Dua puluh menit kemudian.
Bekti memasuki gedung kolam berenang yang ada di kampus. Namun, begitu memasuki ruang tersebut, tiba-tiba pintu ruangan ditutup dan di kunci. Bekti menggedor-gedor beberapa kali, tak ada orang yang membuka pintu untuknya.
"Siapa sih yang iseng gini? woy buka woy! anjirrlah," Bekti mengomel sambil memukul-mukul pintu yang terbuat dari besi tersebut. Hari ini adalah akhir pekan, mahasiswa jarang yang ada kuliah hingga sore hari. Bekti putus asa, mungkin tidak ada yang akan membukakan pintu untuknya. Tenggorokannya pun sudah sakit berteriak dari tadi.
Bekti akhirnya masuk lebih jauh ke dalam ruangan sambil clangak clinguk, "Gak ada orang ya disini? hallo, ada orangkah? hallo holla hallo,"
Tak disangka dari dalam ruang ganti muncul seseorang yang sangat tak Bekti harapkan. Dia adalah Cahyo, dengan wajah kesal dan tangannya yang sibuk mengenakan kemejanya. Dari tampilan rambutnya yang basah terlihat bahwa Cahyo baru saja habis berenang.
"Siapa sih dari tadi berisik banget?" Cahyo berjalan cepat mencari sumber suara yang dari tadi membuatnya tak nyaman, "Astaghfirullah!"
"Aaa! Bangke, kenapa lu gak pake baju!" Bekti berteriak sambil menutup wajahnya.
"Harusnya gua yang kaget njirr. Lu ngapain di mari! Kamprett, ini kenapa coba, ngancingnya susah bener," ucap Cahyo sambil memasang kancing kemejanya satu persatu.
"Heh! umur segini masangin kancing doank gak becus, itu tinggi sebelah anjirr,"
"Ha, beneran? bentar-bentar," Cahyo membuka kembali kancing yang telah dia pasang lalu mulai memperbaiki lagi, "Tunggu dulu. Ngapain lu disini? pasti lu sengaja, kan. Pen liat gua berenang?"
"Idih, ngapain gua liatin lu, kayak gak ada kerjaan aja,"
"Trus ngapain? malah gua kebetulan gak pake baju lagi," Cahyo menutup tubuhnya dengan tangan sambil menatap Bekti waspada.
"Heh, jangan lebay lu. Sok sok kaget gitu, kayak gua gak pernah liat aja. Denger ye, Sat. Kelebihan lu itu cuman tinggi ama kuping gajah doank. Yang lain? hmm!" Bekti mengarahkan jempolnya ke bawah, "Apalagi yang itu, haa, jari kelingking!" ucap Bekti mengacungkan jari kelingkingnya ke arah Cahyo.
"J-Jari kelingking? ngasal ya lu kalo ngomong!"
"Emank iya kok,"
"Aishh, ngapain sih lu disini? pergi sana, ngeselin bener!"
"Eh, Sat. Bang to the Sat. Kalau gua tau lu disini, gua juga gak bakal kesini. Tuh, liat. Pintunya dikunci, gak bisa keluar. Hengpon lu mana? siniin, gua mau nelpon."
"Hengpon gua ketinggalan, hengpon lu mana?"
"Hengpon gua abis batre, anjirr bener dah," Bekti kembali ke arah pintu lalu menggedor-gedor lagi, "Woy, buka woy! siapa sih nih yang bikin perkara?"
"Minggir dulu sana," Cahyo maju, lalu berusaha mendorong pintu tersebut, "Aish, siapa nih yang ngunci, biasanya gua juga berenang ampe malam, gak ada yang ngunciin,"
"Gimana nih, gua mau pulang,"
"Gimana lagi, tunggu aja ampe besok. Lagian lu pulang kayak ada yang nyariin aja,"
"Eleh, lu juga sama. Gak ada yang nyariin,"
"Ye sembarangan. Lu gak liat Maya pacar gua yang cantik jelita? dia pasti bakal nyariin gua. Apalagi hengpon gua ketinggalan,"
"Picir gui ying cintik jiliti, wekk," Bekti mengejek Cahyo dengan kesal, "Eneg gua dengernya. Sana lu, jauh-jauh!" Bekti menendang-nendang Cahyo.
Setengahbjam kemudian. Cahyo dan Bekti duduk di samping kolam. Bekti tampak tertunduk sambil menutup matanya karena dia mengantuk.
"Eh, Cing ...." Cahyo menendang-nendang kecil kaki Bekti.
"Apaan!"
"Buset, langsung ngegas. Lu mau tidur samping kolam? pindah sana, ke ruang loker. Ntar lu yang nyebur, gua yang repot."
"Apaan sih, nyebelin banget. Gak bisa liat orang seneng ! #¥^€π`^¥¶¥^¥^`𥮥÷€®&*," Bekti pergi sambil mengomel.
Setengah jam kemudian. Cahyo menghampiri Bekti yang ada di ruang loker. Lalu melempar jaket dan jaket tersebut mendarat ke wajah Bekti.
"Apaan sih lu!" Bekti langsung emosi tinggi.
"Pake tuh jaket. Disini dingin. Entar lu sakit, gua yang repot. Elu tuh kan gampang nularin penyakit,"
"Bisa gak sih, ngasinya gak usah pake lempar-lemparan!? *#%^€÷~|√%™€×$^¥°¥°¥™¥™$°," Bekti ngomel-ngomel lagi.
Tiga puluh lima menit kemudian. Lampu tiba-tiba mati. Bekti masih di ruang loker duduk sambil memeluk lututnya. Lima belas menit lamanya dia berada dalam kegelapan. Namun beberapa detik kemudian, Cahyo tiba-tiba duduk di samping Bekti, membuat Bekti kaget.
"Ngapain lu disini?" tanya Bekti dengan wajah kesal yang tak terlihat karena di dalam gelap.
"Jangan sok iyes. Elu kan takut gelap. Terimakasih donk, gua udah mau duduk di sampinge elu,"
"I-Iya ... tapi agak geser sikit, ngapain lu nem ..."
Bekti terdiam karena tiba-tiba Cahyo menyentuh kepala Bekti, dan menyandarkan kepala Bekti ke pundaknya.
"Ssst ... jangan berisik. Tidur aja, gua ngantuk."
Berkat lampu mati, dan kepala disenderin. Bekti tidak mengomel lagi.
To be continue