Pecah Perawan

1045 Words
Setelah menaruh gelas terakhirnya, Shane melangkah kearah sang istri yang masih tertidur pulas denga mimpi-mimpi yang mengiasi tidur malamnya. Sesekali terlihat Stella tersenyum dalam tidur, seolah dia tengah bermimpi yang sangat indah. Hingga akhirnya dia berteriak keras. "Tidaaaakkk!!" teriaknya keras karena terkejut ada yang berada di atas tubuhnya. Matanya masih tertutup hingga dengan susah payah dia membukanya karena dia terus meronta mengelak dari ciuman yang mencoba dia selancarkan di wajahnya. "Shaaane! Apa yang kau lakukan? Kau mabuk Shane...hentikan!!" teriak Stella histeris. "Diam dan nikmati saja, Istriku. Kau lupa bahwa ini adalah kewajibanmu sebagai istriku,hmm?" Bisik Shane tepat di telinga Stella dan itu justru membuat wanita itu merasa jijik melihat pria yang berada di atas tubuhnya. Hingga dengan sekuat tenaga dia berusaha mendorong tubuh sang suami yang terus mencumbunya dengan kasar. "Shaaanee!! Jangan gila. Hentikan!!" teriak Stella lagi dengan kesal. "Toloongg!! Tolonggg....." teriak Stella dengan sekuat tenaga. Tapi sepertinya tidak ada satu orangpun yang menghiraukan suaranya, hingga dia mengulangnya lagi. "Tolooong....tolonggg!!" teriaknya lagi semakin kuat. Kembali tak ada satupun yang mendengar apalagi datang. Karena memang kamar itu adalah kamar kedap suara. Shane tersenyum melihat akspresi sang istri, entah mengapa dia merasa senang melihat wanita di hadapannya tersiksa seperti itu. Hingga membuatnya semakin bersemangat untuk melancarkan aksinya. Shane sedikit meringis ketika tangan sang istri mencakar tubuh atletis miliknya dengan keras, tapi kembali lagi, rasanya semua yang di lakukan sang istri terhadapnya membuat semangatnya semakin terpacu, hingga dirinya semakin tidak memperdulikan apa yang di lakukan sang istri, kini justru kedua tangannya memegangi tangan sang istri, hingga Stella kehilangan tenaga. "Tolong, Shane...hentikan..." bisiknya di iringi derai air mata dengan kepala menggeleng-geleng. "Kamu salah orang. Aku Stella. Wanita yang paling kau benci dan paling ingin kau musnahkan dari muka bumi ini..." bisik Stella lagi membuat Shane menggeram. "Nikmati saja malam ini sebagai istriku. Aku sedang berusaha dengan keras memenuhi kewajibanku sebagai suamimu dan menjadikan rumah tangga kita sempurna. Jadi, jangan banyak omong!" bisik Shane tepat di telinga sang istri sembari menyeringai. "Daripada kau berteriak tidak karuan dan meronta-ronta hingga menghabiskan tenagamu. Lebih baik kau membalas adegan romatis kita malam ini, seperti kau sedang melayani kekasihmu. Anggap saja aku kekasihmu.." bisik Shane lagi membuat Stella ingin meludahi wajah pria di hadapannya. "Jaga omong kosongmu! Aku tidak semurahan itu, sehingga menjajakan tubuhku kepada pria yang bukan sah milikku!" ketus Stella dengan segala kebencian yang merasuki dadanya. "Sudah, jangan munafik kau. Siapa di dunia ini yang tidak menikmati manisnya bercinta, hmm?" gumam Shane dengan perlahan. "Ayolah...kita akan melakukan sesuatu yang biasa kau lakukan dengan priamu..." "Hentikan, Shane! Aku tidak pernah melakukan hal bodoh dengan siapapun!" ucapnya dengan putus asa. Karena tenaganya sudah mulai terkuras sedangkan pria di atasnya semakin gencar melancarkan aksinya seolah rontaan Stella adalah kekuatan baginya. "Diam dan nikmati, paham?!" bisik Shane tegas, lalu dia melancarkan aksinya dan tidak perduli dengan teriakan Stella sang istri. Dan sejenak kemudian Shane membelalakkan matanya menatap wanita yang meringis dengan air mata bercucuran itu seolah tidak percaya. "Ka-kau...." Shane menatap Stella sang istri tak percaya. Tapi dia terus melancarkan aksinya dengan semakin gila hingga membuat Stella pasrah tak berdaya. "Kau...benar-benar masih perawan, Ste! Di zaman seperti ini tapi kau masih menjaga mahkotamu? Bahkan ketika kau adalah seorang model, bagaimana mungkin?" bisik Shane antara antara bahagia dan tidak percaya dengan apa yang dia rasakan. Hingga akhirnya Shane mengakhiri atraksinya di atas tubuh sang istri dengan sebuah lenguhan panjang dan mata terpejam. Dan sejenak kemudian dia mengecup dahi sang istri yang sudah di banjiri keringat dirinya. "Thanks Ste, untuk malam yang indah ini..." bisiknya lalu Shane terkapar di samping Stella yang terisak tak bisa berkata dengan apa yang telah terjadi. "Aku tidak menyangka malam seperti ini akan datang padaku. Aku sudah lama mengubur tentang rasa penasaran dan keinginan ini. Nyatanya hal ini aku dapatkan darimu--istriku. Kau memberikan sesuatu yang tidak pernah aku dapatkan di luaran. Aku bersyukur dengan pernikahan ini..." bisik Shane perlahan dengan senyum mengembang di sela-sela bibir tipisnya. "Sungguh rasanya tak bisa di ungkapkan dengan kata-kata. Ste...sangat menakjubkan..." gumam Shane lagi sembari mulai memejamkan matanya karena terasa berat. Entah mengapa rasa kantuk menyerangnya dengan cara luar biasa, bahkan tanpa bantuan obat tidur seperti yang biasa dia konsumsi. Sungguh aneh, tapi inilah yang terjadi dengan seorang Shane, yang saat ini sudah tertidur pulas dengan dengkuran yang menambah keyakinan bahwa dia telah terlelap. Sementara Stella tak bisa berkata dia memiringkan tubuhnya menatap jam dinding kamar itu yang telah menunjukkan pukul empat dini hari, tapimatanya masih juga tak mampu dia pejamkan, karena air mata terus saja mengalir tak terbendung. Dia menangisi keadaan mengapa dirinya tidak bisa memilih kehidupan yang dia inginkan, hanya karena tragedi yang tidak benar hingga membuat sang ibu harus di rawat intensif di rumah sakit karena pemberitaan tersebut. Tuhan...kuatkan aku menjalani kehidupan neraka ini. Aku tidak tahu kesalahan apa yang telah aku lakukan terhadap pria ini, mengapa dia menyiksaku dengan cara terkejam. Menikahiku hingga menghancurkanku dengan alibi termudah--hubungan suami-istri. Akankah hidupku berakhir seperti ini di dalam neraka berkedok rumah tangga? Isakan tangisnya semakin pilu, hingga membuat Shane sesekali menggerakkan tubuhnya karena mungkin terganggu suaranya. Hingga akhirnya dia menarik semua selimut agar dapat menutup seluruh tubuhnya sampai kepala, Stella menangis di balik selimut hingga dia akhirnya tertidur karena lelah telah menangis semalaman. Keesokan harinya Shane terbangun karena getar ponselnya, dia melihat siapa gerangan yang menghubunginya ternyata Adrian sang asisten pribadi mengiriminya sebuah pesan singkat mengenai jadwal pekerjaan hari ini yang harus dia lakukan. Shane membuka matanya lalu menoleh kearah sang istri yang di tutup selimut sutra tebal berwarna putih. Perlahan dia membuka selimut itu, matanya terbelalak sejenak ketika mendapati mata sembab sang istri. Kenapa dia menangis? Bukankah seharusnya dia bangga bisa tidur denganku? Apa yang dia tangiskan? Ataukah terlalu sakit untuknya? Karena aku merasakan juga milikku sedikit ngilu karena harus berjuang menembus. Hmmm...setidaknya aku sudah merasakan sesuatu yang seperti sebuah dongeng dan belum pernah ada yang merasakan di antara sahabat-sahabatku. Aku menang! Ternyata aku sang pemenang sejati! Gumam Shane dalam hati lalu dia beranjak dari pembaringan hendak berjalan menuju bathroom kamar mewah miliknya. Ketika dia hendak berdiri, sudut matanya melihat sesuatu yang sedikit aneh di atas tempat tidur itu. "Darah? Inikah yang di namakan darah perawan?" gumamnya tak percaya lalu dia menghentikan langkahnya, entah mengapa hasratnya justru menggelora menatap bercak darah yang terdapat di sprey putih tempat tidur miliknya, dimana sang istri masih terbaring di atasnya.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD