"Kenapa kau marah-marah, Sayang? Kita baru berpisah sebentar..." tanya Shane dengan badan sempoyongan, kepalanya terasa pusing.
"Apa yang kau lakukan di Bar itu? Aku melihat fotomu dengan wanita muda?" tanya Divana terlihat uring-uringan melihat sang CEO tengah bersama wanita lain.
Suara tawa memecahkan kamar milik sekretaris yang juga kekasih Shane. "Itu wanita yang di bawa oleh klien aku, Sayang. Kalaupun aku akan bersama wanita lain, mana mungkin aku membawa Adrian yang notabene adalah orang kamu..." kekehnya dengan seringai mengejek kearah Divana.
Sial! Dia tahu Adrian sudah aku amankan. Ini orang paham banget apa yang aku pikirkan,
Berasa gak ada privasi.
"Jadi, kamu tidak menghianatiku Sayang?" Divana menatap kearah Shane mencari kebenaran di balik mata pria itu.
Shane merebahkan tubuhnya dengan kasar di atas ranjang empuk nan mewah kamar itu. Dan secepat kilat Divana mengejarnya menerkam pria yang setengah mabuk itu dengan cumbuan panas, dan menanggalkan pakaiannya satu persatu.
Seperti biasa Shane tidak pernah berhasil menolak ajakan Divana di atas ranjang karena wanita itu memang begitu lihai menghadapi pria.
"Shaanee..." bisiknya dengan nakal tepat di telinga pria yang menjadi CEO di kantornya.
"Apa yang kau inginkan Sayang? Apakah kau ingin membeli tas model terbaru? Kau ingin membelinya langsung ke luar negeri? Siapkan waktumu...dan tenagamu..." bisik Shane nakal sembari menggigit bibir Divana.
Wanita itu tertawa kecil dan merengkuh leher Shane lalu dia memutar tubuh Shane dengan lembut, dan seketika Shane terdiam sejenak.
Melihat Shane menghentikan aksinya membuat Divana mengerutkan dahi, karena dia tidak biasa melihat sang kekasih menghentikan aksi di tengah panasnya permainan.
"Kenapa, Sayang?" tanya Divana manja dengan mengumbar senyum di balik bibir merah menyala miliknya.
Shane beranjak dari tempat tidur dan langsung meraih pakaiannya dengan cepat. Membuat Divana membelalakkan matanya dengan tajam.
Wanita cantik nan seksi itu terlihat diam mematung seperti tidak mempercayai apa yang dia lihat di hadapannya.
"Aku harus pulang segera, Divana. Besok kita lanjutkan, oke?" ucap Shane dengan bergegas pergi bahkan dia tidak mengecup dahi sang kekasih atau setidaknya pelukan perpisahan keduanya seperti biasa.
"Shane! Apa yang terjadi? Shaaanee..." teriak Divana setelah dirinya tersadar dari lamunannya.
"Shane!! Berhenti atau? Kita putus?!" gertak Divana membuat Shane menghentikan langkahnya sejenak. Lalu menoleh kearah wanita yang tengah duduk menatapnya tajam.
"Sampai besok. Aku harus pulang malam ini, ada yang harus aku selesaikan!" tegas Shane dan langsung melangkah keluar kamar.
Mata Divana semakin terbelalak, dadanya bergemuruh menahan kobaran amarah yang kini menyelimuti hatinya.
"Apa yang terjadi sebenarnya? Kenapa Shane begitu berbeda hari ini? Tidak mungkin dia tiba-tiba jatuh cinta pada istrinya, wanita yang paling dia benci. Shane sangat membenci wanita yang mencintai uang. Jadi kenapa dia tidak mendengarkan perintahku seperti biasa? Ada apa?? Aku harus bertanya kepada Adrian apa yang terjadi..." gumamnya sembari mendengkus kesal.
Divana bangkit dan berusaha mengejar Shane memastikan apakah pria itu sudah meninggalkan apartemen miliknya. Setelah melihat Shane tidak ada di apartement nya, Divana tampak semakin murka.
"b******k! Apa yang harus aku lakukan, jika Shane benar-benar jatuh cinta pada wanita lain? Ahh...tidak-tidak. Tidak mungkin hal itu terjadi. Tidak akan mungkin dia bisa mencintai wanita lain selain aku..." gumamnya penuh percaya diri.
"Aku harus bertanya langsung pada Adrian. Harus!" ucap Divana lagi, lalu dia kembali ke kamar dan mencari ponselnya berada.
"Sial! Jangan sampai ini menjadi pertanda buruk bagi hubunganku dan Shane..." gumam Divana sembari mengenakan kimono lalu duduk di sudut tempat tidur dan mulai menulis pesan singkat yang di tujukan kepada bodyguard sang kekasih.
Sementara di lokasi yang berbeda, terdengar suara notifikasi ponsel, hingga membuat Shane menatap tajam pria yang duduk di samping kursi kemudi itu.
"Kalau itu Divana. Katakan tidak ada masalah di rumah. Dan katakan saja kelurgaku ada yang akan berkunjung ke rumah...." tegas Shane membuat Adrian menelan ludahnya sembari menundukkan kepala. "Ingat Adrian! Nyawa adikmu ada di tanganku. Kalau kau sampai ketahuan menghianatiku lagi, tidak hanya adikmu yang akan jadi korban, termasuk seluruh manusia di muka bumi ini yang memiliki aliran darah padamu. Aku tidak suka ada penghianat di sekitarku. Meskipun dia adalah wanita yang aku kencani, tapi dia hanyalah seorang wanita yang aku butuhkan. Bukan prioritas, paham?" tandas Shane dengan tajam membuat Adrian tergagap terlebih setelah mendengar ancaman dari sang tuan padanya.
Seketika bayangan tawa ceria sang adik menari-nari di pelupuk matanya sembari memegang tangkai balon dan gelak tawa yang membuat semangatnya semakin berkobar-kobar manakala melihat sang adik terlihat ceria paska operasi yang di danai oleh Shane.
"Si-siap, Tuan." jawab Adrian dengan bibir bergetar.
"Ingat. Jangan anggap kebaikanku sebagai baiknya orang bodoh! Tanpa kau melaporkan aku juga mengetahui apa yang sedang terjadi. Jadi, jangan mencoba-coba bermain api denganku. Paham?" hardiknya lagi membuat tangan Adrian bergetar karena dirinya telah kedapatan berhianat dari sang majikan. "Karena bagi kalian, terkadang menganggap orang baik dan orang bodoh beda tipis. Jadi jangan tanamkan pemikiran itu padaku. Kau yang akan menyesal, paham?" tegas Shane yang sangat benci dengan penghianat.
"Pa-paham, Tuan." tegas Adrin menundukkan kepala antara malu dan takut.
"Divana selagi bermanfaat maka dia akan aku pakai, dengan catatan aku juga tetap membayarnya. Tapi bukan berarti dia adalah tujuan hidupku. Camkan kalimatku ini sebelum kau menetapkan hatimu harus berlayar kemana." ucap Shane lagi seolah tidak puas dengan penghianatan yang di lakukan sang asisten pribadi yang sudah sangat dia percaya.
"Akan saya camkan Tuan." jawab Adrian lagi, karena dia tidak menemukan jawaban lain yang bisa dia berikan.
Mobil terus melaju menuju rumah mewah miliknya. Hingga akhirnya memasuki gerbang tinggi yang membatasi antara rumahnya dan jalan.
"Lakukan pekerjaanmu dengan benar!" ucap Shane menghentikan langkah sejenak lalu dia kembali melanjutkan langkahnya dan menaiki tangga yang menghubungkan ke kamar miliknya.
Tangannya membuka handle pintu dengan kasar dan matanya menatap waspada kearah ranjang untuk memastikan apakah penghuni kamar itu masih berada di sana.
Dan akhirnya Shane menghela nafas lega manakala mendapati wanita yang baru dia nikahi tertidur pulas dengan pakaian tersingkap.
"Tidur gak ada anggun-anggunnya. Pake mendengkur lagi. Dimana letak kecantikan seorang wanita...dasar!" dengkus Shane kesal melihat sang istri yang terlihat menikmati tidurnya dengan pulas di iringi suara dengkuran yang merdu, hingga menghilangkan sisi anggun seorang wanita.
Shane melangkah menuju mini bar di kamarnya dan menuangkan minuman alkohol perlahan, sembari bergumam.
"Yang jelas, jangan sampai di acara perkumpulan nanti aku di permalukan. Aku harus membuat perhitangan pada wanita ini..." sebuah senyum tersungging lebar menghiasi wajah tampan pria itu. Lalu dia mengangguk-anggukkan perlahan.
Matanya dengan liar melihat belahan paha yang tersingkap dan terlihat betapa mulus dan sexy milik sang istri yang merupakan seorang model terkenal.
Perlahan dia kembali meneguk alkohol demi melancarkan aksi liciknya.