--
Cantika dan Soleh menuju parkiran, tiba-tiba ada yang memanggil Cantika.
"Cantika!!"
Cantika dan Soleh mencari si pemilik suara. Ternyata Very, teman sekolah Cantika yang memanggilnya. Ayah Very memiliki toko elektronik di pasar. Sedang ibunya memiliki toko kosmetik dan obat-obatan.
"Haay Cantika"
"Haay Vely"
"Aku boleh main ke lumahmu tidak?"
"Boleh, tapi mau main apa?"
"Ini, aku baru dibelikan Papahku ini, kita bisa nonton video lucu baleng-baleng" Very memperlihatkan benda yang di bawanya. Ia memperlihatkan video Upin Ipin yang tengah ditontonnya.
Cantika tertegun sejenak melihatnya.
"iya boleh, aku pulang dulu ya Vely"
"Iya Cantika, dadah"
"Assalamuallaikum Vely"
"Walaikum salam"
"Ayo Paman Soleh kita pulang" Cantika menarik tangan Soleh.
Dalam perjalanan pulang, Cantika diam saja, ia tidak berceloteh seperti biasanya.
"Cantika kenapa diam saja?" Tanya Soleh penasaran.
"Paman Soleh"
"Ya, ada apa?"
"Mainan sepelti punya Vely beli di mana ya?"
"Di toko ponsel sayang"
"Belapa halganya?"
"Paman tidak tahu"
"Satu libu cukup tidak?"
Soleh tersenyum mendengar pertanyaan Cantika.
"Tidak cukup Cantika, itu mahal, lebih mahal dari sepedanya Cantika"
"Oooh, Cantika nanti mau minta beliin Abba deh" ujarnya.
"Harusnya anak kecil belum boleh punya itu"
"Kenapa Paman?"
Soleh berpikir sejenak, mencari alasan yang tepat dan mudah diterima Cantika.
"Cantika kalau lihat televisi dilarang Abba terlalu dekatkan?"
"Heum"
"Nah itu supaya pandangan mata Cantika tidak cepat rusak, begitukan yang Abba katakan"
"Iya"
"Mainan yang dibawa Very tadi, mirip dengan televisi, kalau Cantika melihatnya terlalu dekat, nanti mata Cantika sa..." Soleh menggantung kalimatnya dengan sengaja.
"Kit..." sambung Cantika.
"Pinter"
"Tapikan bisa lihatnya jauh-jauh Paman Soleh!"
"Kalau lihatnya jauh, mana bisa kelihatan, kan lebih kecil dari televisi"
"Oh iya ya, Paman Soleh pintal sepelti Abba"
"Jadi Cantika tidak usah minta belikan Abba mainan seperti milik Very ya, nanti kita beli laptop mainan yang bisa membaca bacaan sholat, ada hapalan ayat-ayatnya, bisa menyanyi juga"
"Memang ada Paman Soleh yang begitu?"
"Ada, besok sore kita ke pasar, biar Paman Soleh nanti yang bilang sama Abba atau Amma ya"
"Oke Paman Soleh" Cantika mengacungkan dua jempolnya.
Mereka sudah berada dekat dengan lapangan bola.
"Nonton Paman Salim main bola dulu yuk Paman Soleh, sebental aja"
"Boleh"
Tiba di lapangan bola, ternyata ada dua bersaudara, Bayu dan Wahyu di sana. Bayu langsung mendekati Cantika, sementara Wahyu asik bercanda dengan teman-temannya.
"Haay Cantika" sapa Bayu.
"Haay kak Bayu, kak Bayu main bola juga?"
"Iya, tadi sudah main, sekarang gantian sama yang lain"
"Ooh, kak Wahyu main juga?"
"Iya"
"Eeh itu Paman Salim, Paman Salim, ay lap yu Paman Salim" Cantika melambaikan tangannya pada salim. Dibalas Salim dengan meletakan telapak tangannya di mulut, baru ia lambaikan tangannya pada Cantika dari kejauhan. Cantika kembali melambaikan tangannya dengan disertai tawa cerianya.
Soleh yang awalnya duduk di atas motornya, jadi turun dari motornya, dan berdiri. Ditatapnya Salim dengan perasaan marah.
'Salim, kecil-kecil sudah bisa genit sama cewek, sama Cantika lagi, awas kamu Salim, akan aku jewer nanti"
Soleh menggerutu di dalam hatinya.
Sementara Bayu terlihat marah juga.
"Cantika, katanya ay lap yu sama aku, kenapa ay lap yu sama Salim juga!?" Seru Bayu marah.
Cantika melongo mendengar ucapan Bayu.
"Cantika ay lap yu semuanya!" Sahut Cantika dengan suara nyaring setelah terdiam beberapa saat.
"Eeh Bayu, Cantika belum paham apa itu ay lap yu, kamu juga masih kecil sudah ay lap yu, ay lap yu an segala. Sekolah yang benar, belajar yang rajin, nanti kalau sudah besar, sudah bisa cari uang, baru bilang ay lap yu lagi sama Cantika" ujar Soleh.
"Paman Soleh pasti membela Salim kan?" Tuding Bayu.
"Paman tidak membela Salim, tapi kalian itu masih kecil, belum waktunya bicara soal ay lap yu"
"Huuh bilang aja kalau Paman Soleh membela Salim" ujar Bayu. Dengan wajah ditekuk ia pergi meninggalkan Soleh dan Cantika.
"Kenapa kak Bayu malah Paman?"
"Paman tidak tahu, kita pulang saja ya"
"Heum" Cantika menganggukan kepalanya.
Tiba di rumah, mereka di sambut oleh Raffa.
"Cucu kakek dari mana?"
"Dari pasal kakek"
"Dari pasar, beli apa?"
"Beli kue, kue apa Paman Soleh?"
"Bingka kentang"
"Oooh, bingka kentang, Cantika belum batalkan puasanya?"
"Belum kek"
"Pinter"
"Ya dong, Cantika pintel sepelti Abba"
"Siapa yang pinter seperti Abba?" Tanya Mia yang datang dari dalam. Kedua tangan Mia berada di balik punggungnya.
"Cantika nenek"
"Siapa yang minta di belikan mukena gambar strawberry?"
"Cantika nenek"
"Ini mukenanya" Mia berjongkok di hadapan Cantika, lalu mengeluarkan mukena bergambar strawberry dari balik punggungnya.
Mata Cantika membola. Diterimanya mukena itu dengan wajah gembira dan mata berbinar bahagia.
"Nenek kapan pulang ke Jakalta buat beli ini? Cepat ya, nenek sudah balik lagi"
"Ini nenek beli di Banjarmasin, tadi teman nenek yang antar ke sini"
"Ehhh makasih ya nenek, Cantika sayang nenek" Cantika memeluk leher Mia dengan satu tangannya. Dikecupnya pipi Mia bertubi-tubi.
"Nenek dapat peluk dan cium, kakek kok tidak, yang kasih tahu nenek kalau Cantika ingin mukena strawberry kan kakek" ujar Raffa bernada merajuk.
"Kata Abba bantu olang itu halus iklas kakek, jangan minta ehmm..im..imbalan" sahut Cantika dengan wajah mendongak ke arah Raffa.
Jawaban polosnya spontan membuat Raffa dan Mia tertawa. Ridwan, Zaldi, Riza, dan Rika ke luar dari dalam.
"Iih ketawa kok nggak ngajak-ngajak" ujar Rika.
"Acil Lika mau ikut teltawa, boleh kok, nggak dilalang" sahut Cantika.
"Iiih Acil gemess tahu nggak sama kamu, Cantika cantik banget! Makan apa sih Tari waktu hamil kamu, bisa cantik dan ceriwis banget?'" Rika menyubit pipi Cantika gemes.
"Acil Lika anaknyakan balu satu, Abba anaknya dua, Cantika sama dedek Alka. Halusnya Abang Liza punya dedek cewek, pasti cantik, pintel, dan celiwis juga sepelti Cantika" ujar Cantika.
"Riza, jangan Liza! Liza nama cewek Cantika!" Protes Riza.
"Iya, Abang Li-za"
"Riza!"
"Abang Li...za"
Wajah Riza ditekuk karena Cantika salah menyebut namanya.
"Dedek Cantika belum bisa bilang R, Abang. R disebutnya L, Abang jangan marah dong" bujuk Zaldi.
"Iya, jangan malah ya Abang, Cantika janji mau belajal bilang L, bial bisa sebut nama Abang Liza dengan benal" Cantika ikut membujuk juga.
"Janji ya!"
"Iya janji"
Ridwan hanya bisa ikut tersenyum melihat celotehan kedua cucunya.
Ia bersyukur, masih diberi Allah kesempatan untuk menikmati hari tua, dengan berkumpul bersama anak-anak, menantu, dan cucu-cucunya. Hal yang tidak pernah terbayangkan sebelumnya. Setelah apa yang ia lakukan pada Mia dan putra putrinya.
***BERSAMBUNG***