Dira pingsan

1048 Words
Edgar pamit mandi dulu sebelum makan malam, dan dira masih diruang kerja Edgar membaca buku yang dia pinjam, baru baca beberapa lembar kepala Dira terasa pusing, dia menutup bukunya dan menaruhnya diatas meja, mencoba memejamkan matanya malah serasa gempa bumi, wanita itu coba membuka mata penglihatannya serasa dinding ruangan disana berputar semua, Dira coba melangkah mencari pertolongan tapi tubuhnya oleng, dan dia mengulurkan tangannya untuk meraih sesuatu agar bisa berpegangan tapi tidak dapat sampai dan akhirnya tubuhnya jatuh tergeletak dilantai dan dia pingsan. Edgar yang baru saja selesai mandi dan berpakaian dikamar mendengar suara jeritan dari art-nya memanggil namanya dengan panik. "TUAN! ... TUAN EDGAR! NYONYA DIRA TUAN ..." teriak pelayannya dari depan ruang kerja Edgar, tidak ada yang berani bertindak tanpa perintah tuannya disana. "DIRA KENAPA?" reflek Edgar juga ikutan berteriak panik mendengar nama Dira disebut, dia berlari menuruni dua anak tangga sekaligus dan masuk kedalam ruang kerjanya melihat calon istrinya tergeletak disana, "Ya Tuhan, LIEBE!" ucapnya dan langsung dia angkat lalu meletakan tubuh Dira disofa. "Panggil Dokter Sofyan, CEPAT!" Edgar teriak pada art-nya yang malah bengong melihat majikannya. Art-nya pun langsung menghubungi Dokter keluarga disana. "Dokter Sofyan sedang dalam perjalanan tuan," ucap salah satu art. "Liebe, Dira, bangun sayang, please." Edgar menepuk-nepuk pelan pipi Dira berharap kekasihnya itu sadar, "Apa yang terjadi? kenapa dia bisa seperti ini?" Tanya Edgar pada semua pelayannya, "Saya tidak tau tuan, tadi saya mau membersihkan ruang kerja tuan, ketika saya buka pintu nyonya Dira sudah tergeletak dilantai," jawab pelayan yang menjadi saksi pertama melihat Dira. Beberapa pelayannya membantu mengusap kaki Dira dengan minyak angin, Edgar mengusap tangan Dira memberi kehangatan sesekali menepuk pipi Dira lembut tapi kekasihnya itu masih tidak sadarkan diri. Sampai akhirnya Dokter Sofyan datang dan memeriksa Dira, memakai stetoskop memeriksa nafas Dira dan dia menyalahkan senter kecil lalu menyorot mata Dira, memeriksa tensi darah, dan Dokter itu minta Dira dipindahkan kekamarnya agar bisa dia beri infus, Edgar langsung mengangkat Dira ala bridestyle membawanya kekamarnya dan meletakannya pelan diatas kasurnya. Dokter langsung memberi Dira infus dan memberi Edgar resep agar ditebus diapotek dan saat Dira sadar bisa diminumkan. Dokter mengatakan indikasinya Dira terlalu lelah dan bayak pikiran, Dira juga anemia dan tekanan darahnya sangat rendah saat itu yang mengakibatnya dia pingsan, Edgar mengingat semua aktifitas mereka mulai dari berangkat keKorea sampai pulang memang Dira kurang istirahat ditambah memikirkan anaknya yang sakit dan pernikahan mereka. Dokter Sofyan menyuruh salah satu Suster dirumah sakitnya untuk datang ke kediaman Edgar untuk menjaga Dira, mengganti infus jika sudah habis dan memantau perkembangan pasiennya. "Malam ini ada Suster Hilda yang berjaga menjaga nyonya Dira, besok pagi saya akan datang lagi mengecek kondisinya," Dokter Sofyan pamit, lalu Edgar menyalaminya dan mengucapkan terimakasih. Sampai tengah malam Edgar menjaga Dira duduk disebelahnya menggenggam jemari kekasih hatinya, dia melihat wajah wanita itu masih pucat. "Tuan Edgar kalau lelah dan mengantuk silahkan istirahat dikamar lain, saya akan menjaga Nyoya Dira jika beliau sadar dan ada sesuatu saya kabari anda secepatnya," ucap Suster Hilda, dijawab dengan gelengan kepala Edgar, dia tidak akan meninggalkan Dira saat kondisinya masih seperti ini. *** Dini hari Dira siuman dari pingsannya, dia mengerang pelan dan memegang kepalanya yang masih pusing, dia lihat sekelilingnya merasa tidak asing, tangannya di infus dan di perutnya melingkar tangan Edgar memeluknya, pria itu tidur disebelahnya. Dengan pelan Dira memindahkan tangan Edgar dari tubuhnya tapi berat, tenaga Dira belum pulih seutuhnya. Merasa tangannya ada yang menyentuh, Edgar terbangun dan langsung duduk tegak dia senang akhirnya Dira sadar juga. "Kamu sudah sadar, Liebe? apa ada yang sakit? apa yang sakit? dimana?" tanya Edgar panik memeriksa semua tubuh Dira. "Jam berapa ini, sayang?" Dira bertanya, Edgar melihat jam didinding ruangan itu menunjukan pukul tiga dini hari. "Jam tiga pagi, Liebe." jawab Edgar, Dira berusaha bangun dan menurunkan kakinya dari kasur, "Kamu mau kemana?" "Aku mau ketoilet," "Ngapain ke toilet," Dira memandang heran Edgar, 'orang mau ke toilet kalau tidak pipis ya BAB, gitu aja tanya aneh banget' ucap Dira dalam hati. "Mau shopping," jawab Dira asal "Heh? Mau Shopping?" Edgar mengulang kata-kata Dira, membuat Dira terkekeh. "Sayang, aku mau pipis," "Ooohhh, ya udah aku antar," Edgar menuntun Dira sampai kedalam toilet sambil menyeret tiang infusnya juga. "Sana keluar, aku malu masa pipis ditungguin," "Iya, iya, tar kalau sudah selesai teriak aja," Karena tadi terbangun mendadak melihat Dira sadar, Edgar menjadi lemot kalau kata orang sunda masih lelungngu nyawanya belum kumpul jadi linglung. Sampai akhirnya Dira selesai dari kamar mandi, gantian Edgar cuci muka baru sepenuhnya dia sadar dan pikirannya kembali segar. "Kamu semalem kenapa bisa sampai pingsan diruang kerjaku, Liebe?" Tanya Edgar lembut sambil mengusap pipi Dira yang sudah kembali dikasur terduduk bersandar dikepala ranjang, dan Edgar membuat nyaman posisinya dengan menambahkan bantal dipunggung belakang Dira. "Sepertinya aku terlalu lama berendam diair hangat kemarin pas pulang aku langsung mandi, aku pikir berendam air hangat akan membuat tubuhku relax, pas aku baca beberapa lembar buku kamu tiba-tiba kepala aku pusing, aku pejamkan mataku malah seperti gempa, aku buka mata malah mutar semua dinding ruangan kamu, aku teriak tidak ada yang dengar, aku berusaha keluar mencari pertolongan malah aku pingsan," ucap dira mengingat kejadian kemarin. "Ruang kerjaku memang kedap suara sayang, kamu teriak sekencang-kencangnya juga gak akan ada orang yang dengar dari luar," "Kata Dokter Sofyan kamu kecapean, tekanan darah kamu rendah, terlalu banyak pikiran dan anemia, kamu ada histori anemia?" Tanya Edgar, dan Dira mengangguk. "Sejak gadis tekanan darahku memang selalu rendah tapi gak masalah karena aku masih muda kata Dokter, tapi setelah melahirkan Rhea malah normal, untuk anemia memang ada sedikit apa lagi kalau sedang menstruasi, tapi aku selalu konsumsi vitamin koq," "Ya sudah kalau begitu mulai sekarang kalau ada sesuatu kamu harus bilang sama aku yah, jangan bikin aku kwatir seperti ini lagi," Edgar meremas jemari tangan Dira yang tidak terpasang infus. "Apa kamu mengkuatirkan aku?" "Kamu gak tau bagaimana paniknya aku saat lihat kamu tergeletak dilantai," Dira memeluk edgar menenggelamkan kepalanya didada calon suaminya itu, dan Edgar mencium puncak kepala Dira. "Aku takut kamu kenapa-napa, Liebe", ucap Edgar membuat Dira tersenyum dan mengangguk menjawab ucapan Edgar. Tidak lama kemudian Dira tertidur dipelukan Edgar, mereka melanjutkan tidurnya sampai siang. Suster Hilda masuk kedalam kamar hanya mengganti botol infus Dira yang kosong, Dokter yang datang pagi akhirnya menunggu diruang tamu, dia merasa tidak enak membangunkan pasiennya yang masih terlelap tidur berpelukan dengan Edgar.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD