, bu. Entar dikenalin” Gara mencomot bakwan sayur diatas meja. “Beneran ya, mas. Nanti nggak usah lama-lama pacarannya, langsung nikah ajah” Jono yang duduk disebelah Gara menyenggol kaki Gara dibawah meja. Gara hanya menatapnya sekilas. “Aku pasti nikah, tapi belum sekarang. Nanti. Kalo udah selesai kuliahnya” “Lama, mas. Ibu udah kepingin gendong cucu” rajuk Corry. Corry memang sudah ingin memiliki cucu. Melihat teman-temannya yang kebanyakan sudah memiliki cucu, iapun ingin puteranya segera memiliki anak. “Sabar, bu. Jangan tergesa-gesa. Bener kata Gara. Selesain dulu kuliahnya baru menikah” kata James memberi nasihat. *** Selesai makan malam, Jono pamit pulang. Sebenarnya James dan Corry sudah menyuruhnya untuk menginap, akan tetapi Jono menolak karena harus mengantar Clara esok pagi ke kampus. Diluar rumah, Jono dan Gara mengobrol didepan mobil range rover super white. “Tajir banget, lu” celetuk Jono “Bukan punya gue, bang” Gara tertawa kecil “Nanti gue bilang ke non Clara ‘non, si kunyuk Gara ternyata anak sultan, loh’ ” Gara tertawa pelan mendengar ungkapan Jono. “Lu langsung lamar ajalah non Clara. Keliatan banget dia pingin nikah sama lu. Toh ibu lu juga udah pengen punya cucu” Gara menghembuskan napasnya pelan “Gue nggak setara sama dia, bang” “Nggak setaranya dimana, Ga?” Tanya Jono heboh. Tangannya terbentag seakan memperagakan betapa besarnya kekayaan Gara. Gara tersenyum miring “Belum setara dengan kekayaan tuan Bill” “Aelah elu. Lu cinta nggak sih sama non Clara?” “Cinta banget, bang. Saking cintanya gue sama dia, gue rasanya nggak pantas bersanding dengan perempuan sempurna sepertia dia” jawab Gara. Matanya menatap langit malam yang bertaburan bintang. “Lu kok mikirnya kayak gitu? Non Clara juga cinta sama elu. Apa apa maunya elu, apa apa pasti elu. Selalu ngambek dan nangis kalo elu nggak ada” Jono menghela napas pelan sebelum melanjutkan kalimatnya “Kalo yang elu takutin adalah tuan dan nyonya… Ga, gue kerja dikeluarga Nasution itu dari umur gue lima belas tahun. Dan mereka itu bukan tipe keluarga kaya yang memandang derajat seseorang” ucap Jono. “Satria…” Gara tiba-tiba menyebut nama kakak Clara “Kalo tuan muda Satria, apalagi. Dia tuh kebenyakan punya temen yang dari kalangan sederhana. Dah gue bilang kan, mereka tuh nggak mandang derajat orang. Lu juga pernah cerita dulu waktu lu nembak non Clara. Dia bilang kalo dia nggak peduli kalo lu itu hanya bodyguard” Gara mengehela napas pelan Jono menepuk pelan pudak Gara “Yang harus lu takutin itu cuman satu. Gimana kalo nanti non Clara tau bahwa lu anak orang kaya. Dulu, elu ngakunya anak buruh cuci kan?” Jono terkekeh pelan. “Awas. Entar si non ngambek sama lu” Corry dan James kemudian keluar dari pintu utama rumah besar tersebut. Ditangan Corry membawa kue basah dan botol minum berisi kopi dalam bungkusan tas kain kecil. “Nak Jono, ini buat bekalnya” Corry mengangsurkan bungkusan tersebut. Jono menerimnya dengan sungkan. “Makasih, bu” “Lain kali main-main lagi kesini” ucap james “Iya yah, bu. Kalo begitu saya pamit pulang ya” Jono mencium tangan corry dan james bergantian Saat didalam mobil Jono menurunkan jendela pengemudi. Gara berbisik kecil “Titip Clara ya, bang” “Pasti, dong” Jono membunyikan klakson kemudian menjalankan mobilnya *** Sedangkan di ruang makan keluarga Nasution, Clara melirik handphonenya berkali-kali. Menunggu telephone dari kekasihnya. “Mau tambah, Cla?” tawar Whulandarry Clara menggelengkan kepalanya “Kamu makannya dikit banget, sayang” Clara tidak menanggapi ucapan mamanya karena lagi-lagi fokusnya pada handphonenya “Clara” panggil Bill Clara mengangkat kepalanya “Iya, pa” Melihat tatapan teguran papanya, Clara menjadi gugup “Clara udah kenyang, pa” ucap Clara pelan Bill melanjutkan makan malamnya. “Minggu depan kita liburan keluarga” ucap Bill “Kemana, pa?” Tanya Clara “Bali” jawab Bill “Kan udah sering kesana, Pa” “Kakak kamu kebetulan ada pertemuan disana, sama anak temen papa juga ada yang menikah. Jadi sekalian kita liburan disana” Ucap Whulan Clara menganggukan kepalanya. “Seneng, nggak?” Tanya Whulan “Senengg dong, mam” jawab Clara “Yaudah, ma, pa, Clara naik duluan nggakpapa kan? Besok ada kelas pagi” “Iya, nak. Good night”   To be continue
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD