Bertemu Dengan Laki laki Arogang Lagi

1194 Words
Adnan duduk di kursi kebesarannya, ia memutar-mutar kursinya sembari menatap kertas di tangannya. Mengetahui kalau Hira sudah menikah dengan Fano ada api membara yang membakar hatinya. Tiga tahun yang lalu ia mati-matian mengejar Hira, pada akhirnya dokter cantik itu harus menikah dengan mantan rekan kerja Adnan . Ada perasaan yang membara dalam hati Adnan. Tiga tahun yang lalu ia sesumbar berkata akan menikahi Hira dengan mudah, ia juga berpikir kalau Hira akan mengejarnya sama seperti mereka remaja dulu. Kini lelaki berwajah tegas itu hanya bisa tersenyum kecut sembari menatap selembar kertas di tangannya. “Kamu mendapatkannya begitu mudah bahkan mereka menjodohkanmu,” Penolakan ayah Hira melintas di benaknya. Adnan tidak sadar kenapa Zafar sampai menolak dan membenci Adnan. Semua itu berawal karena sikap sombong Adnan di masa lalu. Fano, baru satu bulan di kenal Hira saat itu tetapi sudah setuju menikah karena Zafar melihat lelaki itu baik, tapi Adnan yang datang melamar Hira ditolak dan dipermalukan di depan keluarga.Saat Adnan tenggelam dalam lamunannya suara ketukan pintu terdengar. “Masuk!” suruh Adnan dengan suara tegas. Pria bertubuh tinggi besar berambut gondrong masuk, membawa beberapa kertas dan foto. Adnan menatap serius pria di depannya. “Apa kamu sudah mendapatkan yang aku minta?” “Sudah Bos. Ini alamatnya, dia membuka klinik di sana.” “Lalu apa hubungannya dengan pria itu?” tanya Adnan ia memastikan semuanya. Pria besar itu meletakkan beberapa foto, “Mereka sudah menikah dan sudah memiliki satu putra.” ‘Wah, hebat menikah dan sudah punya anak. Pada akhirnya kamu melahirkan anak pria lain’ Adnan membatin. Adnan meraih foto yang dipegang anak buahnya. Dalam foto tersebut Fano tertawa bahagia saat Hira memeluk lehernya. Dalam foto itu juga Hira dan Fano sedang menikmati sebuah pesta dance, tangannya melingkar dipinggang Hira dengan wajah yang bahagia. Melihat itu Adnan merebukkan foto di tangannya menggulungnya dan membuangnya ke tempat sampah. ‘Kalian berdua hidup bahagia, sementara aku hidup sengsara selama tiga tahun ini, aku tidak bisa menerimanya. Aku sudah katakan padamu Hira, kamu hanya milikku tidak boleh ada orang lain yang memilikimu’ Adnan berkata dalam hati sembari menatap tajam pada lembaran kertas di depannya. “Apa yang akan saya lakukan, Bos?” “Beli gedung termasuk kliniknya.” “Baik Bos.” Dion adalah pengawal Adnan saat ini. Pria bertampang dingin itu dikenal nekat dan berani. Ia melakukan apa yang diperintahkan Adnan. Ia membeli gedung klinik Hira. * Tentu saja wanita itu murka, karena perjanjian kontraknya masih ada satu tahun lagi. “Apa maksudnya semua ini. Saya sudah bayar sewa gedung ini selama satu tahun dan saya juga punya surat kontrak,” ujar Hira . “Saya tidak punya urusan.” “Loh, tidak boleh seperti itu dong Pak, kalau bapak melanggar bapak bisa kena pidana.” Hira menjelaskan semuanya . Dion sebelas dua belas dengan bosnya ia terlihat tidak peduli dengan protes yang dilayangkan Hira pria itu tetap meminta Hira untuk segera mengosongkan tempat tersebut. Hira tidak mau, ia menolak keras bahkan mengancam pria dilaporkan ke polisi. Namun, semuanya sudah diatur Pemilik gedung ia ingin mengembalikan uang Hira. Dokter cantik itu tidak terima lalu mengancam akan membawa hal itu ke rana hukum. “Dari pada dokter buang-buang uang ke pengadilan, lebih baik temui pemilik baru gedung ini, saya juga tidak bisa berbuat apa-apa,” ujar wanita itu memperingatkan Hira. “Baik, berikan saya alamatnya. Memang dia pikir dia siapa?” Hira meradang saat ada orang yang berbuat semena-mena padanya. Wanita itu memberikan alamat dan nomor telepon Adnan pada Hira, tidak menunggu lama dokter cantik itu bergegas menemui Adnan. Menurut alamat yang dipegang Hira menuju sebuah Villa mewah di pinggir pantai Bali. Tiba di sana Hira masih mengenakan seragam dokter, ia terus menerus menekan bel, sikapnya yang tidak sabaran membuat seorang pekerja berlari dari dapur. Namun, Adnan melarangnya ia ingin Hira marah. Hira menekan bel terus menerus Adnan tersenyum dingin melihat layar ponsel. “Kita bertemu lagi Hira.” Ia menekan tombol otomatis dari ponselnya dan pintu itupun terbuka, Hira berjalan tergesa-gesa sambil memanggil pemilik rumah. “Permisi!” Seorang pria berbadan tegap membawa Hira menemui pemilik rumah sekaligus pemilik gedung. “Lewat sini Nyonya.” Tiba di belakang Hira disambut pemandangan yang sangat indah, hamparan pantai dengan pasir putih dan lautan biru, tetapi ia kembali mengarahkan fokus nya, seorang pria sedang duduk membelakanginya. “Permisi, saya dokter Hira penyewa bangunan klinik, boleh kita bicara, Pak?” Adnan tidak menoleh ke belakang,”Kemarilah, kita bicara di sini.” Hira menyengitkan kedua alisnya, suara bariton itu sangat familiar di kupingnya, ia menurut dan berjalan ke depan, alangkah terkejutnya dirinya pemilik gedung yang menyebalkan itu adalah orang yang paling ia hindari dalam hidupnya. “Adnan …?” Bola mata Hira membelalak kaget. “Halo Hira, kita bertemu lagi.” “Apa kamu pemilik gedung baru itu?” Lelaki pemilik rahang tegas itu menuangkan wine ke dalam gelas. “Duduklah, mari kita bicara.” “Kamu memang sengaja melakukannya?” tanya Hira masih dengan ekspresi kaget. Adnan berbalik badan, lalu menatap Hira dari atas sampai kebawah, ada banyak pertanyaan dan rasa rindu yang ingin ia ungkapkan pada wanita yang ada di depannya. Sementara Hira masih memperlihatkan wajah marah, ia semakin marah saat tahu pelakunya adalah Adnan. “Aku membeli gedung itu Hira, bukan hanya klinik.” “Tapi untuk apa? Maksudku kenapa setelah aku pindah ke sana kamu membelinya Tuan Adnan. Kenapa tidak dari dulu. Kamu bekerja di bagian hukum kamu pasti tahu tentang surat perjanjian kontrak, kan?” Hira menunjukkan kertas yang dikeluarkan dari dalam tas miliknya.. Adnan menjatuhkan panggulnya kembali ke kursi rotan ,” duduklah itulah yang kita akan bicarakan.” “Aku tidak punya banyak waktu Pak Adnan, aku ada janji dengan beberapa pasien hari ini, dengan kamu mengusirku dari gedungmu aku terpaksa membatalkan janji kami. Itu artinya aku akan mencari tempat yang lain yang bisa aku pakai, Pak Adnan.” “Aku memberimu tawaran yang menarik dan kamu tidak perlu mencari tempat lain, duduklah di sini dan mari kita bicara.” Hira tidak punya banyak pilihan ia duduk seperti yang diminta Adnan. Lelaki tampan itu menatap wajah Hira begitu dalam. Tiga tahun yang lalu wanita itu telah mengubah dunianya, wanita yang memberinya madu dan racun. Hira sepertinya terganggu dengan tatapan Adnan padanya, “katakan tawaran apa yang ingin kamu berikan?” tanya Hira menghelas nafas berat, ia bahkan tidak mau menatap wajah Adnan, kejadian tiga tahun yang lalu membuatnya kehilangan muka dan harga diri di depan lelaki yang jadi cinta pertamanya tersebut. “Apa kabar Hira? Kemarin saat bertemu di acara lelang, kita belum sempat bicara.” Wanita cantik itu menatap wajahnya sekilas, lalu mengalihkan ke tempat lain. “Aku baik, bisakah kita bicara langsung ke intinya saja?” “Ini bagian dari tawaran dariku. Apa kamu sudah menikah?” Dug! Jantung Hira tiba-tiba berdetak kuat saat lelaki itu menyinggung tentang pernikahannya. “Sudah.” “Oh, apa kamu bahagia?” Hira merasakan telapak tangannya berkeringat saat lelaki itu bertanya tentang kehidupan pribadinya, tetapi ia mencoba bersikap tenang. “iya aku bahagia.” “Apa begitu cara kamu berterima kasih, Hira? Aku menyelamatkanmu dengan mengorbankan hidupku, tapi kamu tidak mengatakan apa-apa malah menghilang dan menikah dengan lelaki lain,” ujar Adnan. Bersambung
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD