"May, kamu apa-apaan sih, kalau dia jatuh gimana!" Cahyo meninggikan suaranya. Semua orang terdiam, Lastri menutup mulutnya tak percaya. Bekti membatu sejenak, dan Maya terbelalak mendengar perkataan Cahyo. Baru kali ini Cahyo bicara menggunakan nada tinggi padanya.
Maya tampak kesal, dia bertolak pinggang dan menatap Cahyo tajam, "Mas, kamu bentak aku cuman gara-gara cewe itu?" Maya menunjuk Bekti dengan geram.
Bekti berkedip setelah beberapa menit, lalu menjauhkan dirinya dari Cahyo. Cahyo menghela nafas. Tampaknya dia baru sadar dengan apa yang dia lakukan. Dia mengusap wajahnya dengan pikiran kacau.
"S-Sayang .... maksud aku. Kamu gak boleh ngelakuin hal buruk ke orang lain," ucap Cahyo. Dia kembali bicara dengan suara rendahnya yang berat.
"Emank aku ngelakuin apa? aku gak ngalkuin apa-apa kok ke dia,"
"Aku lihat. Kamu itu nyandung kaki Bekti."
"Aku gak sengaja, Mas."
"Gak sengaja apanya. Gua ngeliat dengan mata kepala gua sendiri, kalau lu jegal Nces biar jatuh. Ih pake ngeles gak sengaja segala," Lastri menatap Maya dengan jengkel.
"Lu jangan asal ngomong. Gua emank gak sengaja. Siapa suruh temen lu jalan gak liat-liat!"
"Heh pake salahin temen gua segala ..."
"Mak, udah ... janga ribut. Gak enak ih, ini kan ulang tahun Pak Rektor. Lagian Bekti gak papa, kok." Bekti menjauhkan Lastri dari Maya, agar tidak terjadi baku hantam.
"Cing, lu beneran gak papa, kan?" tanya cahyo lagi, yang membuat Maya semakin kesal.
"Mas, kok lebih perhatiin janda itu sih, dari pada pacar sendiri?" ucap Maya sambil memukul bahu Cahyo.
"Ya Mas cuman mau mastiin aja. Lagian kenapa kamu manggil Bekti begitu? ini lagi rame orang,"
"Kenapa emank? semua orang di kampus tau kok, kalau Bekti itu janda,"
"Heh, Caplang. Mending lu urusin cewe lu baik-baik. Jangan sampe gua hilang kesabaran," Bekti menatap Cahyo. Cahyo mengerti apa yang Bekti maksud. Jika Maya terus memancing emosinya, bisa saja Bekti membocorkan hubungan mereka. Bahwa Bekti janda, dan Cahyo duda. Bahwa mereka berdua pernah menjadi suami istri dan bercerai.
"Mak, mending cabut dari sini. Males banget urusan sama orang dangkal," Bekti menggandeng Lastri.
"Ayuk ah Cyin. Gua juga males, dangkal plus kampungan banget nih manusia. Kuylah kita cari makanan," Lastri mengibaskan rambutnya yang panjang, dan kibasan tersebut hampir mengenai Maya. Maya mengepalkan tangannya geram. Dia ingin menjambak Lastri, namun Cahyo menahannya.
"Mas! kamu denger mereka ngomong apa? lepasin aku, aku mau hajar tuh mulut lemesnya si Tukang Gosip!"
"Udah. Jangan berlebihan, malu tau. Ini lagi pesta Rektor, jangan bikin masalah disini."
"Arghh!" Maya menarik tangannya dari Cahyo lalu beranjak pergi dengan kesal.
Cahyo menghela nafas lemah. Dia berbalik dan menatap Bekti dari kejauhan. Bekti yang sedang menyibukkan diri dengan makanan di depannya sangat merasa bahwa Cahyo memperhatikannya. Dia mengangkat kepala lalu balas menatap Cahyo. Dari jarak lima belas meter tersebut, mereka bertatapan hampir satu menit lamanya. Keduanya terdiam di tempat masing-masing. Hingga akhirnya Bekti menggeleng beberapa kali, lalu berbalik menghindari Cahyo.
***
"Sialan! Mas Cahyo kenapa pake bantuin si Bekti segala, sih? harusnya tadi tuh janda gatel tersungkur ke lantai, tapi malah ditangkepin. Ngeselin banget!" Maya menatap cermin dengan kesal. Sekarang dia berada di toilet sambil terus mengomel dan menyumpahi Bekti. Sudah hampir sepuluh menit. Dia tidak mempedulikan orang-orang yang keluar masuk. Dia terus saja mengomel, mengumpat semaunya.
"Ka, Maya disini ternyata!" Mey yang baru saja masuk ke dalam toilet, berseru kepada Rika yang menunggunya di luar. Rika ikut masuk menyusul Mey yang lebih dulu menghampiri Maya.
"May, kemana aja sih? kita muter-muter nyariin lu di luar," tanya Mey begitu tiba di dalam.
"Iya nih, gua kira lu udah balik. Masa cepet banget baliknya, kita kan mau party abis ini," sambung Rika. Dia memeriksa polesan lipstick yang dia kenakan, lalu menambahkan selapis lagi karena dirasa kurang cetar membahana.
"Gua lagi kesel nih ama Mas Cahyo. Masa ya, tadi gua mau bikin si Bekti, janda gatel itu jatoh. Eh Mas Cahyo malah nolongin. Argh! kesel banget tau gak sih,"
"Waduh, kok gitu? jangan-jangan ... pacar lu udah tergoda sama Bekti si Jendes lagi, Say," Mey terkekeh sambil menutup mulutnya. Maya menatap Mey kesal. Melihat itu, Rika menyenggol Mey agar tidak melakukan provokasi lebih jauh.
"Jadi gimana, May? apa kita kasih pelajaran lagi tuh si Jendes?" tanya Rika kemudian.
"Halah, kasih pelajaran gimana. Ide lu yang sebelumnya aja gagal."
"Gak gagal ih, kan dia kekunci di kolam renang semaleman,"
"Iya, tapi dia kekunci ama cowo gua, anjirr,"
"Iya de, maap. Tapi kita kudu kasih dia pelajaran lagi tuh, kalau gak nanti dia ngelunjak."
"Trus kasih pelajarannya gimana? Mas Cahyo bisa-bisanya lagi belain si Bekti. Pen gua bejek-bejek tuh cewe,"
"Mey, ada ide gak?" Rika meminta saran dari Mey.
"Ide? hmm gimana kalau ...." Mey mendekat lalu berbisik kepada Maya dan Rika. Setelah Mey berbisik, mereka bertiga tersenyum senang. Lalu saling melakukan tos dan keluar dari toilet setelah beberapa saat.
***
Waktu menunjukkan pukul sebelas malam. Rektor Raka yang berjiwa muda dan bebas tersebut, membiarkan para mahasiswa menikmati pesta hingga puas. Makanan enak, minuman dan musik tiada habisnya. Namun Rektor Raka malah pamit duluan untuk tidur, sementara pesta terus berjalan dengan pengawasan security yang sengaja dia sewa untuk pestanya.
"Kamu kenapa? nyariin Bekti ama Lastri ya?" tanya Lulu ketika melihat Danar yang sejak tadi clangak clinguk di keramaian pesta.
"Iya. Kamu kenapa masih disini? bukannya kamu mudah ngantuk, kalau mau tidur pergi aja,"
"Ya masa aku pergi tidur duluan. Papa udah naik juga, gak enak sama tamu kalau tuan rumahnya gak ada di pesta."
"Kan ada security yang jagain, lagian kalau nih anak-anak dibiarin, bakal gak selesai-selesai. Bentar lagi aku minta security buat bubarin pestanya,"
"Tapi kan ..."
"Aku cari Bekti ama Lastri dulu,"
"T-Tapi, Danar ... hah," Lulu menghela nafas. Danar memang tampak lebih ramah tak seperti awal dia kembali. Namun, kadang dia bersikap cuek dan dingin. Lulu tak mengerti pikiran apa yang ada di otak Danar. Laki-laki itu sangat sulit di tebak. Mungkin saja dia sedang membatasi dirinya, atau berusaha melindungi diri agar tak terluka lagi oleh perlakuan Lulu. Yah, setidaknya itulah yang Lulu pikirkan.
Lulu yang sedirian merasa sedikit bosan. Dia menatap ke sekitar, lalu memilih untuk pergi ke kolam berenang, disana juga ada beberapa mahasiswa yang sekedar nongkrong dan bercanda di sekitar kolam tersebut. Yang jelas, mereka tak masuk ke kolam, demi apa. Walau langit bersahabat namun cuaca sedikit dingin, dan tentu saja ini bukan pesta kolam renang. Jadi tak mungkin ada mahasiswa yang berenang malam-malam begini.
"Semua udah selesai?" Maya berdiri di samping kolam, bersama Rika dan Mey. Mereka tampak merencanakan sesuatu. Dengan senyum jahat, Rika dan Mey mengacungkam jempol kepada Maya, "Bagus. Sekaramg tinggal panggil si Jendes itu kemari," ucap Maya kemudian.
"Gak perlu manggil, Say. Liat tuh, si Jendes lagi jalan ke mari," Rika menunjuk Bekti yang sedang tertawa terbahak-bahak sambil berjalan pelan bersama Lastri.
"Kesempatan bagus nih," Maya menaikkan dagunya, lalu menatap Bekti dengan sombong, "Heh! Janda. Sini lu, gua mau ngomong!" seru Maya. Sontak semua orang menatap ke arah Bekti. Bekti dan Lastri terhenti sejenak. Lastri mengepalkan tangannya sambil menyipitkan mata menatap Maya, sedangkan Bekti hanya menghela nafas.
"Itu orang ngapain sih, Nces? musuh banget kayaknya sama lu. Salah makan apa sih dia?" ucap Lastri sambil menjulurkan lidahnya, mengejek ke arah Maya.
"Udah ah, Mak. Jangan diladenin, nanti mereka makin jadi. Balik arah aja kita," aja Bekti sambil berbalik.
"Mau kemana lu? mau kabur? janda gatel. Gua tau sekarang, lu itu pengen rebut Mas Cahyo dari gua, kan?"
Ucapan Maya membuat Bekti terkekeh, "Yaelah, kurang kerjaan banget gua ngerebut si Caplang. Kayak gak ada cowo laen aja," batin Bekti sambil menyeringai tak habis pikir.
"Gak ada reaksi, Say. Mending ngomong yang lebih pedes lagi, biar dia erosi, eh emosi," ucap Mey menepuk bahu Maya.
"Sialan nih cewe. Heh, Bekti! gau tau lu janda. Butuh pegangan hidup, tapi gak ngerebut pacar orang juga donk, kan banyak cowo jomblo di kampus kita. Lu kan bisa gebet mereka, kalau mereka mau sih. Jangan sentuh-sentuh punya orang laen!"
"Woy, Anoa. Lu ngomong apaan sih? jangan ke pd an. Nces gak minat tuh, rebut cowo lu. Idih, macem cakep aja cowo lu njirr." Lastri yang kesal membalas perkataan Maya.
"Mak, dia tuh stress. Biarin aja dah," Bekti menggelengkan kepala ke arah Lastri, lalu memberi kode agar mereka segera menjauh dari Maya.
"Lu juga ngebet banget kan ama Danar? hahaha, ya ampun. Tobat kenapa, Say. Jangan pengaruhi cowo baik kayak Danar. Buruk banget sih kelakuan elu," Rika buka suara.
"Wah, pinter bener ngarang fitnahnya, ahli neraka banget kalian!" seru Lastri. Bekti mengepalkan tangannya, berusaha menahan emosi dari tadi, "Nces, gimana nih. Kita pergi atau jambak tuh rambut si Nenek Lampir,"
"Sialãn banget. Mereka ada masalah apa sih ama gua?!" Bekti berbalik lalu menatap Maya dan gengnya tajam.
"Dia udah mulai terpancing, May," bisik Rika.
"Good. Lu emank jago," Maya tersenyum kepada temannya tersebut, lalu kembali menatap Bekti dengan remeh.
"Denger kalian, semua. Bukannya cewe kayak gini harus di boikot. Meresahkan banget, kalian yang cewe-cewe jaga pacar kalian masing-masing. Kalau gak mau terpikat sama nih Jendes," Maya kembali menambahkan minyak ke dalam api yang mulai menyala.
"Itu kenapa ya rame-rame?" Lulu yang baru saja tiba di kolam berenang, tampak penasaran lalu mendekat ke arah Bekti dan Maya yang saling berpandangan.
"Mulut lu disekolahin gak sih? jangan seenaknya fitnah gua. Elu yang kayak iblis betina dari awal. Gua gak pernah ada masalah ama lu!" Bekti mulai buka suara.
"Hah, Iblis teriak Iblis. Lu aja berani ngurung diri sendiri sama cowo gua di kolam renang. Pasti lu juga bakal usaha gebet cowo lain kan. Sekali lagi gua bilangin weh, hati-hati. Jaga cowo kalian masing-masing!"
"Sialàn banget nih cewe, tutup bacot lu!" Bekti emosi lalu mendatangi Maya.
Lulu baru saja tiba disana, dan melihat ada yang tak beres. Dari penglihatannya Bekti dan Maya akan saling baku hamtam. Benar saja, Bekti menarik rambut Maya dengan dan Maya pun mulai menarik rambut Bekti. Perkelahian tak terhindarkan. Lulu berlari, dan berusaha melerai mereka. Namun, keduanya tak mau berhenti.
"Kalian kenapa berantem? udah berhenti!" seru Lulu sambil berusaha menarik Bekti, "Kalian kenapa nonton aja! pisahin mereka dulu!"
Para mahasiswa tak ada yang mau bergerak. Mereka malah tertawa dan memvidiokan adehan tersebut. Lulu hendak meminta bantuan Lastri. Namun niatnya diurungkan. Karena Lastripun kimi sedang baku hantam dengan Rika. Sementara Mey berteriak sambil memberi semangat.
"Hah, Bekti, Maya, berhenti!" Lulu masih berusaha memisahlan kedua singa betina tersebut. Namun, tiba-tiba Lulu terpeleset. Lantai di bawahnya entah bagaimana menjadi licin. Maya melihat hal itu lalu mendorong Bekti. Bekti tanpa sengaja malah mendorong Lulu. Byur! Lulu akhirnya jatuh ke kolam berenang.
"Lulu! gaize, Bekti dorong Lulu ke kolam!" teriak Mey mengeruhkan suasana.
"Lulu!" Bekti mengulurkan tangannya berusaha meraih Lulu. Namun dia juga terpeleset dan terjatuh, lututnya membentur keramik yang keras. Sementara itu, Lulu yang mengenakan gaun dan high heels kesusahan untuk berenang. Sepatu yang dia kenakan tersangkut ke gaunnya. Hingga dia tak bisa bergerak. Lulu panik, dia hampir pingsan karena banyak meminum air.
"Lulu! Nces gimana nih, gua gak bisa berenang!" Lastri uring-uringan. Bekti berusaha bangkit, dengan terpincang dia hendak terjun ke kolam. Namun, tiba-tiba Cahyo datang menahan Bekti. Sementara itu, Danar berlari dan langsung terjun untuk menyelamatkan Lulu.
"Lu gak bisa berenang," ucap Cahyo membuat Bekti melemah, lalu terduduk di pinggir kolam.
Danar berhasil membawa Lulu ke atas. Lulu tak sadarkan diri, dengan panik Danar memeriksa keadaan Lulu.
"Lulu, bangun!" ucap Danar sambil menepuk pipi Lulu. Tak ada reaksi apapun. Danar kemudian memeriksa denyut nadi Lulu. Denyut nadi terdengar lemah, hal itu membuat Danar semakin panik.
"Lulu, kamu denger aku?" Danar melakukan CPR atau RJP (resusitasi jantung paru) beberapa kali. Lulu masih saja tak bergerak. Tak punya cara lain. Danar langsung memberikan nafas buatan, sambil melakukan CPR. Sekali, dua kali, Danar kelelahan namun dia tak bisa menyerah. Tiga kali, dan ... akhirnya Lulu terbatuk. Air keluar dari mulutnya dan dia bernafas lagi. Semua orang merasa lega. Terutama Danar, dia langsung memeluk Lulu erat, sambil menarik nafas dalam.
"Syukurlah, kamu gak kenapa-napa," gumamnya dengan suara lirih.
"Mas Cahyo," Maya memasang wajah sedih sambil menatap Cahyo. Rambut dan riasannya berantakan. Cahyo yang tadinya berlutut di samping Bekti langsung berdiri menghampir Maya.
"Kamu gak papa?" tanya Cahyo kemudian, sambil merapikan rambut Maya.
"Aku gak papa. Tapi ... Lulu hampir celaka. Bekti dorong Lulu ke kolam renang," semua mata tertuju pada Bekti. Bekti berdiri lalu menatap orang-orang yang seperti menghakiminya. Bahkan Cahyo menatapnya dengan tatapan aneh, "Liat, kalau gak ada Danar, Lulu pasti celaka," sambung Maya kemudian.
Bekti menatap Danar yang masih memeluk Lulu. Beberapa detik kemudian, Danar bangkit sambil menggendong Lulu di depannya. Dia lalu menatap Bekti sambil menarik nafas panjang, "Aku bawa Lulu ke rumah sakit dulu. Jangan khawatir, semua bakal baik-baik aja." Ucap Danar kemudian berlalu meninggalkan pesta yang kacau tersebut. Beruntung Pak Rektor sudah tidur dan tak menyadari apa yang terjadi pada pestanya.
"Kalian ngapain ngeliat Nces kek begitu? mata kalian mau di colok satu-satu, hah?" Lastri risih melihat para mahasiswa yang menatap Bekti seolah Bekti melakukan keslahan fatal, "Denger semua. Bekti itu gak sengaja ngedorong Lulu, Bekti juga tadi jatuh kok pas mau nyelamatin Lulu."
"Halah, paling juga pura-pura jatuh, biar gak perlu turun ke kolam renag," celetuk Mey diantara bisikan para mahasiswa lain.
"Udah de, ngeladenin orang stress emank gak ada habisnya. Nces, lu gak papa, kan? pulang aja yak, kita naik taksi," Lastri merangkul Bekti.
"Liat tuh, mereka mau kabur. Kalau Bekti gak sengaja jatuhin Lulu, kenapa coba dia gak langsung tolongin, sampe Lulu hampir kehabisan nafas gitu," sambung Mey lagi.
"Jangan menggiring opini de lu. Nces itu ..."
"Bekti gak bisa berenang," Cahyo memotong perkataan Lastri, "Gua gak tau dia sengaja atau gak. Tapi dia emank gak bisa nolongin Lulu karena dia emank gak bisa berenang. Daripada kalian rusuh dimari, mending kalian pulang ke rumah masing-masing. Pestanya udah selesai, Tuan rumahnya kecelakaan, gak malu apa kalian masih disini juga. Bubar semua bubar!" Cahyo menaikan suaranya. Para mahasiswa bubar sambil berceloteh tentang kejadian yang baru saja terjadi dengan versi mereka sendiri. Ada yang mengatakan bahwa Bekti memang sengaja mendorong Lulu, ada yang mengatakan Bekti hanya salah dorong, karena sebenarnya dia berniat mendorong Maya. Ada yang mengatakan Bekti memang tidak menyangka bahwa dia bisa membuat Lulu celaka, karena dia berkelahi dengan Maya. Semua pulang dengan cerita masing-masing.
Bekti terpincang-pincang dipapah oleh Lastri masuk ke dalam taksi. Mereka akhirnya melaju, sementara itu Cahyo mengawasi mereka dari kejauhan sambil menunggu Maya yang masih berada di dalam toilet untuk memperbaiki rambutnya.
"Mantap banget, Say. Niatnya kan elu yang pura-pura jatuh trus pura-pura tenggelam. Eh malah Lulu yang kena sasaran. Untung besar kita hari ini," Rika berlontak gembira, lalu fokus memperbaiki riasannya.
"Hah, rasain tuh si Jendes gatel. Main-main ama gua, rasain akibatnya." Maya menyeringai, lalu menyapukan lipstick merah menyala ke bibirnya.
"Pretty Squad, sukses!" teriak mereka bertiga kemudian.
To be continue