Sean membuka pintu kamar Aron, sudah satu bulan Aron berada di Hong Kong.
Dia menghela nafas berat melihat kamar Aron yang begitu rapi, sudah lama Aron tak tidur di kamar itu.
Pria itu berjalan menuju ke balkon, air mata mengalir di pipinya, apa dia sudah keterlaluan pada Aron selama ini.
" Aneh sekali anak itu.." kata Aaron pada istrinya. " Apa karena Aron sudah di Hong Kong.."
" Dia tidak tahu Aron ke Hong Kong.." kata Natalie. " Sudah ayo, aku harus bertemu Natasha lagi di markas tiga.."
Aaron menganguk sambil merangkul istrinya lalu, mereka masuk ke dalam lift.
Sean kaget ketika tiba tiba ponsel di saku celananya berbunyi.
Pria itu terus merogoh ponsel tersebut, tanpa melihat siapa yang menghubunginya, Sean mendekatkan ke telinganya.
" Sean?"
Kedua mata Sean membulat mendengar suara Aron, dia terus melihat ke layar ponsel.
Benar nama Aron.
" Sean, aku sibuk sekali berapa hari ke belakangan ini, aku sampai tidak ada waktu petang handphone.." kata Aron menjelaskan.
" Sean?" Aron melihat ke layar ponselnya masih tersambung namun Sean tak berbicara.
" Kau di Hong Kong.." tanya Sean setelah berhasil mengontrol diri.
" Iya, kau kenapa seperti tidak baik baik saja, pasti kau sedang rindu berat padaku.." kata Aron dengan ekspresi wajah mengejek.
" Mengaku saja.. karena aku juga sedang merinduimu.."
Sean menjauhkan ponsel dari telinganya karena Aron sedang mencium ponselnya sendiri, terdengar bunyi khas yang langsung membuat Sean bergedik ngeri.
" Kau tahu Sean banyak sekali orang menyebalkan di Hong Kong.." kata Aron sambil merebahkan tubuhnya di atas kasur.
" Aku pindah sekolah lagi, Daddy benar benar menyebalkan, apa coba tujuannya membeli sekolah itu.." celoteh Aron.
" Aku bahkan di layan sama guru di sana seperti seorang raja.." kata Aron lagi padahal Sean sudah hampir membuka bicara.
" Menurutmu, Sean.. aku harus bagaimana.." tanya Aron karena Sean hanya diam.
" Kau jangan diam saja aku bukan membaca berita.." kata Aron mulai kesal.
" Hey Sean.. kau masih hidup kan.."
Sean menghela nafas berat dari tadi dia mau bicara tapi terus di dahului Aron..
" Kau memang sialan.." Aron mematikan talian, percuma dia berbicara panjang lebar tapi Sean hanya diam saja.
" Kau yang sialan.." kata Sean kesal, dia tak di berikan kesempatan berbicara tapi Aron malah kesal tidak jelas.
Tapi kemudian pria itu tersenyum, Aron menghubunginya artinya Aron sudah tidak marah padanya.
***
Darren masuk ke ruang kerja Daddynya, dia di panggil ke sana karena ada yang penting ingin di bicarakan..
" Daddy.."
" Duduk.." kata Dylan mempersilakan anaknya duduk. " Kamu kenapa? Terlihat lesu.."
" Aku baik baik, aku kurang fokus saja, aku juga ada ujian tadi.."
" Bukan karena Aron.." tanya Dylan tenang tanpa melihat sedikit pun pada anaknya.
Darren tersentak kaget, tapi dia segera mengubah raut wajahnya.
" Setelah lulus, kamu ingin ke mana, Ren.." tanya Dylan mengalihkan bicara..
" Aku ingin meneruskan bisnis Daddy, terserah legal atau illegal.." jawab Darren acuh.
Dylan tersenyum, dia sangat ingin anaknya meneruskan bisnisnya tanpa paksaan seperti yang di inginkan istrinya.
" Mulai minggu depan Daddy ingin kamu belajar mengelola bisnes cabang Daddy di Italia.."
" Kenapa harus yang di Italia, Daddy.."
" Daddy ingin fokus dengan perusahaan pusat saja, Ren.."
" Apa tidak sebaiknya aku pindah sekolah di Itali saja Daddy.."
" Jadi kamu akan berjauhan dari Sean dan Rayyan teman baik kamu.." kata Dylan dengan ekspresi wajah menyindir.
" Tidak apa apa.. kami sudah dewasa sudah seharusnya mencari haluan masing masing.."
Dylan hanya mengangguk mengerti, dia mengambil sesuatu dalam laci lalu di serahkan pada anaknya.
" Tugas kamu malam ini, bawa Rayyan.. dia free malam ini.."
" Baik Daddy.." Darren menerima map yang di berikan Daddynya.
" Hubby.." Sarah masuk ke dalam ruangan itu hanya memakai piyama tidur sangat seksi..
" Aku akan ke kamar.." Darren beranjak dari duduknya, dia melirik kearah Mommynya sekilas.
Sarah menundukkan kepala, dia sama sekali tak tahu ada anaknya disana.
" Sini sayang.." Dylan menarik tangan istrinya, dia mendudukan wanita itu di pangkuannya.
" Tutup pintu Darren.. kalau ada yang mencari Daddy, katakan Daddy sedang sibuk.."
Kalau Dylan sama sekali tak peduli, maka beda dengan Sarah yang sangat malu.
Darren mengangguk kaku tanpa menoleh lagi ke belakang, dia terus berjalan keluar sambil menarik daun pintu.
" Ada apa sayangku.." tanya Dylan sambil memeluk pinggang istrinya.
" Tadi itu sangat memalukan.." kata Sarah sambil menundukkan kepala.
" Tidak usah malu.. Darren pasti sudah faham.." jawab Dylan tak peduli..
" Karena itu aku malu.." Sarah mencium pipi Dylan. " Aku merindukanmu.."
" Tumben.." Dylan mencolek dagu istrinya menggoda wanita itu.
" Jadi di mana, di sini saja atau di kamar.." tanya Dylan sambil memegang tengkuk istrinya..
" Di kamar saja.." jawab Sarah malu malu, dan lebih menyebalkan Dylan malah tertawa seolah mengejeknya.